Hidayatullah.com—Gerakan Perlawanan Islam (Hamas) membebaskan dua tentara ‘Israel’ hari Sabtu (22/2/2024) ini setelah sepuluh tahun ditawan, tanpa ada usaha serius pihak ‘Israel’ untuk membebaskan.
Pihak penjajah ‘Israel’ bahkan mengabaikan kedua tentara tersebut karena diskriminasi rasial, demikia lapor Quds News Network (QNN).
Dua tentara itu adalah Avera Mengistu dan Hisham Al-Sayed tetap yang telah ditawan di Gaza selama 10 tahun. Tidak seperti tentara ‘Israel’ lainnya, pejajah mereka tidak melakukan banyak hal untuk membawa mereka pulang.
Mengistu, adalah seorang Yahudi Ethiopia, menyeberang ke Gaza pada tahun 2014. Sedang Al-Sayed, seorang warga negara Palestina bermukim di ‘Israel’, ditangkap pejuang pada tahun 2015.
Selama bertahun-tahun, nama Mengistu nyaris tidak muncul di media ‘Israel’. Keluarganya menuduh pemerintah melakukan diskriminasi rasial.
Tidak seperti tentara ‘Israel’ bernama Gilad Shalit, yang dibebaskan dalam pertukaran tahanan dan menarik perhatian publik, kedua tentara ini diabaikan penjajah. ‘Israel’ bahkan tidak pernah memprioritaskan mereka dalam negosiasi.
Hari ini, Hamas akhirnya membebaskan Mengistu dan seorang tentara lainnya, Tal Shoham, dalam pertukaran tawanan terbaru.
Kasus Al-Sayed bahkan lebih buruk lagi. Awalnya, keluarganya tidak tahu apa yang terjadi padanya. Baru beberapa tahun kemudian rekaman keamanan mengonfirmasi bahwa ia telah menyeberang ke Gaza.
Pada tahun 2022, Hamas merilis video yang memperlihatkan kesehatannya yang memburuk. Bahkan saat itu, ‘Israel’ tidak melakukan apa pun, lapor Middle East Monitor (MEMO).
‘Israel’ mengabaikan ras hitam
Perlu diketahui, Avera Mengistu lahir pada tanggal 22 Agustus 1986 di Ethiopia. Ia berimigrasi ke ‘Israel’ pada usia lima tahun sebagai bagian dari “Operasi Solomon” bersama keluarganya.
Ia tumbuh di Ashkelon dalam keluarga yang beranggotakan 12 orang, dan tinggal selama bertahun-tahun di sebuah apartemen satu kamar.
Suatu ketika, saat di tawan Hamas, rekamannya muncul ke publik.
“Sampai kapan saya akan ditawan? Setelah bertahun-tahun, di manakah negara dan rakyat ‘Israel’?” Itulah kata-kata yang diucapkan dalam bahasa Ibrani yang diyakini sebagai Avera Mengistu.
Rekaman video Mengistu, yang tampak gugup tetapi menyerukan pada warga negaranya untuk mengakhiri penahanannya selama 9 tahun, sebagian besar mengakhiri spekulasi di ‘Israel’ tentang apakah tentara itu masih hidup atau mati.
Selain Mengistu, Hamas dan kelompok pejuang Gaza lainnya telah berpengalaman menyekap tawanan ‘Israel’. Di antara mereka adalah Ghilat Shalit, Hisham Al-Sayed, Hadar Goldin dan Oron Shaul.
Bedanya dengan Gilat Shalit, yang berkulit putih dan memegang kewarganegaraan ganda ‘Israel’-Prancis, Mengistu dan Al-Sayed masing-masing adalah Yahudi Ethiopia dan Badui.
Meskipun tidak ada pejabat ‘Israel’ yang akan mengakui hal ini secara terbuka, sejaui ini ‘Israel’ tidak berusaha menyelamatkan dua orang yang bukan anggota kelompok Yahudi Ashkenazi yang dikenal dominan, atau bahkan dari kelompok Yahudi Sephardic atau Mizrahi yang kurang beruntung secara sosial.
Seorang mantan pejabat militer ‘Israel’, Kolonel Moshe Tal, bahkan tanpa berbasa-basi dalam wawancara radio nasional ‘Israel’ pernah mengatakan bahwa Mengistu dan Al-Sayed adalah prioritas rendah bagi publik “karena ras mereka”, kutip Haaretz.
“Jika kita berbicara tentang dua warga negara lain dari latar belakang dan status sosial ekonomi yang berbeda… jumlah perhatian akan berbeda,” kata Tal. Berbeda dengan cerita Shalit, “perhatian pemerintah terhadap kasus ini (dan) denyut nadi media, mendekati nol.”
Kelompok hak asasi manusia telah mengecam ‘Israel’ beberapa kali karena aksi diskriminasi terhadap kebebasan kedua sandera tersebut, menuduh ‘Israel’ bersikap pilih kasih terhadap ras.
Saat ini jumlah orang Yahudi Ethiopia di ‘Israel’ sekitar 170.000, yang bukanlah konstituen politik yang penting dalam masyarakat yang sangat terpecah dan terpolarisasi.
Sebagian besar dari mereka adalah imigran atau keturunan imigran yang tiba di ‘Israel’ antara tahun 1980 dan 1992. Meskipun mereka masih dikenal sebagai Falasha, mereka terkadang disebut dengan nama yang lebih bermartabat, yaitu ‘Beta ‘Israel’’, atau ‘Keluarga ‘Israel’’.
Hari Sabtu ini, kelompok pejuang Palestina Hamas telah menyerahkan lima sandera ‘Israel’ kepada Palang Merah Internansional (ICRC) di dua tempat yang ditentukan di Gaza berdasarkan perjanjian gencatan senjata Gaza, sementara itu Hamas akan menyerahkan sandera keenam terlalu cepat.
Pertukaran tawanan-sandera antara Hamas dan penjajah ‘Israel’ hari Sabtu ini adalah pertukaran ketujuh dalam fase pertama perjanjian gencatan senjata Gaza. Kelompok Palestina menunjuk dua lokasi penyerahan: satu di Rafah, bagian selatan daerah kantong yang dikepung, dan satu lagi di Nuseirat, Gaza tengah.*