Hidayatullah.com—‘Israel’ pada Rabu (02/09/2020) memutuskan untuk menahan jenazah semua pejuang Palestina yang syahid dalam upaya perlawanan, sebuah langkah yang dikecam oleh kelompok hak asasi sebagai “barbar”.
Sebelum keputusan tersebut, yang disetujui oleh kabinet keamanan pemerintah, ‘Israel’ hanya menahan jenazah pejuang dari Hamas, yang memimpin di Gaza.
Kebijakan baru tersebut akan membuat ‘Israel’ tidak mengembalikan seluruh jenazah warga Palestina yang syahid selama atau sebagai akibat dari perlawanan terhadap negara penjajah tersebut.
Menteri Pertahanan ‘Israel’ Benny Gantz menyambut baik keputusan kabinet, yang menurutnya adalah bagian dari kampanye “pencegahan” yang lebih luas, dilansir oleh Arab News.
“Tidak mengembalikan tubuh ‘teroris’ adalah bagian dari komitmen kami untuk keselamatan warga ‘Israel’, dan tentu saja untuk mengembalikan anak laki-laki itu ke rumah,” katanya, merujuk pada sisa-sisa dua tentara ‘Israel’ yang ditahan oleh Hamas di Gaza sejak perang tahun 2014.
Keputusan itu diambil dua hari setelah kesepakatan terakhir yang dimediasi oleh Qatar antara ‘Israel’ dan Hamas untuk mengakhiri lebih dari tiga minggu agresi di perbatasan.
Tentara ‘Israel’ telah melakukan serangan terhadap Gaza hampir setiap hari sejak 6 Agustus dalam apa yang dikatakannya sebagai tanggapan terhadap balon pembakar dan, lebih jarang, roket yang diluncurkan ke ‘Israel’ selatan.
Kelompok hak asasi Adalah menyebut keputusan ‘Israel’ sebagai “ekstrim, biadab dan ilegal”.
“Kebijakan menggunakan jasad manusia sebagai alat tawar-menawar melanggar nilai-nilai universal paling dasar dan hukum internasional yang melarang perlakuan kejam dan tidak manusiawi,” ungkap mereka dalam sebuah pernyataan.
‘Israel’ dan Mesir memberlakukan blokade di Gaza setelah Hamas memenagkan kepemimpinan pada tahun 2007. ‘Israel’ berdalih blokade diperlukan untuk mencegah Hamas memperluas persenjataannya, tetapi para kritikus melihatnya sebagai bentuk hukuman kolektif.
‘Israel’ dan Hamas telah berperang tiga kali dan beberapa pertempuran kecil sejak blokade itu diberlakukan.
Blokade tersebut telah mendorong ekonomi Gaza ke jurang kehancuran, membuat lebih dari setengah populasi menganggur, dan perang bertahun-tahun serta isolasi telah membuat sistem perawatan kesehatan tidak siap untuk mengatasi wabah besar.*