Hidayatullah.com– Banjir bandang yang terjadi di Masamba, Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan, menyisakan banyak cerita. Antara lain sebagaimana yang viral yaitu cerita banjir bandang yang tidak menyentuh kampus Pondok Pesantren Hidayatullah Masamba.
Sekretaris Yayasan Hidayatullah Masamba, Amrullah, menjelaskan, saat terjadinya bencana tersebut pada Senin (13/07/2020) malam, suasana kampus seperti hari-hari biasa tidak ada bencana.
Sebenarnya, kata dia, sejak sekitar sepekan sebelum kejadian, sudah beberapa kali terjadi luapan air sungai yang berada sekitar 100 meter dari kampus. Hal ini disebabkan tingginya intensitas hujan.
“Lima hari (hujan terus), sampai sekarang,” ujar Amrullah di Masamba, di sela-sela membantu proses tanggap darurat, kepada hidayatullah.com, Rabu (15/07/2020).
Bahkan katanya sudah lima kali terjadi banjir. Pada banjir pertama, air sungai turut membawa material seperti kayu dan pasir. Akibatnya, struktur sungai berubah. Endapan pasir menebal dan debit air sungai meningkat.
Sampai kemudian pemerintah setempat kata dia melakukan upaya mengantisipasi bencana, yaitu dengan membuat dinding (dari karung yang diisi material) penahan air di pinggir sungai.
Senin itu, hujan terus menerus. Tiba-tiba, tutur Amrullah, arus sungai datang membawa lumpur, meluber sampai ke jalan dan jembatan.
“Pemerintah keluarkan peringatan, ‘Semua warga Masamba di dekat sungai menjauh. Karena air semakin tak terkendali!’,” tutur Amrullah.
Senin malam bakda isya, sekitar pukul 22.00 WITA, Amrullah bersama seorang rekannya pun keluar kampus menyusuri area sekitar. Ternyata, didapatinya lumpur telah menggunung di jalan provinsi. “Akses terputus,” tuturnya.
Besoknya, Selasa pagi, para pengurus rapat dan memutuskan untuk meliburkan kegiatan santri. Para pelajar itu dipulangkan ke rumah masing-masing. Pengurus juga membentuk tim relawan.
Yang membuat Amrullah dan para pengurus serta santri heran, kondisi di dalam pesantren tampak biasa-biasa saja. Pemandangan kontras terlihat di sekitar pesantren.
“Di dalam pesantren sama sekali enggak ada bencana,” tuturnya.
“Kalau di luar pesantren sudah banyak rumah tertimbun (lumpur),” tuturnya.
Pasca bencana itu, sebagian besar penghuni pesantren diungsikan ke tempat aman. Begitu pula semua masyarakat di sekitar pesantren juga telah pada mengungsi. Sebagian pengurus Hidayatullah saja yang hingga kemarin tetap bertahan, berjaga-jaga di kampus, sambil mengantisipasi terjadinya banjir susulan.
“Karena sampai hari ini (Rabu, red) masih hujan terus,” tuturnya.
Untuk diketahui, Ponpes Hidayatullah Masamba terletak di Jl Lamaranginang, Kelurahan Bone Tua, Kecamatan Masamba, Luwu Utara.
Ponpes ini dihuni sebanyak 150 santri putra putri serta 11 kepala keluarga. Ponpes seluar seperempat hektare ini mulai dirintis pada tahun dari 2004 silam.
Amrullah menyebutkan, secara geografis, ponpes itu terbilang dekat dari Sungai Masamba yang airnya meluap dan mengakibatkan banjir bandang tersebut.
Menurutnya, di bagian depan kampus, dalam radius 100 meter lumpur menggenang permukiman. Begitu pula pemandangan yang sama di samping kanan-kiri pondok, dengan ketinggian lumpur bervariasi.
Di antara Sungai Masamba dengan kampus Hidayatullah Masamba, kata Amrullah, terdapat rumah warga. Antara rumah warga dengan kampus pesantren dipisahkan oleh sebuah jalan.
“Masuk air di rumah warga itu. Tapi enda menyeberang jalan raya itu air,” ujarnya. Seakan-akan, ia mengakui bahwa rumah warga dan jalan tersebut sebagai “tembok” yang menghalangi banjir menyentuh kampus lembaga pendidikan Islam tersebut.
Masyarakat sekitar ponpes pun, tuturnya, terheran-heran melihat kondisi ponpes. Mereka pada bertanya, “Luar biasa Pesantren Hidayatullah itu tidak terdampak,” sebut Amrullah mengutip ungkapan warga sekitar.
