Hidayatullah.com | “PERJUANGAN membebaskan Baitul-Maqdis tidak boleh berhenti hingga kawasan itu benar-benar merdeka. Seluruh umat Islam harus ikut andil di dalamnya. Baitul-Maqdis dan Masjidil-Aqsha bukan hanya milik orang Palestina, tapi milik umat Islam seluruh dunia!”
Gaya bicaranya tenang, namun menyimpan semangat menyala-nyala. Di usianya yang sudah mencapai 81 tahun, spirit perjuangannya tak pernah menurun. Itulah Syeikh Dr Ikrimah Said Shabri, MA, Imam dan Khatib Masjidil-Aqsha, Palestina.
Petikan kalimat di atas disampaikan Syeikh Ikrimah ketika memotivasi para peneliti dan cendekiawan dalam Simposium Internasional tentang Baitul-Maqdis di Ankara (Turki), Oktober 2019 lalu. Acara yang diselenggarakan oleh IslamicJerusalem Research Academy (ISRA) ini diikuti oleh ratusan peserta dari berbagai negara, seperti Turki, Palestina, Mesir, Maroko, Iraq, Libya, Malaysia, Indonesia, dan negara lain.
Perjuangan Baitul-Maqdis telah mendarah daging dalam diri Syaikh Ikrimah. Ia lahir, tumbuh, dan berkembang di Bumi Para Nabi (Palestina) itu. Juga tak pernah absen dalam dinamika perjuangan pembebasan Masjidil-Aqsha.
Dalam pengalaman dan kesaksian selama lebih dari delapan dasawarsa usianya kini, apa saja hal yang mengesankannya? Apa pula pesannya kepada para aktivis yang konsen dalam perjuangan Baitul-Maqdis?
Wartawan Hidayatullah.com Pambudi Utomo dan peneliti Institut al-Aqsha untuk Riset Perdamaian (ISA) Faris Irfanuddin merangkum penjelasan ulama lulusan Universitas al-Azhar Kairo ini untuk Anda.
Tulisan ini diolah dari wawancara khusus di sela-sela acara simposium, ditambah dengan petikan sambutan dan dialog Syaikh Ikrimah bersama para peneliti dan cendekiawan di sebuah kafe kopi di dekat Universitas Sains Sosial Ankara (ASBU). Cuaca di Ankara malam itu memasuki musim dingin, namun perbincangan dengan Syaikh Ikrimah terasa hangat.
Selamat membaca.
Bagaimana kabar terkini di Baitul-Maqdis?
Ada tiga istilah yang jika salah satu disebutkan maka mewakili dua yang lain, yaitu Palestina, Baitul-Maqdis dan al-Aqsha. Jika disebut Palestina, maka Baitul-Maqdis dan al-Aqsha masuk di dalamnya.
Hingga saat ini masih banyak terjadi penangkapan dan pembunuhan terhadap kaum Muslimin. Meskipun demikian, jumlah pejuang pembela Baitul-Maqdis di garis depan tidak akan berkurang, bahkan akan terus bertambah. Ini karena barakah dari Baitul-Maqdis.
Sebagai gambaran, pada tahun 1997, jumlah populasi di kota Baitul-Maqdis 70 ribu orang. Atas izin Allah SWT, hari ini jumlahnya mencapai 350 ribu orang alias bertambah 5 kali lipat.
Bagi kami, ribath (berjaga-jaga) di Masjidil-Aqsha adalah bagian dari membela aqidah. Oleh karena itu, para Murabithin dan Murabithat bersumpah akan terus menjaga Masjidil-Aqsha.
Istilah ribath adalah istilah jihad. Istilah ini tidak perlu diterjemahkan ke dalam bahasa apapun. Sama seperti istilah murabith dan murabithat, tidak perlu diterjemahkan.
Apa tantangan bagi para pejuang Baitul-Maqdis?
Di hadapan kita ada tantangan besar, yaitu tantangan untuk menghadapi riwayat-riwayat (buatan) “Israel”, Yahudi atau Zionis. Semua itu rekayasa dan tidak sesuai fakta, namun dikemas sedemikian rupa sehingga banyak dari masyarakat yang membenarkan riwayat-riwayat palsu itu. Mereka tertipu.
Penipuan itu terus-menerus dipromosikan sampai mempengaruhi sebagian besar negara-negara Arab. Oleh karena itu, kita sangat perlu untuk memperkuat riwayat-riwayat yang bersumber dari khazanah Islam melalui para peneliti dan cendekiawan. Selanjutnya kita sebarluaskan seluas mungkin melalui media massa dengan beragam bahasa.
Kita berada di atas kebenaran, dan riwayat-riwayat kita pasti benarnya. Namun, kita membutuhkan pembela dan relawan yang andal dan kuat, yang mampu menyebarluaskan kebenaran ini kepada seluruh dunia. Oleh karena itu, kegiatan keilmuan seperti muktamar, simposium, dan sebagainya sangat berperan sebagai penguat riwayat-riwayat itu.
Apa pesan Anda bagi para pejuang Baitul-Maqdis?
Perjuangan membebaskan Baitul-Maqdis tidak boleh berhenti hingga kawasan itu benar-benar merdeka. Seluruh umat Islam harus ikut andil di dalamnya. Baitul-Maqdis dan Masjidil-Aqsha bukan hanya milik orang Palestina, tapi milik umat Islam seluruh dunia.
Bergeraklah dengan penuh sukarela. Hal ini akan membuat kita dapat menikmati aktivitas yang kita lakukan, lebih daripada para pekerja formal. Dan kita harus memperbanyak kerja sukarelawan, karena agama Islam hakikatnya dibangun di atas kerelawanan. Dalam urusan dakwah, jihad, dan memakmurkan masjid, semua dibangun di atas kerelawanan.
Dahulu di pedesaan di Palestina ada tradisi baik, yaitu ketika siapapun akan menikah atau membangun rumah, maka seluruh warga akan membantu. Kita perlu menghidupkan kembali ruh kerelawanan di jantung umat Islam.* (Bersambung)