Hidayatullah.com—Ulama Baitul Maqdis, melarang rakyat Palestina menerima pembayaran kompensasi atas tanah yang dirampas rezim teroris Israel di wilayah itu.
Mufti Besar Baitul Maqdis (Yerusalem), Syeikh Mohammad Hussein menjelaskan, penerimaan uang kompensasi atas tanah yang dirampas Israel, dianggap seperti mengizinkan penghapusan hak Palestina dan pendudukan Israel di negara bersangkutan, kutip Middle East Monitor (MEMO).
“Palestina adalah tanah wakaf. Oleh karena itu, dilarang untuk menjual bagian apapun kepada musuh, karena menurut hukum Islam, itu adalah milik umum dan bukan milik pribadi, “katanya.
Pada saat yang sama, Syeikh Mohammad menyerukan orang-orang Palestina yang tertindas berakibat dirampasnya tanah dan harta mereka untuk tetap bersabar dengan tindakan brutal rezim penjajah Zionis.
Baca: Syeikh Ikrimah: Jual Tanah Palestina pada Yahudi Termasuk Penghinatan Agama
Pada bulan April, Dinas Intelijen Umum Palestina di Ramallah menangkap jaringan pialang yang bertanggung jawab menjual tanah Palestina kepada penjajah Israel.
Badan intelijen mendesak warga Palestina untuk berhati-hati tentang setiap kontrak penjualan yang melibatkan kepemilikan tanah.
Tahun lalu, Syeikh Muhammad Husain juga telah mengeluarkan fawat mengharamkan warga Palestina di Baitul Baqdis, Tepi Barat, dan Jalur Gaza menjual tanah mereka ke orang Yahudi atau non-muslim lainnya.
“Siapa saja menjual tanahnya ke musuh atau menerima kompensasi atas tanahnya, berarti telah berbuat dosa,” kata Husain dalam fatwanya.
Baca: Mufti Palestina Serukan Boikot Negara yang Akui Baitul Maqdis Ibu Kota Israel
Fatwa ini, menurut sumber-sumber Palestina, untuk menanggapi undang-undang baru disahkan Knesset (parlemen Israel) mengizinkan warga Yahudi membeli lahan di Area C dari Tepi Barat.
Beleid itu diajukan oleh anggota Knesset dari Partai Bayit Yehudi Bezalel Smotrich, bertujuan untuk mengubah sebuah undang-undang dikeluarkan pemerintah Yordania pada 1953 melarang orang Asing dan non-Arab membeli tanah di Tepi Barat.
Husain memperingatkan warga Palestina melanggar fatwanya termasuk kaum kafir dan ingkar terhadap Tuhan, Islam, dan tanah airnya.
Sebelum ini, fatwa yang diterbitkan pada 15 Jumadil Akhirah 1417 H atau 25 Oktober 1996 menegaskan bahwa menjual tanah dan bangunan kepada musuh maupun brokernya haram menurut agama, dan telah keluar dari Islam.*