Hidayatullah.com–Pagi itu, Senin (25/7/2011), bagian luar gedung pengadilan di ibukota Norwegia, Oslo, dipenuhi oleh kerumunan wartawan media cetak dan elektronik serta warga Norwegia yang penasaran ingin mengetahui apa yang tengah terjadi di dalam gedung pengadilan.
Berdiri di tengah-tengah kerumunan itu, beberapa kelompok imigran asal Somalia dan Kenya dengan rasa ingin rasa tahu seperti juga yang lain.
Anders Behring Breivik, pria yang membetot perhatian publik dunia selama sepekan terakhir ini dengan aksi pembantaian sadisnya yang belum pernah terjadi sebelumnya di Norwegia pada Jum’at (22/7/2011), menewaskan sedikitnya 76 orang, menampakkan diri untuk pertama kalinya di hadapan hakim pengadilan.
Pengeboman mobil di Oslo dan penembakan membabi buta terhadap sekelompok pemuda dan remaja di Pulau Utoya, dilakukannya atas dasar kebencian yang mendalam dan fobia berlebihan terhadap Islam. Tujuan utama aksinya tersebut adalah untuk menghentikan migrasi umat Islam ke Eropa.
Tetapi, bukannya menyerang umat Islam secara langsung, Breivik melancarkan serangan yang telah dirancangnya secara cermat terhadap apa yang menurutnya menjadi akar permasalahan, yakni Partai Buruh yang sedang berkuasa dan kebijakan-kebijakan imigrasi liberalnya.
Ketika serangan tersebut dimulai hari Jumat sore pekan lalu dengan sebuah ledakan bom dahsyat di luar gedung utama pemerintah, Komunitas Muslim Norwegia telah mempersiapkan diri menghadapi situasi terburuk, karena berasumsi aksi tersebut dilakukan oleh kalangan Muslim militan. Dan memang itulah asumsi yang berkembang di banyak kalangan di seantero dunia, yang tanpa tedeng aling-aling mengarahkan telunjuk mereka kepada umat Islam sebagai dalang di balik aksi teror tersebut.
Kelegaan yang tak bertahan lama
Mehtab Asfar, Sekjen Dewan Islam Norwegia, saat itu tengah memimpin sebuah delegasi di luar negeri ketika dia mulai menerima banyak panggilan telepon dari Oslo dari anggota-anggota komunitas Muslim yang ketakutan.
“Saya dengar beberapa Muslim telah dipukuli hingga babak belur di Oslo,” katanya, dan para wanita yang ketakutan menelponku untuk meminta bantuan,” ujranya kepada BBC.
“Saya hanya bisa berharap hal itu tidak benar-benar terjadi,” lanjutnya lagi.
Bagi seluruh umat Islam di Norwegia, -yang saat ini populasi totalnya lebih dari 100.000 orang- ada semacam perasaan lega yang ganjil ketika belakangan menjadi jelas bahwa ternyata serangan tersebut tidak didalangi oleh Al-Qaida –yang terinspirasi jihad global, seperti asumsi banyak kalangan sebelumnya. Malahan justru seorang pria berambut pirang dan berkulit terang, seorang berdarah keturunan Norwegia murni yang memiliki hasrat dan kemampuan membunuh pada pada skala yang belum pernah terjadi sebelumnya di Norwegia.
Akan tetapi kelegaan tersebut tak berumur panjang ketika ideologi jahat yang melatarbelakangi aksi kejam Breivik mulai terkuak.
Hassan Ali, yang ikut berdiri di tengah-tengah kerumunan manusia di depan gedung pengadilan pada hari Senin itu, adalah salah satu imigran Muslim yang tiba di Norwegia 12 tahun lalu setelah meletusnya perang sipil di negeri kelahirannya, Somalia. Sejak dia tiba pada dekade 90-an silam, jumlah warga Somalia di Norwegia meningkat secara tajam dan sekarang telah berjumlah lebih dari 27.000 orang.
Sementara itu Hassan Ali yang saat ini merasakan lebih banyak kecaman menyusul aksi teror tersebut, tak merasa terkejut dengan apa yang telah terjadi. Dia menyebut bila permusuhan terhadap imigran telah mulai muncul pada dekade yang lalu, dan menuding kebangkitan partai-partai sayap kanan di parlemen, khususnya Partai Progressif (FrP), yang sekarang memiliki jumlah kursi terbesar kedua di parlemen sebagai penyebabnya.
“Laki-laki gila ini (Anders Behring Breivik) telah dicuci otak oleh salah satu partai sayap kanan di Norwegia, The Far right Party (FrP)… dan menganut ideologi partai tersebut (memusuhi umat Islam)… dan ia harus melakukan sesuatu,” kata Hassan.
“FrP ini menyerang Partai Buruh karena merekalah yang membawa umat Islam ke negeri ini dan mempertahankan hak-hak mereka, lapangan pekerjaan serta hak-hak sosial mereka.”
Breivik telah bergabung sebagai anggota partai tersebut sejak empat tahun lalu, akan tetapi FrP menyangkal telah memengaruhinya, menurut mereka, aksi-aksi dan keyakinan Breivik tersebut bertentangan dengan kebijakan-kebijakan dan sistem nilai yang dianut partai.
Perlakuan Negatif
Pria Somalia ini merasa sejak tiga tahun terakhir keberadaan imigran Muslim khususnya asal Somalia tidak disambut dengan baik oleh sebagian masyarakat Norwegia.
“Setiap hari Minggu surat kabar-surat kabar menuliskan hal-hal negatif saja tentang orang Somalia. Banyak orang yang pergi meninggalkan Norwegia dan akan semakin banyak lagi yang pergi karena tekanan yang semakin meningkat.”
Anggota-anggota komunitas imigran lainnya juga prihatin dengan perlakuan negatif yang mereka dapatkan. Kenneth, yang datang ke Norwegia dari Kenya enam tahun silam, bercerita bahwa dia saat itu sedang dalam pesawat terbang ketika serangan itu terjadi.
“Hal pertama yang diucapkan seseorang adalah bahwa itu perbuatan seorang imigran dan imigrasi seharusnya dihentikan.”
Pemerintah mengakui bila penentangan terhadap imigrasi terus meningkat di Norwegia seperti halnya di negara-negara Eropa lainnya, akan tetapi mereka melontarkan harapan agar serangan teror Jumat lalu dapat membawa rasa persatuan yang lebih besar bagi seluruh bangsa.
Beberapa hari yang lalu Menteri Urusan Anak-anak dan Kesetaraan Sosial, Audun Lysbakken, melakukan pertemuan dengan pemimpin komunitas Muslim di Oslo.
“Saya berharap peristiwa mengerikan ini menjadi pelajaran buat kita.,” katanya, “kita harus menghimpun rasa solidaritas yang baru, dan menciptakan masyarakat yang lebih toleran,” tutupnya.*/Zahra