Hidayatullah.com–Sejak Januari, gerakan Boikot, Divestasi dan Sanksi (BDS) yang menyerukan isolasi ekonomi dan kebudayaan Israel hingga negara itu mematuhi hukum internasional atas hak Palestina, telah memperlihatkan hasil.
Pada Januari, Persatuan Gereja Methodist –melalui Dewan Pensiun dan Manfaat Kesehatan Gereja Methodist Amerika (GBPHB)– mengumumkan keputusannya untuk mencabut investasi dari lima bank Israel yang mereka katakan gagal dalam memenuhi kriteria investasi 2015 dalam hal hak asasi manusia dan kelebihan resiko.
Menurut GBPHB, saham di Bank Hapoalim, Bank Leumi, First Internasional Bank of Israel, Israel Discount Bank, dan Mizrahi Tefahit Bank telah dijual karena keterlibatan finansial mereka dalam pemukiman Yahudi Israel di Tepi Barat.
Aljazeera menemui Colette Nies, salah satu direktur GBPHB, yang menolak untuk berkomentar lebih lanjut tentang pencabutan investasi dan menunjuk pada beberapa siaran pers yang menekankan bahwa Gereja Methodist, aliran utama gereja Protestan terbesar di AS dengan 13 juta anggota, “tidak mencabut investasi” dari Israel sepenuhnya.
Sebuah unsur budaya
Langkah GBPHB masih disambut gembira oleh aktivis BDS di seluruh AS, yang melihat sebuah gelombang perubahan dalam perlawanan aktivis AS terhadap keadilan Palestina.
“Ketika kami mulai berdemonstrasi dalam dukungan pada Palestina dengan menyeru untuk BDS, kemenangan sebenarnya saar BDS disebutkan dalam pers. Sekarang, gerakan ini membuat dampak yang nyata,” kata Ethan Heitner, seorang kartunis politik dan aktivis, dalam sebuah wawancara dengan Aljazeera. Dia bekerja dengan Adalah-NY, semua anggota merupakan sukarelawan yang bersama melakukan aksi untuk mendukung BDS Palestina.
Dia melihat, dalam waktu dekat, sebuah akhir dari penjajahan Israel. “Kita makin dekat setiap harinya, ” ujarnya dikutip Aljazeera, Selasa (01/03/2016).
Adalah-NY merupakan sebuah koalisi dari organisasi yang berkampanye melawan kebijakan Israel sejak 2006, selama perang terakhir dengan militan di Libanon, Hizbullah. Koalisi ini tanpa hirarki/kepemimpinan bertingkat, dan telah aktif mengorganisir protes jalanan dan aksi lainnya.
“Setiap pekerja budaya memiliki panggung, dan mereka berbicara pada tingkat narasi. Mereka tidak tahu bagaimana berbicara dalam bahasa buku-buku atau kepentingan,” ujar Bagi Heitner, seniman yang sangat ingin memajukan gerakan ini.
Diantara mereka yang mendorong agar para pekerja seni dan organisasi-organisasi internasional mengambil sikap melawan pelanggaran hak asasi manusia Israel. Sebagai contohnya, Adalah-NY merupakan bagian dari koalisi besar yang beraksi melawan peran ganda aktris Scarlett Johansson sebagai duta untuk Oxfam, sebuah kelompok hak asasi Inggris yang bekerja mencari solusi kemiskinan dan ketidakadilan di seluruh dunia, dan juru bicara untuk SodaStream, sebuah perusahaan soda dengan pabrik di Tepi Barat.
“Nyatanya, Johansson memilih SodaStream tetapi dia dipaksa untuk membuat prioritasnya diketahui,” kata Heitner, merujuk pada keputusan Johansson mundur dari posisinya di Oxfam setelah kelompok itu meminta dia memilih antara iklan dan hak asasi manusia.
Sekarang, Adalah-NY sedang berfokus pada hubungan antara miliader berlian Lev Leviev dan bintang pop Taylor Swift.
Dukungan perusahaan Afrika-Israel Leviev diketahui telah ikut andil dalam pembangunan pemukiman ilegal di Tepi Barat, dan telah dituduh melanggar hak asasi manusia melalui kegiatan penambangan perusahaanya di negara yang kaya berlian Angola.
Swift terlihat menggenakan berlian Leviev pada September 2015 dalam pemotretan untuk Vanity Fair. Penyanyi itu tidak merespon seruan aktivis BDS untuk menjauhi dirinya dari Leviev.
Sebagai responnya, anggota Adalah-NY melakukan protes di luar tempat Leviev New York, sembari menyanyikan lagu Swift dengan lirik yang diubah menjadi versi pro-BDS.
Salah satu alasan boikot budaya sangat penting bagi getakan BDS adalah karena boikot itu tepat mengenai pusat dari publik Israel.
“Lingkup budaya merupakan sesuatu yang sangat dekat dan bernilai dalam lingkungan Israel,” Heitner melanjutkan. “Setiap kali seorang seniman/artis memilih untuk memboikot … Hal itu menyebabkan Israel memperhatikan isolasi yang pelan-pelan mengelilingi Israel karena pelanggaran hak asasi mereka.”*/Nashirul Haq AR