Hidayatullah.com–Meski bertajuk Konferensi Internasional Pembebasan al-Quds dan Palestina, nama Suriah kerap disebut-sebut dalam acara yang berlangsung selama dua hari (4 – 5 Juli 2012) di Bandung ini. Suriah yang dilanda konflik sejak lebih dari setahun lalu ini memang bagian dari negeri Syam yang meliputi Palestina, Libanon, dan Yordania.
Namun, banyaknya pendapat soal hakikat konflik di Suriah membuat terpecahnya sikap umat Islam dalam memahami dan menyikapinya. Sebagian mendukung turunnya rezim Syiah Nushairiyah pimpinan Presiden Basyar Assad. Sebagian malah mendukung Assad yang dengan gamblang telah membunuhi belasan ribu rakyatnya demi tetap berkuasa.
Di sela sarapan pagi, hidayatullah.com mewawancarai Dr. Daud Abdullah, pengamat Timur Tengah dari lembaga Middle East Monitor London. Daud Abdullah pernah aktif sebagai pengurus teras Muslim Council of Britain dan juga pernah menjadi dosen di Universitas London.
Ditemani segelas jus jambu, dua potong roti croissant dan telur dadar, Dr. Daud menjawab pertanyaan-pertanyaan dengan lugas. Berikut petikan wawancaranya.
Apa yang sebenarnya terjadi di Suriah? Apakah pertentangan antara Sunni – Syiah atau konflik politik internasional?
Awal revolusi di Suriah dipicu oleh tuntutan perubahan, yakni rakyat menginginkan pergantian rezim. Namun, rezim pimpinan Basyar Assad merespon dengan brutal.
Mereka menangkapi dan menculik para pemrotes, membunuh mereka, memotong bagian tubuh mereka, bahkan menyiksa sampai mati anak-anak yang ikut dalam demonstrasi.
Namun, karena rezim Suriah didominasi penganut Syiah Alawiyah -sekte minoritas di tengah mayoritas Sunni di Suriah- maka konflik sektarian tidak bisa dielakkan.
Mengapa Syiah yang minoritas bisa begitu kuat menekan rakyatnya yang mayoritas Sunni?
Karena hampir semua lini pemerintahan dan militer dikuasai oleh kaum Alawiyah, sekte Syiah yang dianut oleh Basyar Assad. Badan intelijen Suriah juga dipenuhi kaum Alawiyah.
Pergolakan menentang Assad sudah berlansung lebih dari setahun, korban sudah mencapai 14000 orang lebih, mengapa Assad masih bertahan?
Yang pertama, karena kekejaman dan kebrutalan tentara Assad terhadap rakyatnya sendiri.
Dan, yang perlu diketahu, keadaan di Suriah berbeda dengan di Libya. Di Libya, hampir tidak ada negara besar yang menolak intervensi militer asing untuk menjatuhkan Qadhafy. Bahkan, pihak oposisi, National Transition Council yang berpusat di Benghazi sudah mendapat pengakuan Barat sejak awal pergolakan saat Qaddafy masih berkuasa.
Hal lainnya, koalisi oposisi di Suriah juga tidak terlalu solid, atau tidak sesolid di Libya. Banyak fragmen di dalam kubu oposisi, yakni SNC. Bantuan senjata dari luar untuk kubu oposisi juga sangat sedikit.
Tapi di Suriah, masih banyak pihak yang menginginkan Assad tetap berkuasa.
Maksud Anda Rusia dan China?
Iya, Rusia dan China. Tapi juga ada kepentingan Iran di sana. Kalau Cina dan Rusia lebih kepada kepentingan bisnis dan geopolitik.
Cina dan Rusia pemasok utama senjata ke Suriah sejak lama. Nilai perdagangan itu mencapai miliyaran US Dollar. Selain itu, Rusia hanya punya satu akses dari sekian banyak pelabuhan di kawasan Laut Mediterania. Dan pelabuhan itu berada di Suriah. Jika Assad jatuh, besar kemungkinan Rusia akan kehilangan akses sama sekali.
Apakah ideologi sosialis partai Baats yang dianut rezim Assad juga menjadi sebab China dan Rusia dukung Assad?
Iya, tentu saja. Hal itu telah diwarisi Basyar dari ayahnya Hafizh Assad.
Apakah ada bisnis selain senjata antara Suriah dengan China dan Rusia?
Hanya senjata. Dulu Suriah memang sempat mengekspor minyak ke Eropa, tapi sekarang tidak lagi.
Kembali ke Iran, apa kepentingan Iran atas Suriah?
Kedekatan rezim Assad dengan Iran jelas karena sama-sama menganut Syiah. Tapi Iran juga punya kepentingan lain, seperti untuk ekspor senjata.
Lainnya, posisi Suriah juga telah lama digunakan Iran untuk memasok logistik ke rekan Syiah Iran di Libanon yakni Hizbullah. Jika Assad tumbang dan diganti Sunni, jalur logistik ini akan terputus. Dan, Iran selalu menyalahkan negara-negara teluk akan hal tersebut.
Selain pasokan senjata, bentuk intervensi asing apa lagi yang muncul di Suriah?
Yang cukup serius soal banyaknya orang asing di Suriah yang tidak bisa berbahasa Arab, dan hanya bisa berbahasa Persia yakni bahasa negara Iran. Tapi itu adalah klaim-klaim yang dikeluarkan dari pihak oposisi.
Menurut pengamatan Anda, bagaimana sikap Israel dalam masalah Suriah?
Israel memang lebih banyak diam dalam hal gejolak di Suriah. Tapi, saya lihat Israel lebih senang Assad tetap berkuasa. Karena, sekitar 40 tahun belakangan ini, tidak ada bentrokkan berarti antara kedua pihak yang berbatasan di dataran tinggi Golan ini. Sama seperti Iran, Suriah juga belum memberikan ancaman yang berarti buat Israel.
Amerika, sekutu setia Israel, juga telah menawarkan bantuan untuk Assad dan kroninya untuk hengkang dan menawarkan suaka. Hanya, Assad menolak tawaran itu.
Presiden Mesir yang baru saja terpilih dikabarkan menolak ucapan selamat dari Assad, bahkan menolak mengakui keabsahan pemerintahan Assad yang dengan keji membunuhi ribuan rakyatnya sendiri. Apa pengaruhnya terhadap Assad?
Hmmm. (Daud Abdullah tersenyum beberapa saat sebelum menjawab). Yang jelas hal itu adalah sebuah ledakan besar. Segala hal yang terjadi di Mesir punya pengaruh besar di Timur Tengah.
Akankah Basyar Assad berakhir tragis seperti Muammar Qadhafy?
Iya, itu mungkin saja.*