AGUS Kusnadi nyaris saja senasib dengan sekelompok pohon lengkuas yang rata dengan tanah setelah ditabrak segerbong gede kereta rangkaian listrik (KRL).
Ahad (11/03/2019) siang, KRL KA 1722 relasi Jatinegara-Bogor anjlok dan terguling di perlintasan kawasan Kebon Pedes, Kecamatan Tanah Sereal, Kota Bogor, Jawa Barat.
Hari itu sekitar pukul 10.00 WIB, Agus dan istrinya, Nanny (45), sedang asyik memetik sayuran di kebun bagian atas tanah gundukan, tepat samping rel, 10 meteran di depan rumahnya.
Ketua RT 01 RW 03 Kebon Pedes itu pun berniat memetik pucuk daun singkong yang tumbuh bersampingan dengan pepohonan lengkuas tersebut, tepat di bawah gundukan tanah yang menjadi “pagar pengaman” jalur kereta.
Namun, keinginan Agus itu batal karena istrinya berpikiran lain. “Enggak usah, Pak, nanti aja, satu-satu dulu,” ujar Nanny kepada suaminya yang setuju dengan masukan istrinya.
Karena tak jadi ke bawah untuk memetik daun singkong, Agus tetap di bagian atas kebun. Saat itulah, sekitar pukul 10.15 WIB, sekonyong-konyong terdengar suara gemuruh diringi getaran tanah.
Nanny, yang masih memetik pucuk daun labu siam, mendengar suara tersebut. “Pak, kok suara keretanya beda ya, ‘gubrak, gubrak’ gitu, enggak seperti biasanya,” tanyanya tanpa memalingkan pandangan.
Agus sudah tahu apa yang terjadi. Ia yang lagi berdiri dekat pohon pisang melihat langsung detik demi detik saat KRL itu anjlok, dua gerbongnya dengan cepat terguling dan bergerak ke arah sejajar mereka membawa gerbong-gerbong yang lain.
Agus langsung berlari cepat menyelamatkan diri. “Bu turun, Bu turun!” serunya, sambil mengajak istrinya, meninggalkan kebun menuju rumahnya di bagian bawah.
Nanny yang mendengar seruan itu menoleh ke arah suara. Kaget bukan kepalang, ia saksikan ular besi terguling hebat. Ia pun bergegas kabur mengikuti suaminya, lalu suara “gedebuk jelegur” dan getaran keras terdengar dan terasa seperti gempa bumi. Membuat heboh sekampungnya. “Benturannya kenceng banget, ‘duaag’ gitu,” tuturnya.
Agus pun syok berat karena kejadian itu. “Suami mah langsung lemes, kan… dia ngelihat persis. Istighfar dia mah,” tutur Nanny saat ditemui hidayatullah.com beberapa saat pasca insiden tersebut, Ahad (10/03/2019) di kediamannya.
Nanny masih penasaran. Tak lama di rumah, ia kembali ke kebun. Sebuah pemandangan di depannya membuatnya beristighfar. “Astaghirullahaladzim,” ungkapnya, menyaksikan tiga gerbong KRL tersebut keluar dari rel dengan posisi tak karuan.
Di dekat gerbong nahas tersebut, tanaman di bawah kebun tadi habis disapu kereta. Jangankan itu, tiang Listrik Aliran Atas (LLA) yang tadinya berdiri kokoh pun bernasib lebih tragis. Patah dan ambruk. Nanny tak membayangkan, sekiranya suaminya, yang lahir di Bogor, 17 Agustus 1959 lalu, saat kejadian itu lagi asyik memetik pucuk daun singkong dan dihantam kereta.
“Kalau ngambilin singkong itu ya, si Bapak ikut (ditabrak),” ungkap wanita kelahiran Lebak, Banten, 15 Oktober 1974 ini. Saat bertutur dalam wawancara itu, ia sempat mengusapkan kain jilbabnya ke kedua bola matanya. Sang suami sedang keluar malam itu.
Baca: KRL Anjlok di Bogor, Perjalanan Terganggu, KCI Minta Maaf
Usai kejadian, ia kepikiran juga dengan anak-anak warga kampung setempat yang biasanya sering bermain-main dan melintas di kawasan perlintasan dimana tempat kejadian perkara tersebut. Syukurnya, saat kejadian, anak-anak tidak sedang di TKP, tapi sedang bermain sepakbola dengan tempat lain. Ia pun mengabsensi satu per satu anak-anak tetangga, syukurnya, semua aman.
Sedangkan Agus, mesti syok, namun tetap bersyukur karena ia dan istrinya diselamatkan oleh Allah dari ancaman maut tersebut. “Alhamdulillah ya Allah, kalau tadi situ mah udah (habis) ya,” ucap Agus bersyukur ditirukan istrinya.
Hikmah dari kejadian tersebut, Nanny yang sering melintas di kawasan rel KRL tersebut, kini jadi enggan. “Sekarang ya mungkin agak ngeri,” akunya.
Ia pun mengakui, mereka selamat dari ancaman bahaya atas pertolongan karena amalan-amalan kebaikan mereka selama ini. Misalnya, suaminya sebagai Ketua RT pelayan masyarakat, “suka nolongin tetangga,” tuturnya.
Hikmah lainnya, kejadian tersebut semakin memperkuat keyakinan bahwa Allah lah yang Maha Berkehendak atas segala sesuatu. Ia teringat pesan anaknya, yang sering mengingatkan, bahwa kalau memang belum ajalnya, seseorang tidak akan mati.
Siapa yang bisa menyelematkan semua penumpang dalam KRL nahas tersebut dari ancaman kematian dan siapa pula yang bisa menggaransi jika orang di luar kereta bisa selamat, tak lain hanya Allah semata.
“Kalau Allah sudah berkehendak, namanya umur (ajal) bisa dimana aja. (Kejadian) itu bisa terjadi dimana aja, itu hanya penyebabnya. Orang yang tidur di jalan raya aja, bisa enggak ketabrak,” pungkasnya mengilustrasikan.*