Hidayatullah.com | TAMPAKNYA yang satu ini belum familiar bagi publik Muslim di negeri ini. Lembaga Dakwah Khusus Majelis Ulama Indonesia (LDK MUI). Ya, maklum saja. LDK ini bisa dibilang sesuatu yang “baru tapi lama”.
Maksudnya bagaimana dan dakwah khusus itu yang seperti apa? Ternyata ini ada hubungannya sama tsunami Aceh 2004 silam. Nah loh?
Rupanya begini. LDK MUI adalah nama baru dari Komite Dakwah Khusus (KDK MUI). Perubahan nama ini ditetapkan pada Musyawarah Nasional (Munas) X MUI yang digelar secara daring dan luring di Jakarta (25-27/11/2020).
“Pada prinsip pokoknya tidak berubah. Tugas, misi-visinya sama. Hanya nama saja yang diubah. Untuk lebih mengokohkan, agar lembaga ini tugasnya lebih serius dalam menjaga dan mengawal umat dari berbagai bentuk penyimpangan,” jelas Ketua LDK MUI Ustadz Abu Deedat Syihabuddin pada rapat kerja I LDK MUI di Pondok Pesantren Nuu Waar Al Fatih Kaaffah Nusantara (AFKN), Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Sabtu (13/02/2021).
Sesuai namanya, LDK MUI memang punya tugas khusus. Yakni, kata Abu Deedat, menjaga umat dari penyimpangan, penyesatan, dan pemurtadan akidah. Tugas ini tak lepas dari sejarah berdirinya LDK MUI yang berawal pada 2004. Saat itu, jelasnya, pasca terjadi tsunami Aceh, ada 300 anak-anak Serambi Makkah yang dibawa kabur oleh relawan dari Amerika Serikat.
“KDK (kini LDK) berdiri karena ada kasus, dulu anak-anak Aceh pada 2004 ketika terjadi tsunami dibawa oleh relawan dari Amerika. Ada 300 anak-anak yang dibawa. MUI yang punya tugas mengawal akidah umat, himayatul ummah, himayatuddin (menjaga agama), himayatud daulah (menjaga negara) merespons kasus ini dengan mendirikan KDK,” jelas Ustadz Abu Deedat sebagaimana keterangan LDK MUI diterima hidayatullah.com pada Ahad (14/02/2021).
Seiring waktu, KDK MUI yang kini telah berganti nama menjadi LDK MUI diharapkan terus menguatkan kiprahnya dalam dakwah khusus menjaga akidah umat Islam.
Ketua Komisi Dakwah MUI KH Cholil Nafis yang turut hadir pada raker I LDK MUI berharap pengurus LDK MUI terus berkomitmen menjaga akidah umat. “Menjadi himayatuddin, jangan sampai umat kita ada yang murtad,” ujar Kiai Cholil yang juga ulama Betawi ini.
Para pengurus LDK MUI pun didorong terus menjalin komunikasi dan silaturahim dengan para mualaf. “Bagi saudara kita yang sudah sadar tanpa dipaksa masuk Islam (mualaf), hendaklah mereka dibina dan dilakukan pemberdayaan,” pesan Kiai Cholil.
Ketua Panitia raker itu, Epen Supendi, menyebutkan pengurus LDK MUI periode 2020-2025 berjumlah 51 orang. Lebih dari setengah pengurus mengikuti rapat kerja yang bertema “Merekatkan Ukhuwah, Menjaga Akidah” ini.
Meski digelar secara luring, jelas Epen, raker tetap menerapkan protokol kesehatan. “LDK MUI ini lembaga pertama di lingkungan MUI (periode 2020-2025) yang menggelar raker secara luring. Tentu dengan protokol kesehatan,” ujar Epen dalam sambutannya.
Pada periode 2020-2025 ada 17 program LDK MUI yang sudah ditetapkan dalam Munas X MUI 2020. “Program kerja LDK MUI 2020-2025 sudah ditetapkan pada Munas MUI. Forum raker mensosialisasikannya kepada pengurus,” jelas Abu Deedat.
Pipanisasi dan Diklat Kristologi
Tugas dakwah khusus MUI tak melulu dengan berceramah. Akidah umat juga perlu dijaga lewat dimensi sosial, melalui aksi-aksi di lapangan. Seperti yang dilakukan MUI beberapa hari jelang Munas X. Pihak MUI antara lain memberikan bantuan pipanisasi air bersih kepada warga Talegong, Kabupaten Garut.
Bantuan pipanisasi air bersih tersebut sangat dibutuhkan warga di daerah Talegong, sebab warga kesulitan membuat sumur karena tanahnya bebatuan.
“Alhamdulillah dengan pipanisasi air bersih itu sebanyak 400 warga lebih bisa mendapatkan air bersih dengan baik, ini merupakan salah satu bentuk dakwah yang dilakukan MUI,” ujar Abu Deedat yang juga salah satu Ketua MUI Kota Bekasi pada acara itu dua pekan sebelum Munas X MUI.
Selain memberikan bantuan, KDK MUI saat itu juga memberikan penguatan akidah bagi umat Islam setempat. Penguatan itu dilakukan lewat Diklat Nasional Kristologi gelombang ketiga di Talegong.
Diklat Kristologi ini mengusung tema “Membentengi Akidah Umat dari Pemurtadan & Aliran Sesat” dengan menghadirkan Wasekjen MUI Pusat, Dr Nadjamuddin Ramly, M.Si, Ustadz Drs Abu Deedat Syihab, MH, Dr Teten Romly Qomaruddin MA, dan Ustadz Epen Supendi SIP M.Si.
Dalam Diklat itu, Abu Deedat sebagai Ketua KDK MUI Pusat menyampaikan materi tentang menyingkap modus-modus pemurtadan. “Ini harus diwaspadai oleh kita sebagai umat Islam. Ada modus modus pemurtadan,” ujarnya, Ahad (15/11/2020).
Acara yang berlangsung selama dua hari tersebut dihadiri ratusan peserta dari berbagai elemen ormas. Kegiatan berjalan dengan lancar tanpa terkendala suatu apapun.*