Hidayatullah.com | Baitul Maqdis adalah negeri barakah. Allah SWT menyebut keberkahan Baitul-Maqdis di empat surah dalam al-Qur’an:
وَنَجَّيۡنٰهُ وَلُوۡطًا اِلَى الۡاَرۡضِ الَّتِىۡ بٰرَكۡنَا فِيۡهَا لِلۡعٰلَمِيۡنَ
“Dan Kami selamatkan dia (Ibrahim) dan Luth ke sebuah negeri yang telah Kami barakahi untuk sekalian manusia.” (al-Anbiya’ [21]: 71).
وَلِسُلَيۡمٰنَ الرِّيۡحَ عَاصِفَةً تَجۡرِىۡ بِاَمۡرِهٖۤ اِلَى الۡاَرۡضِ الَّتِىۡ بٰرَكۡنَا فِيۡهَاؕ وَكُنَّا بِكُلِّ شَىۡءٍ عٰلِمِيۡنَ
“Dan (telah Kami tundukkan) untuk Sulaiman angin yang sangat kencang tiupannya yang berhembus dengan perintahnya ke negeri yang telah kami barakahi…” (al-Anbiya’ [21]: 81).
وَجَعَلۡنَا بَيۡنَهُمۡ وَبَيۡنَ الۡقُرَى الَّتِىۡ بٰرَكۡنَا فِيۡهَا قُرًى ظَاهِرَةً وَّقَدَّرۡنَا فِيۡهَا السَّيۡرَ ؕ سِيۡرُوۡا فِيۡهَا لَيَالِىَ وَاَيَّامًا اٰمِنِيۡنَ
“Dan Kami jadikan antara mereka dan antara negeri-negeri yang Kami limpahkan barakah kepadanya, beberapa negeri yang berdekatan dan Kami tetapkan antara negeri-negeri itu (jarak-jarak) perjalanan. Berjalanlah kamu di kota-kota itu pada malam hari dan siang hari dengan aman.” (Saba’ [34]: 18).
وَاَوۡرَثۡنَا الۡـقَوۡمَ الَّذِيۡنَ كَانُوۡا يُسۡتَضۡعَفُوۡنَ مَشَارِقَ الۡاَرۡضِ وَمَغَارِبَهَا الَّتِىۡ بٰرَكۡنَا فِيۡهَا ؕ وَتَمَّتۡ كَلِمَتُ رَبِّكَ الۡحُسۡنٰى عَلٰى بَنِىۡۤ اِسۡرَاۤءِيۡلَۙ بِمَا صَبَرُوۡا ؕ وَدَمَّرۡنَا مَا كَانَ يَصۡنَعُ فِرۡعَوۡنُ وَقَوۡمُهٗ وَمَا كَانُوۡا يَعۡرِشُوۡنَ
“Dan Kami pusakakan kepada kaum yang telah ditindas itu, negeri-negeri bahagian timur bumi dan bahagian baratnya yang telah Kami beri barakah padanya. Dan telah sempurnalah perkataan Tuhanmu yang baik (sebagai janji) untuk kekhalifahan Israil disebabkan kesabaran mereka. Dan Kami hancurkan apa yang telah dibuat Fir’aun dan kaumnya dan apa yang telah dibangun mereka.” (al-A’raf [7]: 137).
سُبۡحٰنَ الَّذِىۡۤ اَسۡرٰى بِعَبۡدِهٖ لَيۡلًا مِّنَ الۡمَسۡجِدِ الۡحَـرَامِ اِلَى الۡمَسۡجِدِ الۡاَقۡصَا الَّذِىۡ بٰرَكۡنَا حَوۡلَهٗ لِنُرِيَهٗ مِنۡ اٰيٰتِنَا ؕ اِنَّهٗ هُوَ السَّمِيۡعُ الۡبَصِيۡرُ
“Mahasuci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil-Haram ke Masjidil-Aqsha yang telah Kami barakahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami…” (al-Isra’ [17]: 1).
Empat ayat pertama berkaitan dengan masa sebelum Islam. Baitul-Maqdis disebut sebagai al-ardh al-lati barakna fiha (tanah atau negeri yang telah Kami karuniai barakah). Ini mengacu pada keseluruhan negeri yang telah dikaruniai barakah, yang dapat didefinisikan batas-batasnya secara geografis.
Ayat yang kelima berkaitan dengan peristiwa Isra’ Mi’raj. Masjid al-Aqsha disebut al-ladzi barakna hawlahu (yang telah Kami lingkari/lingkupi dengan barakah). Hal ini mengacu pada titik pusat sebuah negeri yang dilingkari barakah, yang akan sulit atau bahkan tidak mungkin didefinisikan (kawasannya) secara geografis.
Ringkasnya, empat ayat yang pertama mengacu pada kawasan Baitul-Maqdis, sementara ayat kelima mengacu pada pusat barakah di Baitul-Maqdis, yakni Masjid al-Aqsha.
Allah SWT juga berfirman bahwa barakah terdapat di Ka’bah:
اِنَّ اَوَّلَ بَيۡتٍ وُّضِعَ لِلنَّاسِ لَـلَّذِىۡ بِبَكَّةَ مُبٰرَكًا وَّهُدًى لِّلۡعٰلَمِيۡنَۚ
“Sesungguhnya rumah yang mula-mula ditegakkan untuk (tempat beribadah) manusia ialah Baitullah di Bakkah (Makkah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia.” (Ali ‘Imran [3]: 96).
Dengan demikian, barakah di Makkah itu terdapat di Ka’bah, sementara di Baitul-Maqdis barakah itu melingkupi Masjid al-Aqsha.
