Hidayatullah.com—Mesir menjamu pejabat ‘Israel’ dan Palestina pada Ahad (19/3/2023) di kota resor Sharm al-Sheikh dalam upaya yang didukung oleh Amerika Serikat (AS) dan Yordania untuk meredakan konflik di Tepi Barat menjelang Ramadhan.
Pertemuan lima arah itu menyusul KTT pimpinan AS di Yordania, yang pertama dari jenisnya, di mana Israel dan Palestina berjanji untuk meredakan ketegangan tetapi ditentang oleh faksi di kedua sisi dan gagal mengakhiri kekerasan di Tepi Barat.
Pertemuan di Sharm al-Sheikh “bertujuan untuk mendukung dialog antara Palestina dan Israel untuk bekerja menghentikan tindakan sepihak dan eskalasi kekerasan, selain untuk memutus siklus kekerasan yang sedang berlangsung dan mencapai perdamaian,” menurut sebuah pernyataan dari Mesir. Kementerian Luar Negeri.
Ini memiliki potensi untuk “memfasilitasi pembentukan lingkungan yang sesuai untuk melanjutkan proses perdamaian,” tambahnya.
Palestina ini mengambil hak nya yang hamper 75 tahun dirampas penjajah. Ketika Al-Quds Timur diduduki oleh zionis tahun 1967, penduduk Palestina yang bermukim didalamnya tidak diberi kewarganegaraan ‘israel’, tetapi mereka diberi status “penduduk tetap”, meskipun di mata dunia internasional zionis telah mengambil alih kekuasaan atas kota itu secara ilegal.
Sesudah melakukan sensus, sejumlah besar penduduk kota Al-Quds tidak diakui hak-haknya dan dianggap ‘absen’ karena tidak berada di kota itu saat diduduki. Padahal seluruh dunia mencatat, sejumlah besar warga Palestina telah diteror dengan kekerasan, dipaksa meninggalkan kota tersebut.
Dalam beberapa tahun terakhir, bentrokan terjadi antara polisi penjajah dan warga Palestina di sekitar Masjid Al-Aqsa pada puncak Ramadhan, yang jatuh pada Paskah Yahudi dan perayaan Paskah tahun ini.*