Ia pun menilai bahwa kejadian tersebut merupakan pertolongan Allah semata. “Artinya ada keajaiban, ada pertolongan Ilahi, mungkin karena ada shalat lail, ada wirid, ada amalan di sana,” sebutnya.
Pengurus SAR Hidayatullah yang turut terjun sebagai relawan TASK Hidayatullah Peduli Masamba, Armin, juga mengakui bahwa kondisi Ponpes Hidayatullah hingga saat ini aman. “Walaupun orang-orang cukup terheran-heran (atas kejadian itu),” ujar Armin yang juga seorang dai kepada hidayatullah.com secara terpisah.
Kejadian itu sebelumnya viral setelah seorang warga di Desa Bassiang, Masamba, Kartini Echa menceritakan kejadian itu lewat status Facebooknya.
“Bukti kekuasaan Allah, keponakanku wulandari (anakx adeku sultan) yg dari Palopo, mondok di Hidayatullah Masamba lokasix di samping jembatan lorong dikit masuk, bercerita, pesantrenx tdk tersentuh air sama sekali sementara rumah di sekelilingx air sudah sampai atap sementara para rumah itu lebih tinggi daripada pondok, air seperti disetir u tdk menyentuh pondok…Masya Allah…
saat kejadian mereka pasrah karena tdk tau mau kemana..Ustadza kumpulkan santrinya lalu syikir bersama..krn tdk tau mau lari ke mana.??? pertolongan Allah dtg , pesantren seperti ditembok keliling oleh Allah
Meski ada juga beberapa santri jadi korban dari pondok santri yg lain karena masamba mmng ada beberapa pesantren
Ini kisah nyata bukan sinetron
Mari Istiqomah,” tulis Kartini pada Selasa (14/07/2020).
Kartini menuturkan, kisah itu ia sampaikan sesuai apa yang diceritakan keponakannya. Ia mengaku tidak punya kepentingan apa-apa selain ingin mengajak masyarakat untuk merenungkan dan mengambil pelajaran dari kejadian itu.
“Saya hanya dengar cerita dari keponakan saya,” tutur Kartini kepada hidayatullah.com saat dikonfirmasi pada Kamis (16/07/2020) melalui pesan jalur pribadi.
Keponakannya tersebut, yang merupakan santri Hidayatullah Masamba, pasca kejadian itu telah diungsikan ke Palopo. “Sudah dijemput keluarga,” tuturnya.
Doa Santri dan Ustadz
Wulan, 13 tahun, bercerita. Senin (13/07/2020) malam itu, selepas shalat isya, ia baru hendak makan, sekitar pukul 21.00 WIB. Tahu-tahu ustadzahnya mengabarkan bahwa bencana banjir sedang mengancam.
Para santri dan santriwati pun dikumpulkan secara terpisah di asrama masing-masing. Wulan dan sekitar 90 teman-teman Muslimahnya berkumpul di mushalla. Mereka diminta untuk mempersiapkan diri jika banjir melanda pesantren.
Mereka juga diminta mempersiapkan berkas-berkas penting untuk diselamatkan. Malam itu pun Wulan mengaku perasaannya sempat deg-degan. Apalagi saat itu ia mendengar suara seperti gemuruh, yang awalnya ia kira suara temannya yang mengorok.
“Ternyata suara air,” tutur Wulan di Palopo kepada hidayatullah.com diwawancarai via sambungan telepon melalui handphone bapaknya. Wulan sendiri selama mondok dilarang pegang HP.
Malam itu, tutur Wulan, ia dan para santri/santriwati lainnya membaca Al-Qur’an dan berdzikir kepada Allah, seraya berdoa meminta pertolongan agar terhindar dari bencana.
“Sampai jam 1 malam (dinihari),” tuturnya.
Subhanallah! Wulan dan kawan-kawan serta para ustadz-ustadzahnya bersyukur kepada Allah karena ternyata malam itu bencana tidak melanda kampusnya. Wulan pun mengakui bahwa kejadian itu berlaku atas kehendak Allah.
“Alhamdulillah senang. Karena katanya orang Pondok Pesantren Hidayatullah sama Al Fatah itu sudah tenggelam, ternyata tidak,” ujar santriwati MTs yang baru setahun mondok di Hidayatullah Masamba ini.
Pada sisi lain, mereka turut berbelasungkawa atas musibah yang melanda saudara-saudara di Masamba. TASK Hidayatullah Peduli Masamba hingga saat ini terus berjibaku dalam membantu warga yang terdampak bencana tersebut. Semoga para korban tetap diberi ketabahan dan kesabaran, serta musibah ini segera berlalu!*