Hidayatullah.com–Abdillah Onim yang berbadan tegap dan dua tahun lalu saling melotot dengan tentara Israel saat turun dari kapal Mavi Marmara di pelabuhan Ashdod, kemarin sore (13/04/2012) tak bisa menahan rasa harunya ketika berjumpa dengan Tim Sahabat Al-Aqsha (SA2Gaza).
Pelukan erat cukup lama terjadi di depan Masjid Umari, Jabaliya, di kawasan Gaza Utara. “Ooh… oooh… ooh,” hanya itu yang keluar dari mulutnya. Dua tetes air mengambang di pelupuk matanya. Pemuda asal Galela, Maluku Utara itu, sudah dua tahun meninggalkan tanah air bertugas sebagai relawan MER-C (Medical Emergency Rescue Committee) untuk membangun Rumah Sakit Indonesia di Beit Lahiya, Gaza Utara.
Tahun lalu Abdillah menikahi Rajaa’ Yusuf Al-Hirtsani, gadis Gaza penghafal Al-Quran, yang kini sedang menunggu hari-hari melahirkan anak mereka yang pertama. Dengan izin Allah, ini calon bayi Indonesia pertama yang lahir di Ibukota Perjuangan Palestina, Jalur Gaza.
Kemarin sore Tim SA2Gaza menyaksikan Indonesia dan Palestina menyatu di rumah ayah Rajaa’ dengan sangat manisnya. Abdillah mondar-mandir sebagai tuan rumah, sesekali meneriakkan panggilan kepada ipar-iparnya untuk melayani tamu-tamu dari Jakarta.
“Kalau bukan dengan Islam, apalagi yang bisa menyatukan dua bangsa yang dalam segala hal berbeda ini… Subhanallah… Indahnya…,” ujar Amirrul Iman, Direktur Operasional Sahabat Al-Aqsha.
Serindu-rindunya Abdillah dengan tanah airnya, ia masih lebih gayeng tinggal di Gaza dibandingkan kelima rekan relawan lainnya, karena ada istri dan bakal bayi pertamanya. Kelima rekannya itu Edy Wahyudi, Nur Ikhwan Abadi, Ahmad Fauzi, Darusman, dan Muhammad Husain.
Tiga yang pertama insinyur sipil yang menangani pembangunan Rumah Sakit Indonesia, dua lainnya plus Abdillah bertugas sebagai penterjemah. Husain, satu-satunya yang bujangan kini kuliah ilmu syariah di Universitas Islam Gaza.
Abdillah dan Nur Ikhwan masuk ke Gaza menjelang bulan Ramadhan tahun 2010 sesudah dilepaskan dari penjara Israel. Keduanya bersama relawan Sahabat Al-Aqsha dan KISPA serta 600-an relawan lain dari 32 negara diserang dan dibajak oleh Israel ketika berusaha menembus pengepungan laut Israel, dengan kapal Mavi Marmara. Kapal itu bersama lima kapal lain membawa sekitar 10 ribu ton bantuan kemanusiaan. Abdillah dan Nur Ikhwan tidak kapok, mereka masuk ke Gaza lewat darat melanjutkan amanahnya membangun rumah sakit Indonesia.
Sedangkan rekan relawan lainnya, masuk ke Gaza lewat darat pada bulan Desember tahun 2010 bersama Asian Convoy to Gaza yang berangkat dari New Delhi. Dihitung-hitung sudah setahun lebih lima bulan Darusman meninggalkan istri dan 11 putra-putrinya.
Wahyudi meninggalkan istri dan lima anaknya. Fauzi meninggalkan istri dan empat anaknya. Nur Ikhwan sempat pulang, tapi untuk kedua kalinya meninggalkan istri dan dua buah hatinya demi melaksanakan tugas membangun Rumah Sakit Indonesia di Gaza.
Bagaimana rasanya jauh dari anak istri selama lebih dari setahun?
Para relawan ini tersenyum lebar, lalu masing-masing seakan punya jawaban untuk mengibur dirinya. Mereka lebih bersemangat menceritakan pekerjaan mereka membangun rumah sakit.
Para relawan Indonesia ini bekerja bersama puluhan pekerja bangunan Palestina setiap hari mulai jam delapan pagi sampai sore, sering sampai malam.
“Soalnya kita sedang mengejar target,” jelas Nur Ikhwan.
Saat ini pekerjaan konstruksi utama rumah sakit berbentuk oktagon (segi delapan mirip bangunan Kubah Asy-Syakhra) itu sudah memasuki tahap akhir. Tahap selanjutnya ialah pekerjaan instalasi listrik, air, sanitasi dan pekerjaan-pekerjaan arsitektural.
Karena itulah direncanakan tak lama lagi rombongan insinyur sipil Indonesia ini akan pulang sementara ke tanah air.
Tawa dan canda berderai-derai di ruang tamu yang sederhana tapi luas itu. Sisa-sisa angin musim dingin menyelusup, tapi rasa persaudaraan yang kuat menghangatkan hati-hati yang hadir. Pembicaraan berganti-ganti menggunakan bahasa Arab, Indonesia, dan sesekali bahasa Inggris.
Reuni ini ditutup dengan makan malam kebab Gaza. Ada perasaan nyeri juga melihat betapa susahnya hidup warga Jabaliya ini, tapi betapa bersemangatnya mereka memuliakan tamu-tamu dari Jakarta. Semoga Allah ganti makan malam tadi dengan hidangan terbaik untuk mereka di Syurga Firdaus.
Ziarah ini juga dihadiri dua pimpinan organisasi kemanusiaan Ya’qub Sulaiman, Direktur Yayasan Salam, dan Abdulrahim Syihab, Direktur Masyarakat Islam Jabaliya.
Yayasan Salam adalah mitra Sahabat Al-Aqsha dalam mengelola TK Bintang Al-Quran, taman kanak-kanak pertama di Gaza yang 100% didanai oleh masyarakat Indonesia.*/SA