Hidayatullah.com—Hari Ahad, 22 April 2012, Abdillah Onim sedang mengikuti rapat dengan pihak Kementerian Dalam Negeri Palestina membahas laporan keuangan tahunan program Rumah Sakit Indonesia (RSI) di Gaza, Palestina.
Abdillah Onim adalah seorang relawan MER-C Indonesia yang sedang menjalankan tugasnya di Gaza untuk pembangunan Rumah Sakit Indonesia (RSI), telah menikahi seorang Muslimah warga Jabaliya bernama Rajaa Al-Hirthani, bulan Februari 2011 lalu.
Melalui sambungan telepon, sang istri memintanya pulang. Hari itu, Rajaa Al-Hirthani yang tengah hamil 9 bulan, mengaku perutnya mulai sakit. Sambil mencari kendaraan pulang, Abdillah terus-menerus menelpon sang istri.
Karena susahnya kendaraan di Gaza –bagian dari dampak blokade Zionis-Israel– Rajaa Al-Hirthani terpaksa menumpang kendaraan umum.
Takdir tak bisa diprediksi, beberapa menit, kendaraan yang ditumpangi istrinya mogok di jalan. Dalam keadaan sakit luar biasa, Rajaa Al-Hirthani harus turun dan mencari mobil lain.
Dalam perjalanan menuju rumah sakit, pelan-pelan sakit yang diderita istrinya mulai berkurang. Abdillah mengaku lega setelah istrinya langsung ditangani dokter dan para perawat wanita.
Menunggu kelahiran anak pertama bagi Abdillah ada sesuatu yang istimewa. Selain itu, baginya, kelahiran anak pertama diselimuti rasa was-was dan kekhawatiran.
Maklum, menurutnya, dia adalah orang asing yang hidup di negara orang. Karena itu dirinya mengaku harus ekstra hati-hati dan pintar-pintar beradaptasi dengan kebiasaan dan budaya setempat.
“Apalagi seperti diketahui, wilayah yang saya diami saat ini masih dalam blokade oleh Zionis-Israel,” ujarnya kepada hidayatullah.com.
Di sela-sela waktu menunggu pemeriksaan, pikirannya teringat ibunya di kampung halaman di Galela, Kab. Halmahera Utara, Maluku Utara.
“Mengingatkanku kepada ibu saya, betapa berat perjuangan mereka karena proses melahirkan tidak mudah apalagi proses melahirkan di hadapkan antara tetap berada di dunia atau pergi meninggalkan dunia, ya rab betapa berat perjuangan seorang ibu saat hamil dan saat melahirkan, betapa mulainya perjuangan sang ibu,” ujarnya.
Tiba-tiba, dokter Lina, yang memeriksa istrinya keluar ruangan. Karena belum adan tanda-tanda melahirkan, dokter kandungan yang berasal dari Rusia ini meminta Abdillah jalan-jalan sang istri dan banyak mengkonsumsi kurma.
“Saya, istri dan ibu mertua saya berjalan keluar Rumah Sakit Alawda menuju RSI.”
Karena jarak RSI dan RS Alawda kurang dari 1 km, sore itu mereka berjalan-jalan sambil melihat bangunan RSI yang kini sedang memasuki tahap kedua.
Hari itu, usai pemeriksaan terakhir, Abdillah besama istri dan mertuanya terpaksa pulang kembali, karena prediksi dokter, kelahiran diperkirakan baru seminggu lagi.
Mimpi Bayi Lagi
Meski kembali pulang, pasangan beda Negara ini tak mengaku kecewa. Bahkan Abdillah justru mengungkapkan kekaguman pada sang istri. Betapa tidak, selama mengandung, ia tak pernah berhenti beraktifitas sedikitpun. Pemandangan seperti ini diakuinya juga terjadi pada para Muslimah di Jalur Gaza.
“Alhamddulillah awal hamil hingga usia kandungannya 9 bulan istri saya tercinta tidak mengalami sakit atau mengalami kelemahan daya tahan tubuh atau keluhan lainnya, subhanallah, “ ujarnya.
