Hidayatullah.com – Kepala Staf Tentara Pendudukan ‘Israel’ Herzi Halevi dan Menteri Pertahanan Yoav Gallant mendesak Perdana Menteri Benjamin Netanyahu untuk segera menyepakati perjanjian gencatan senjata, menurut sejumlah media lokal.
Surat kabar The Jerusalem Post pada melaporkan bahwa pasukan ‘Israel’ ingin segera melakukan gencatan senjata di Gaza dan Lebanon karena meyakini bahwa tidak banyak yang bisa dicapai secara militer dan frustasi dengan jatuhnya korban jiwa setiap hari.
Surat kabar tersebut mengungkapkan bahwa kedua petinggi militer ‘Israel’ itu meningkatkan tekanan pada Netanyahu untuk mencapai kesepakatan gencatan senjata di Gaza, dengan harapan dapat mengembalikan 101 tawanan ‘Israel’ yang masih hidup dan yang telah meninggal di Gaza.
“Waktu adalah hal yang penting untuk mengembalikan para sandera, yang sebagian besar pejabat sekarang setuju bahwa hal itu hanya akan terjadi, jika ada, melalui kesepakatan dengan Hamas,” ujar pernyataan bersama Halevi dan Gallant yang disampaikan pada upacara kelulusan tentara pada Kamis.
Desakan untuk menerima gencatan senjata kepada Netanyahu ini muncul setelah Radio Angkatan Darat ‘Israel’ mengkonfirmasi tewasnya 87 pemukim ‘Israel’ pada bulan Oktober, termasuk 64 perwira, tentara dan personil keamanan, serta 23 pemukim.
Radio itu juga mencatat bahwa mereka yang tewas di berbagai medan dengan bermacam sebab seperti serangan anti-rudal, rentetan roket, bentrokan atau konfrontasi dan operasi di medan perang.
Pasukan penjajahan ‘Israel’, yang didukung oleh Amerika Serikat dan Eropa, terus melanjutkan serangannya ke Jalur Gaza, baik serangan darat maupun serangan udara yang keji.
Pesawat-pesawat tempur ‘Israel’ mengebom rumah sakit, gedung-gedung dan rumah-rumah warga sipil Palestina, menghancurkannya di atas kepala para penghuninya. Penjajah ‘Israel’ juga mencegah masuknya pasokan air, makanan, obat-obatan dan bahan bakar.
Perang genosida ini telah menewaskan dan melukai sekitar 145.000 warga Palestina, sebagian besar perempuan dan anak-anak. Lebih dari 10.000 orang diyakini hilang di tengah kehancuran besar-besaran dan kelaparan dalam salah satu bencana kemanusiaan terburuk di dunia.*