Hidayatullah.com– Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengimbau kepada seluruh masyarakat Indonesia untuk menjauhkan diri dari sikap boros, berfoya-foya, dan menghambur-hamburkan uang untuk kepentingan yang tidak banyak manfaatnya (mubadzir) terkait pergantian tahun Masehi.
Masyarakat diimbau memasuki masa-masa ke depan dengan semangat kesederhanaan dan kepedulian sosial.
“Mari kita jadikan tahun baru 2019 sebagai tahun kepedulian sosial untuk menggalang solidaritas nasional, dalam rangka meringankan beban penderitaan saudara-saudara kita yang sedang tertimpa musibah, khususnya di Lombok (Nusa Tenggara Barat), Palu dan Donggala (Sulawesi Tengah), serta di Banten. Hal tersebut sebagai bentuk refleksi dari nilai-nilai kemanusiaan, kasih sayang, dan kepedulian antarsesama,” ujar Wakil Ketua Umum MUI Zainut Tauhid Sa’adi dalam rilisnya diterima hidayatullah.com, Jakarta, Senin (31/12/2018).
Baca: Gubernur Sulsel Imbau Masyarakat Tidak Pesta Tahun Baru
Di pergantian tahun nanti, diimbau umat hendaknya memperbanyak bersyukur kepada Allah Subhanahu Wata’ala yang telah memberikan karunia berupa umur panjang, kesehatan, dan kemurahan rezeki.
“Untuk hal tersebut hendaknya kita memperbanyak berdoa, berzikir dan mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah Subhanahu Wata’ala, khususnya berdoa untuk keselamatan bangsa dan negara dari berbagai musibah dan ancaman bencana yang akhir-akhir ini sering menimpa bangsa Indonesia.
Sehingga bangsa dan negara Indonesia menjadi negara yang aman dan diselamatkan dari berbagai macam ujian, fitnah, dan cobaan.
Memasuki tahun politik sekarang ini, MUI mengajak semua pihak khususnya para pemimpin bangsa, tokoh agama, dan elit politik, hendaknya bisa menahan diri dalam mengekspresikan politiknya, termasuk dalam menyampaikan pernyataan pendapat agar tidak menimbulkan suasana semakin panas, tegang, dan penuh dengan kecurigaan.
“Perbedaan pilihan hendaknya disikapi dengan dewasa, tidak harus diwarnai dengan saling menjelekkan, memfitnah, menyebarkan hoax dan ujaran kebencian. Karena hal tersebut selain tidak memberikan pendidikan politik yang baik kepada masyarakat, juga dapat menimbulkan gesekan dan retaknya bangunan kebangsaan kita.
Baca: MUI Imbau Antar Umat Beragama Tetap Jaga Hubungan Baik
Jadikanlah perbedaan aspirasi politik sebagai rahmat untuk saling menghormati dan memuliakan agar persaudaraan kebangsaan (ukhuwah wathaniyah) tetap terpelihara.
Marilah kita membangun budaya berpolitik yang santun, berakhlakul karimah, penuh dengan nilai keadaban dan kesopanan. Dan marilah kita menjauhi budaya politik yang penuh dengan kecurigaan (suudz-dzon), pertentangan (ta’arudl), permusuhan (tanazu’), dan persaingan (tabaghut) yang tidak sehat dengan menghalalkan segala cara,” pungkasnya.*