Hidayatullah.com– Terkait pembangunan Kota Meikarta di Cikarang Selatan, Bekasi, Jawa Barat, pemerintah dinilai perlu menindak dengan tegas pengembang yang melakukan pelanggaran perizinan.
“Jika perlu menjatuhkan sanksi atas segala bentuk pelanggaran perizinan dan pemanfaatan celah hukum yang dilakukan oleh pengembang dan kemudian merugikan konsumen,” ujar Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi, dalam pernyataannya diterima hidayatullah.com baru-baru ini.
Menurut YLKI, kendati Wakil Gubernur Provinsi Jabar, Dedi Mizwar, telah meminta pengembang apartemen Meikarta untuk menghentikan penjualan dan segala aktivitas pembangunan, karena belum berizin; promosi Meikarta tetap berjalan, untuk menjual produk propertinya.
Baca: Umat Islam Demo Wali Kota Tolak Pembangunan Superblock Lippo
Boleh saja pihak Lippo Group sebagai pengembang Meikarta menilai, apa yang dilakukannya tersebut sudah lumrah dilakukan pengembang dengan istilah pre-project selling.
Namun, masih menurut YLKI, praktik semacam itu pada akhirnya posisi konsumen berada dalam kondisi yang sangat rentan dirugikan karena tidak memiliki jaminan atas kepastian pembangunan.
“Padahal pemasaran yang dilakukan tersebut, diduga keras melanggar ketentuan Pasal 42 UU No. 20 Tahun 2011, yang mewajibkan pengembang untuk memiliki jaminan atas kepastian peruntukan ruang; kepastian hak atas tanah; kepastian status penguasaan gedung; perizinan; dan jaminan pembangunan sebelum melakukan pemasaran,” ungkap Tulus.
Menurut data YLKI, sistem pre-project selling dan pemasaran yang dilakukan oleh banyak pengembang seringkali menjadi sumber masalah bagi konsumen di kemudian hari.
Terbukti sejak 2014-2016, YLKI ungkapnya menerima sekurangnya 440 pengaduan terkait perumahan, yang mayoritas masalah tersebut terjadi akibat tidak adanya konsistensi antara penawaran dan janji promosi pengembang dengan realitas pembangunan yang terjadi.
Bahkan di tahun 2015, sekitar 40 persen pengaduan perumahan terjadi sebagai akibat adanya pre-project selling, yakni adanya informasi yang tidak jelas, benar, dan jujur; pembangunan bermasalah; realisasi fasilitas umum/fasilitas sosial; serta unit berubah dari yang ditawarkan.
“Praktik semacam itulah yang menyerimpung komedian tunggal Mukhadly, alias Acho: janji dan promosi pengembang tidak sesuai dengan realisasi di lapangan!” ujarnya mengambil contoh kasus.
Untuk menghindari terulangnya kasus Acho dengan skala yang lebih luas, YLKI memaparkan sejumlah catatan terkait pre project selling baik yang dilakukan Meikarta dan atau pengembang lain.
Baca: YLKI Minta Konsumen Tunda Pembelian Apartemen Meikarta, Jangan Mudah Diimingi-imingi
Dalam catatan itu, sebagaimana diberitakan hidayatullah.com sebelumnya, YLKI mengimbau masyarakat agar berhati-hati dan kalau perlu menunda untuk pemesanan dan/atau membeli unit apartemen di Kota Meikarta.
“Jangan mudah tergiur dengan iming-iming dan janji fasum/fasos oleh pengembang. Sebelum menandatangani dokumen pemesanan, bacalah dengan teliti, dan saat pembayaran booking fee harus ada dokumen resmi, jangan dengan kwitansi sementara,” imbau Tulus.
Sebelumnya, pihak pengembang Meikarta telah menyampaikan penjelasan soal permasalahan perizinan tersebut.
Direktur PT Lippo Karawaci Tbk Danang Kemayan Jati diwarta media mengklaim, perusahaannya tidak memiliki masalah dalam pembangunan properti Lippo Meikarta. Menurut Danang, saat itu, awal Agustus ini, manajemen sedang menuntaskan proses perizinan proyeknya ke Pemerintah Kabupaten Bekasi.*