Hidayatullah.com–Apa yang Anda tahu dari Kelantan? Pasti tidak sedikit yang menjawab Manohara Odelia Pinot.
Begitu juga kalau googling kata Kelantan di internet, banyak situs dalam negeri yang memberitakan kasus gadis cantik asal tanah air ini dengan Putra Mahkota Kerajaan Kelantan, Pangeran Tengku Muhammad Fakhry.
Beberapa waktu lalu, kasus itu mencuat dan menjadi sorotan media di tanah air. Hal ini menunjukkan bahwa berita soal negeri yang luasnya sekitar 14.922 km2 ini, di negeri kita masih didominasi seputar Manohara dan Tengku Fakhry. Tapi, apa benar berita yang paling menarik di Kelantan-Malaysia hanya soal kisruh rumah tangga itu? Ternyata tidak! Jadi, apa itu?
Belum lama ini, dalam lawatannya ke Kelompok Media Hidayatullah, Menteri Komunikasi dan Informasi Negeri Kelantan Yang Berhormat (YB) Dr. Mohammad Fadli bin Dato’ Haji Hassan mengatakan, berita yang tersiar di luar Kelantan selama ini memang masih didominasi berita tidak penting dan cenderung tendensius pada Kelantan.
Hal itu, menurutnya, karena Islam mulai berkembang pesat di sana. Tidak hanya berita seputar Manohara dan Tengku Fakhry, kata Fadli, kebanyakan berita asing tidak adil memberitakan soal Kelantan. Apalagi pada media ada adagium: good news is bad news and bad news is good news. Dalam hal ini, bagi media asing sekuler, perkembangan Islam di Kelantan merupakan mimpi buruk. Karena itu, wajar bila selama ini media menyorot hal-hal yang remeh temeh dan cenderung tendensius.
Kini, kesan yang tergambar di Kelantan adalah wujud intoleran, dan eksklusif. Padahal, faktanya Islam di Kelantan justru menjadi berkah bagi sekitar 1.6 juta jiwa warganya. Bahkan, keberkahannya itu tidak saja bagi warga muslim, tapi juga nonmuslim yang mayoritas orang China kaya raya.
Karena itu, doktor Fadli pun menegaskan, bila kedatangannya ke Indonesia itu untuk mengabarkan kondisi kehidupan warga Kelantan yang makmur di bawah Islam. Fadli pun berharap, orang di luar Kelantan, khususnya warga Indonesia yang mayoritas Islam secara obyektif bisa menilai Kelantan.
Seperti dikatakan Fadli, kini di Kelantan tidak ada lagi tempat pelacuran, diskotik, miras, atau pun panti pijat. Tidak adanya tempat haram itu justru yang paling merasa diuntungkan adalah ibu-ibu China.
Faktanya, mereka datang dan berterimakasih kepada pemerintah Kelantan. Katanya, dengan tidak adanya tempat pelacuran dan miras, suami mereka tidak pulang larut malam lagi. Uang mereka juga tidak habis sia-sia.
Kemilau Islam di Kelantan juga menyedot perhatian orang di negeri luar Kelantan. Hampir tiap pekan tidak sedikit orang, baik muslim maupun nonmuslim yang berkunjung ke Kelantan hanya sekadar melihat-lihat dan menanyakan bagaimana Islam diterapkan di Kelantan. Setelah melihat dengan mata kepala sendiri, mayoritas mereka takjub dan tertarik terhadap peragaan Islam yang ada di Kelantan.
Politik dan Dakwah
Kondisi Islam di Kelantan seperti sekarang setidaknya dimulai dua dasawarsa lalu. Ketika Pan-Malaysia Islamic Party (PAS), partai oposisi di Malaysia memenangkan pemilu pada tahun 1990. Ketika itu, Kelantan dipimpin oleh YAB Tuan Guru Dato’ Haji Nik Abdul Aziz bin Nikmat.
Awalnya, banyak tokoh yang meragukan kepemimpinan beliau: Apakah guru agama bisa memimpin negara. Tapi, keraguan itu ditepis olehnya. Kelantan bisa dipimpin dengan baik. Bahkan, akhirnya bisa maju di berbagai bidang: pendidikan, ekonomi, sosial dan lain sebagainya. Kesemuanya itu dibangun dengan pendekatan Islam.
Dari sisi historisnya, Kelantan sebenarnya sangat erat dengan syariat Islam. Lihat saja, kata DR. Fadli, sejak tahun 1511, Malaysia, termasuk Kelantan, diperintah raja-raja yang menjalankan syariat Islam. Bukti sejarah itu pun ada berupa UU yang berdasarkan syariat Islam, seperti UU jinayah, muamalah, dan negara. Tapi, setelah sekitar 400 di bawah jajahan Inggris, syariat Islam di Malaysia, khususnya di Kelantan mengalami defisit yang signifikan.
