Hidayatullah.com– Memperingati tragedi pengkhianatan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada 30 September 1965 (G30S/PKI), acara bedah buku mengenai kisah nyata kekejaman PKI digelar.
Buku Ayat-Ayat yang Disembelih, “Sejarah Banjir Darah Para Kyai, Santri, dan Penjaga NKRI oleh Aksi-Aksi PKI” dibedah di panggung utama Pesta Buku Internasional Indonesia (IIBF) 2016 di JCC, Senayan, Jakarta, Jumat malam (30/09/2016).
Selain penulis Anab Afifi dan Thowaf Zuharon, hadir pada acara ini budayawan anti komunis Taufik Ismail dan penulis buku Ayat-Ayat Cinta Habiburahman El-Shirazy.
Anab Afifi dalam penyampaiannya mengaku, ia berasal dari kampung santri di Madiun, Jawa Timur, dimana di sekitar kampungnya menjadi basis PKI saat itu.
“Peristiwa kekejaman PKI pada tahun 1948 buat kami itu bukan hal yang baru lagi,” ujarnya.
Dari orangtua dan kakek-kakeknya, kata dia, telah mengisahkan kekejaman PKI itu sebagai sejarah dari mulut ke mulut.
Sementara Thowaf Zuharon mengatakan, buku Ayat-Ayat yang Disembelih merupakan bantahan dari arus tuduhan terhadap TNI dan umat Islam terkait tragedi 1965.
Dimana, kata dia, TNI dan umat Islam dianggap oleh sebagian kelompok di Indonesia telah melakukan pembantaian pada tahun itu.
“Padahal yang memulai (pembantaian) lebih dahulu adalah PKI sejak sebelum tahun 1965,” ujarnya.
Anab mengatakan, penggunaan kata “ayat” pada judul buku itu bermakna “tanda” atau ayat qauniyah.
Yaitu menandakan keberadaan para kiai, santri, dan pejuang NKRI yang, kata dia, memang nyata telah diseret, dimasukkan lubang, dihabisi, dan ditumpahkan darahnya oleh PKI. [Baca juga: Menolak Lupa, #G30SPKI Jadi Trending Topic]
Sadar Sejarah
Habiburahman dalam sesinya mengajak rakyat Indonesia untuk sadar akan sejarah yang sebenarnya, khususnya terkait PKI.
“Kita diminta untuk sadar sejarah. Kesadaran sejarah itu penting,” ujar Kang Abik, sapaannya.
Terkait buku Ayat-Ayat yang Disembelih, Kang Abik meyakini, kedua penulis masih punya banyak data lain yang belum dituang dalam buku itu.
“Saya sangat mengapresiasi buku yang ditulis oleh Anab Afifi dan Thowaf Zuharon ini. Saya mengajak anak-anak muda yang punya data-data sejarah, segera sampaikan,” ujarnya.
Sementara itu, Taufik Ismail dalam pemaparannya banyak menyampaikan fakta sejarah akan kekejaman PKI pada masanya.
“Saya sudah membaca (buku) ini. Saya merasa dibawa ke situasi 50-60 tahun yang lalu. Dan bukan main getaran emosi itu betul-betul menghunjam ke dalam lubuk hati,” ungkap Taufik seraya membacakan beberapa cuplikan isi buku tersebut.
Di antara kisah yang ia baca tentang seorang kiai yang dikubur hidup-hidup dan dihujani batu oleh PKI.
Tokoh nasional anti komunis Letjend TNI (Purn) Kivlan Zen yang juga diagendakan sebagai pembicara, tidak hadir pada bedah buku itu. Acara ini diikuti puluhan pengunjung IIBF dari berbaga kalangan seperti pengamat sejarah dan mahasiswa. [Baca juga: Wapres: Kebiadaban PKI Keterlaluan, Komunisme Sudah Tak Laku]*