Hidayatullah.com–Tinggal di tengah peperangan, dengan seorang anak yang masih dalam kandungan dan dikelilingi oleh kematian. Hidup dengan ketakutan yang berputar di pikiran. Bahwa rumahmu tidak aman, anakmu tak berhenti menangis dan berteriak, serta mengetahui bahwa setiap detik bisa saja melahirkan anak tanpa siapapun di sampingmu; tidak ada ibu, keluarga, teman, atau dokter.
Berlari lebih dari tiga kilometer dalam kegelapan, di antara roket dan pecahan peluru yang menerangi malam dengan tembakan, menghirup aroma kehancuran setiap hari, rumah-rumah hancur menyatu dengan tanah, semua pohon tumbang, kamu menangis dan menangis karena tak tahu lagi apa yang akan kamu katakan kepada anak-anak.
Reham Shiekh Al-Eid, hanyalah salah satu contoh wanita Palestina yang merasakan hal tersebut. Wanita hamil yang berusia 27 tahun itu tinggal di Zalata, Timur Rafah. Umur kehamilannya sudah dalam bulan terakhir, ketika ia berusaha mengungsi ke Sekolah Al-Awda bersama suami, kedua anaknya, dan beberapa tetangga.
“Saat itu hampir fajar, tapi langit terang oleh cahaya-cahaya kematian roket tentara penjajah ‘Israel’. Walaupun kaki suami (Ayman Shiekh Al-Eid) saya terluka parah, ia tetap berlari membawa putri kedua kami. Kami terus berlari sambil berteriak dan menangis sampai akhirnya kami berhasil tiba di Sekolah Al-Awda,” tutur Reham. Ia berlari dari rumah tanpa membawa uang dan pakaian.
Kemudian Reham merasakan sakit yang luar biasa dalam perutnya. Ia pun dilarikan ke rumah sakit terdekat dan melahirkan anaknya, Muhammad Shiekh Al-Eid. Ia kekurangan banyak darah sehingga harus tinggal di rumah sakit selama satu hari. Keesokan pagi, Reham kembali ke tempat penampungan tanpa membawa apapun untuk anaknya yang baru lahir.
“Saya bahkan tidak punya baju untuk anak saya yang baru lahir. Beruntungnya, mereka (pihak tempat penampungan-red) memberi kami beberapa perlengkapan dasar untuk bayi, popok, dan beberapa helai baju.”
Kelahiran Muhammad Shiekh Al Eid adalah simbol harapan dalam keadaan yang sulit. Antarakematian dan kehancuran, kegembiraan datang sebagai seberkas cahaya bagi mereka yang diingatkan kematian detik demi detik.Pengingat bahwa hidup terus berjalan.* [Mondoweiss|Sahabat Al-Aqsha]