Bahkan selama itu, ia menjalankan aktifitas seperti biasa; ke pasar, ke masjid, menemaninya ke kebun untuk menanam pohon kurma dan bibit zaitun juga menghadiri undangan di masjid dan ke TK Najmul Qur’an yang didomonasi oleh anak-anak yatim dan fakir-miskin. Kebetulan Rajaa Al-Hirthani adalah seorang hafidzah (penghafal al-Quran) dan dan aktif sebagai relawan penanggung jawab untuk TK.Najmul Qur’an.
Sambil menunggu masa-masa bahagia kelahiran sang buah hati, pasangan ini berharap-harap lahirnya bayi laki-laki.
“Sejak awal hamil, istri saya selalu bermimpi akan bayi laki-laki begitu juga saya hampir tiap malam bermimpi dengan mimpi yang sama,” ujar Abdillah. Hanya saja, hasil pemeriksaan USG dokter di salah satu klinik di daerah kamp pengungsian di Jabaliya mengatakan, kemungkinan bayi dalam kandungan istrinya adalah perempuan.
Maklum, seperti umumnya warga Gaza, mereka selalu mendambakan dan menginginkan agar anak pertama mereka adalah laki-laki. Hanya saja bagi Abdillah, apapun jenis kelamin buah hatinya nanti harus disambutnya dengan gembira, “Bagi kami semua yang diberikan oleh Allah Subhanahu Wata’ala pasti yang terbaik dan perlu kami Saya syukuri karena baik laki-laki maupun perempuan bagi kami adalah nikmat dan anugerah yang Allah Subhanahu Wata’ala berikan kepada kami.”
Di tengah-tengah kondisi Jalur Gaza yang semakin memprihatinkan akibat blockade bahan bakar minyak (BBM) oleh Zionis-Israel, bayi yang ditunggu-tungu itu akhirnya datang juga. Pada hari kamis 3 Mei 2012, jam 11:50 waktu Gaza, Rajaa Al-Hirthani melahirkan bayi mungil seberat 3,4 kg/70cm di Rumah Sakit As-Sayaifa dalam sebuah operasi.
“Karena sang bayi besar, mendekati 4 kg, tim medis memutuskan untuk melakukan operasi cesar, “ ujar Abdillah.
Kehaliran putrinya disambut gembira pihak keluarga.”Mabruk mabruk ya Abdillah, Alhamdulillah sudah selesai proses melahirkan dan anaknya mirip dengan ibunya, anaknya cantik Alhamdulillah, “ teriak mertuaku.
Belum hilang kegembiraan Abdillah, saat ia masuk ruang persalinan, terdengar kata-kata dari para perawat dan pengunjung.
“Hah ada orang Indonesia di sini, ada urusan apa?” begitu ucapnya.
“Kok bisa ya ia berbahasa Arab? “ ujar yang lain sembari tertawa.
Yang menarik, di saat Abdillah tengah menggendong buah hatinya yang baru lahir, beberapa orang bergegas mendekatinya sembari menengok ke arah bayinya, ”Subhanallah hasil peranakan Palestina dan Indonesia,” ujar mereka.
Dengan haru, Abdillah menyambut putrinya yang memiliki wajah khas, campuran Indonesia-Palestina. Bayi mungil cantik dengan wajah kemerah-merahan itu pun diberi nama Marwiyah Filindo.
“Kecantikannya asli khas wanita Jalur Gaza, Subhanallah betapa menganggumkan paduan yang Allah design ini, Allahu Akbar,” ujarnya.
“Dengan kelahiran putri kami, mudah-mudahan semakin jelas hubungan antara Indonesia dan Palestina dan semakin akrab hubungan darah antara dua negara yaitu darah indonesia dengan darah Palestina.”
Tak lupa, ia mengucapkan terima kasih para para dokter kandungan RS. As-Sayaifa, tim relawan MER-C di seluruh Indonesia serta ibunya di Galela.
Sebagai rasa syukur, Abdillah dan istrinya akan melakukan aqiqah.
“InsyaAllah, 1 minggu setelah istriku keluar dari RS, kami akan mengadakan aqiqah,” ujarnya.*/Dila