Hidayatullah.com–Mesir hari Rabu membuka gerbang perbatasan Rafah selama tiga hari, satu-satunya pintu yang menghubungkan Gaza, yang telah diblokade penjajah Israel sudah 11 tahun ini.
Keputusan pembukaan sementara gerbang perbatasan Rafah itu diumumkan oleh Kedutaan Besar Palestina di Kairo.
“Pihak berwenang Mesir memutuskan untuk membuka dua jalur gerbang perbatasan Rafah selama tiga hari mulai besok (Rabu),” tulis pernyataan Kedutaan Besar Palestina di Kairo dikutip Anadolu Agency.
Pintu depan akan terbuka di kedua arah dan masuk selama tiga hari, mulai hari ini hingga Sabtu.
Duta Besar Palestina di Kairo, Diab Al-Louh berterima kasih kepada Presiden Mesir Abdul Fattah Al-Sisi.
Penjajah Israel telah memberlakukan pengepungan pada rakyat Gaza selama 11 tahun yang didukung Rezim Mesir dengan menutup perbatasan satu-satunya yang menghubungkan kedua Negara tersebut.
Sebagaimana diketaui, penjajah Israel mengendalikan enam dari tujuh gerbang perbatasan yang digunakan untuk aktivitas keluar masuk Gaza, sementara satu lainnya, gerbang perbatasan Rafah berada di bawah kendali Mesir.
Israel menutup empat gerbang perbatasan komersial dari enam gerbang perbatasan yang berada di bawah kendalinya setelah Hamas berhasil memenangkan Pemilu dan dipercaya mayoritas masyarakat pada Juni 2007.
Pasca kudeta militer pada tahun 2013, pemerintah Mesir justru menutup penuh gerbang perbatasan Rafah.
Dua gerbang perbatasan lainnya, Erez, digunakan untuk aktivitas keluar masuk pemegang paspor asing, pasien, dan pengusaha ke Tepi Barat, sementara gerbang perbatasan Karm Abu Salem digunakan untuk keluar masuk beberapa produk komersial, tulis Anadolu.
Sekitar 45 persen penduduk Jalur Gaza yang berjumlah 1,8 juta merupakan anak-anak berusia 14 tahun atau lebih muda. Populasi terbanyak adalah generasi muda, rata-rata berusia 18 tahun.
Sanksi penjajah zionis selama 11 tahun ini melahirkan kemiskinan dan menghubungkan orang-orangnya dengan dunia luar.
Agensi Pekerjaan dan Pemulihan PBB untuk Pengungsi Palestina di Timur Dekat (UNRWA) tahun 2016 menyatakan, blokade dan serangan-serangan ‘Israel’ atas Jalur Gaza berdampak merusak psiko-sosial anak-anak Palestina dan para pengungsi.
Survey UNRWA mengungkap bahwa 55 persen pasien yang mendatangi pusat-pusat kesehatan UNRWA menunjukkan kesehatan psiko-sosial yang buruk, dan 70 persen teridentifikasi berpotensi depresi.
Gejala-gejala paling umum yang dialami anak-anak adalah: mimpi buruk, gangguan makan, rasa takut yang intens, dan mengompol.
Gaza kehilangan kemampuan untuk mengatasi kondisi yang kian memburuk, ditandai dengan tingkat kekerasan tinggi dan merosotnya perekonomian.*/Nashirul Haq AR