Modus yang dilakukan penjajah awalnya adalah perdagangan. Mereka melakukan jual beli. Tapi, lambat laun, mereka tidak saja berdagang, melainkan melakukan penjajahan.
Mulanya menjajah secara ekonomi, lalu kemudian menjajah syariat Islam. “Mereka mengubah cara pandang dan hidup dan mengubah syariat Islam di Malaysia dan Kelantan secara perlahan-lahan,” tegas Fadli.
Akibatnya, terjadilah sekularisasi: pemisahan antara agama dan negara. Negara dikelola dengan hukum penjajah. Syariat Islam dihilangkan. Tapi, lambat laun, ulama bangkit. Mereka ingin agar syariat diberlakukan kembali.
Tapi, culasnya penjajah tidak mau begitu saja. Penjajah bersedia memberikan kemerdekaan asal syariat Islam tidak dipakai sebagai konstitusi. Karena itu terpecah menjadi dua kelompok: yang mau tetap Islam dan ada yang ingin Islam dan kemerdekaan. Jadilah Malaysia seperti sekarang ini.
Usaha mengembalikan syariat Islam di Kelantan masih berjalan hingga kini, hanya dengan cara yang berbeda dan elegan. Di Kelantan setidaknya ada dua gerakan yang memperjuangkan syariat Islam. Satu gerakan partai PAS dan yang kedua gerakan LSM atau NGO biasa.
NGO mengusung dakwah dan tarbiyah. Tapi, hebatnya, dua gerakan ini bisa bersinergi dan saling mendukung. LSM di Kelantan mendukung partai dalam setiap pemilu. Karena itu, PAS di Kelantan selalu menang. “Perjuangan kita tidak saja lima tahun di pemilu. Tapi jauh ke depan. Dan itu kita bangun dengan bahu membahu setiap elemen, baik yang berada di partai ataupun NGO,” kata Fadli.
Sebagai negara bagian, Kelantan harus mengikuti sistem negara persekutuan Malaysia yang terpusat di Kuala Lumpur. Karena itu, untuk peraturan syariat Islam Kelantan harus pandai-pandai mengatur strategi. Tidak bisa langsung frontal dengan pemerintah. Sebab, sekitar 80 persen UU harus terpusat. Meski faktanya, Kelantan juga kerap disebut pembangkang.
Dalam mengusung syariat Islam misalnya, Kelantan memakai istilah lain, yaitu negeri berkebajikan perjuangan. Meski istilah beda, tapi substansi yang diperjuangkan sama, Islam. Tapi, hal itu menghindari kesan negatif terhadap Islam. Kini, Islam sudah bisa diterima masyarakat. Perbankan syariah muncul, pendidikan Islam menjamur, dan sistem sosial secara Islam sudah mulai diberlakukan. Meski belum seratus persen syariat Islam, tapi setidaknya Islam di Kelantan sudah dielu-elukan masyarakat.
Fadli bercerita, suatu saat ia ditanya warga Kelantan keturunan China. “Syariat Islam kan tidak manusiawi. Hukumnya kasar dan kejam: seperti pezina harus dirajam?”
Fadli balik bertanya. “Apa yang akan Anda lakukan jika pulang ke rumah dan melihat istrimu dizinahi orang lain”? Orang China tersebut menjawab, “Saya akan ambil parang lalu membacoknya”.
Lantas, bagaimana bila Anda melihat di rumah anak perempuan Anda dizinahi orang yang bukan suaminya? Seperti di awal, orang China itu menjawab, “Saya akan ambil parang lalu menebas lehernya.”
Fadli pun berkata, “Nah, adanya hukum rajam itu agar perzinahan tidak terjadi. Mereka pasti takut dirajam.”
Lain waktu Fadli ditanya lagi, dan lagi-lagi orang China. “Kenapa orang mencuri harus dipotong tanganya, bukankah itu kejam?”
“Lho, bukannya dengan dipotong tangannya, orang tidak akan berani mencuri. Dan dengan itu, mencegah kriminalitas,” jawabnya.
Orang China tersebut masih diam. Fadli pun melanjutkan, “Bukannya dengan tidak ada pencurian harta kalian jadi aman. Bukankan kalian (Orang China) di Kelantan mayoritas kaya dan tauke?” tuturnya.*/Syaiful Anshor