Hidayatullah.com– Ketua Komisi I DPR RI, Abdul Kharis Al Masyhari mengecam sikap pemerintah China yang menerapkan kebijakan diskriminatif dan pelabelan negatif terhadap etnik minoritas Muslim di Xinjiang.
Abdul Kharis Al Masyhari yang juga politikus PKS menyatakan, pertama, ia ingin ada penelusuran fakta atas berita adanya pembatasan kelahiran etnik minoritas Muslim di Xinjiang yang berlangsung sejak 2014. Demikian pula dengan kebijakan yang dibungkus agenda “memerangi terorisme”.
“Apabila benar, maka ini menunjukkan pemerintah China terkesan mencap teroris terhadap etnik Uighur dan Muslim,” jelas Kharis dalam keterangan pers kepada hidayatullah.com, Senin (17/12/2018).
Baca: MUI Nilai Indonesia Belum Serius Perjuangkan Hak Uighur
Kharis melanjutkan, hal kedua, pihaknya menginginkan klarifikasi berita tentang adanya pelanggaran terhadap hak mendapatkan kesetaraan perlakuan sebagai warga negara.
Pada 2015, Xinjiang juga telah mendobelkan pembayaran bagi pasangan Uighur yang memiliki anak lebih rendah dari kuota mereka sebesar 6.000 yuan (950 dolar). Etnik China Han sebutnya dipaksa pindah ke Xinjiang sejak 1776. Menurut sensus dari awal abad 19, 75 persen penduduk Xinjiang adalah Uighur. Namun berdasar HRW (Human Rights Watch), diawal reformasi ekonomi China pada 1978, setelah pemaksaan KB, jumlah penduduk Uighur anjlok menjadi 42 persen.
“Apabila benar telah terjadi penindasan terhadap Uighur, diskriminasi etnik, kontrol yang menindas atas praktik beribadah, serta upaya sistematis pemiskinan dan pengangguran yang terus berlangsung di Xinjiang, ini semua layak dikecam dunia” tegas Kharis.
Baca: Fadli Zon: Indonesia Harus Bersuara Membela Muslim Uighur
Kharis menyatakan bahwa perlu klarifikasi segera terhadap berita yang kerap beredar sejak 2014 bahwa memakai jilbab di ruang publik, termasuk di kendaraan umum dan ketika menikah dengan upacara agama dilarang dan didenda sebesar 353 dolar.
Pihaknya juga ingin mengklarifikasi apakah mereka yang tidak mau minum alkohol, tidak merokok atau tidak mau makan makanan non-halal, dikategorikan radikal dalam definisi pemerintah China.
“Apabila benar demikian, Pemerintah China layak segera mengoreksi kebijakan yang telah melanggar prinsip Hak Asasi Manusia tersebut,” jelas Kharis.
Baca: KontraS: Indonesia Harus Beri Perhatian Penuh pada Uighur
Menurut Kharis, yang Komisi-nya bermitra dengan Kementerian Luar Negeri, Indonesia perlu melakukan upaya diplomatik terkait kebijakan yang telah berlangsung bertahun-tahun tanpa koreksi tersebut.
“Pemerintah RI harus mendesak Pemerintah PRC untuk mengizinkan Tim Pencari Fakta Independen untuk melakukan pencarian fakta terhadap dugaan pelanggaran HAM berat dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Xinjiang terhadap etnis Uighur,” tegasnya menutup.*
Baca: Etnis Uighur Berkisah Penyiksaan dan Pemerkosaan di ‘Kamp Cuci Otak’ China [1]