Hidayatullah.com– Dalam aksi ribuan mahasiswa dan buruh di depan Gedung DPR RI, Jakarta, dan berbagai daerah, Selasa (24/09/2019), berbagai pihak menyuarakan aspirasinya. Selain menolak RUU KPK, ada juga yang menuntut pengesahan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU P-KS).
Aliansi Cinta Keluarga (AILA) Indonesia menilai, tuntutan pengesahan terhadap RUU P-KS bukanlah tuntutan mayoritas mahasiswa yang melakukan aksi demonstrasi di berbagai daerah. AILA menilai ada penyusup yang menuntut pengesahan RUU P-KS dalam aksi tersebut.
“Tuntutan pengesahan RUU P-KS telah disusupkan oleh kelompok berpaham “kebebasan seksual ” yang ingin mendompleng aksi mahasiswa terkait isu korupsi serta agenda reformasi lainnya,” Ketua AILA Rita Soebagio dalam pernyataannya di Jakarta diterima hidayatullah.com, Rabu (25/09/2019).
Baca: AILA Tolak Pengesahan RUU P-KS Agar Tak Akomodasi Zina & LGBT
Kampanye kebebasan seksual yang diusung oleh para pendukung RUU P-KS dan para penolak pasal zina dan LGBT dalam RUU KUHP, AILA nilai telah mengotori gerakan mahasiswa dan masyarakat yang selama ini telah tulus berjuang demi mewujudkan bangsa Indonesia yang bermoral dan beradab.
AILA pun mengajak mahasiswa untuk terus bergerak menolak dan mengkritisi RUU P-KS serta RUU bermasalah lainnya, dengan tetap mengedepankan nilai-nilai moral dan agama, tanpa kehilangan daya kritisnya dalam menyikapi proses legislasi yang sedang berjalan.
“Pastikan tidak terjadi lagi pengesahan berbagai RUU yang tidak melalui proses pengkajian secara mendalam, cacat secara formil maupun materil, dan tidak melibatkan seluruh elemen masyarakat,” kata AILA.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
AILA tetap menyatakan penolakannya terhadap rencana pengesahan RUU P-KS oleh DPR RI.
AILA menyikapi RUU P-KS dengan tujuan antara lain agar RUU ini tidak mengakomodasi seks bebas atau zina dan homoseksual atau LGBT.
“Menolak desakan untuk mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU P-KS) karena merupakan desakan yang irasional dan tidak beralasan secara filosofis, normatif, dan sosiologis,” ujarnya.*