Istimewa Sejak Nabi Adam
Allah SWT menurunkan Adam AS ke bumi untuk menjadi khalifah dan menyebarkan risalah tauhid kepada manusia. Selama ribuan tahun, risalah ini diantarkan sebagai suatu kesatuan oleh semua Nabi dan Rasul sesudah Adam dan sebelum Muhammad ﷺ. Ka’bah di Makkah dan Masjid al-Aqsha di Baitul-Maqdis adalah dua tonggak penting penyampaian risalah tersebut.
Di masa lalu, Baitul-Maqdis adalah markas para Nabi dan Rasul seperti Nabi Dawud, Nabi Sulaiman, dan Nabi ‘Isa AS. Maryam, ibunda ‘Isa, dinazarkan oleh ibunya, istri Imran, untuk beribadah menyembah Allah SWT di Baitul-Maqdis. Di sinilah, di mihrabnya, Maryam dikunjungi oleh Jibril AS yang mengabarkan akan kelahiran ‘Isa.
Nabi Ibrahim AS yang dilahirkan di tepi sungai Eufrat (Iraq) berdakwah di sana sampai turun perintah berhijrah ke negeri Syam. Dari sini dia menuju Mesir. Penindasan Fir’aun mendorongnya untuk melakukan perjalanan lagi ke Baitul-Maqdis. Lalu dia membangun Ka’bah bersama anaknya, Ismail AS. Dengan anaknya yang seorang lagi, Ishaq AS, Ibrahim membangun kembali Masjid al-Aqsha.
Allah SWT mengirim Musa AS kepada Bani Israil dan membebaskan mereka dari penindasan Fir’aun. Sesudah selamat meninggalkan Fir’aun yang tenggelam di laut, Musa memerintahkan kepada Bani Israil:
يٰقَوۡمِ ادۡخُلُوا الۡاَرۡضَ الۡمُقَدَّسَةَ الَّتِىۡ كَتَبَ اللّٰهُ لَـكُمۡ وَلَا تَرۡتَدُّوۡا عَلٰٓى اَدۡبَارِكُمۡ فَتَـنۡقَلِبُوۡا خٰسِرِيۡنَ
“Hai kaumku, masuklah ke tanah suci (Baitul-Maqdis) yang telah ditentukan Allah bagimu, dan janganlah kamu lari ke belakang (karena takut kepada musuh), maka kamu menjadi orang-orang yang merugi.” (al-Ma’idah [5]: 21).
Kaki Bani Israil belum kering dari air laut yang menenggelamkan Fir’aun, namun mereka sudah membangkang dan menjawab:
فَاذۡهَبۡ اَنۡتَ وَرَبُّكَ فَقَاتِلَاۤ اِنَّا هٰهُنَا قَاعِدُوۡنَ
“Pergilah kamu dan Rabb-mu (ke Baitul-Maqdis yang saat itu dikuasai kaum Jabbabirah yang bertubuh raksasa) dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami duduk menanti di sini saja.” (al-Ma’idah [5]: 24).
Allah SWT kemudian menghukum dan mengusir mereka dari Baitul-Maqdis selama 40 tahun. Mereka terpaksa berputar-putar dalam kebingungan di Padang Tih sampai Allah turunkan generasi baru yang taat kepada Allah.
Generasi baru itu kemudian memasuki Baitul-Maqdis untuk berjihad di bawah pimpinan Nabi Yusa bin Nun AS –satu-satunya manusia yang untuknya Allah hentikan matahari tenggelam agar bisa terus berjihad dan merebut Baitul-Maqdis sebelum masuknya waktu Sabath.
Nabi Dawud AS bermarkas di Baitul Maqdis. Putranya, Sulaiman AS, menyelesaikan pembangunan Baitul-Maqdis dan meminta kepada Allah tiga hal. Salah satunya: Siapapun yang berangkat dari rumahnya dengan keinginan untuk shalat di Masjid al-Aqsha, maka dia akan keluar dari masjid dalam keadaan bebas dari dosa sebagaimana saat dilahirkan ibunya.
Kata Rasulullah ﷺ, “Dua permintaan Nabi Sulaiman dikabulkan Allah, dan aku berharap semoga yang ketiga itu juga demikian.” (Sunan Ibnu Majah, shahih).
Bani Israil kemudian melakukan dosa besar lagi, menyembah berhala. Allah SWT lalu menghukum mereka dengan hadirnya penguasa kejam yang menghancurkan Masjid al-Aqsha tahun 587 SM dan menangkapi anak-anak Bani Israil.
Allah SWT kemudian mengutus Nabi Danial dan akhirnya mengampuni Bani Israil serta mengizinkan mereka kembali ke Baitul-Maqdis. Allah juga mengutus nabi-nabi lain yang akhirnya dibunuhi juga, termasuk Yahya dan ‘Isa AS. Hingga tibalah waktunya Nabi Muhammad ﷺ diutus untuk seluruh alam dan terjadi peristiwa Isra’ Mi’raj.
Rasulullah ﷺ diperjalankan oleh Allah SWT dari Masjidil-Haram ke Masjid al-Aqsha. Beliau memimpin shalat dua rakaat semua Nabi dan Rasul, lalu naik ke langit menuju Sidratul-Muntaha dan menerima perintah shalat, kemudian turun lagi ke Baitul-Maqdis, dan akhirnya diperjalankan pulang ke Makkah.*
Ditulis oleh tim Institut al-Aqsa untuk Riset dan Perdamaian (ISA) (Majalah Suara Hidayatullah edisi Agustus 2018)