Sambungan artikel PERTAMA
Di saat agresi militer Armenia atas Nagorno – Karabakh, Azerbaijan meminta saudara di negeri nun untuk mendukungnya.
“Ini seperti sejarah kita.Karenanya di UUD 1945, setiap penjajahan harus dihapuskan.Kalau wilayah kita dijajah, tentu kita marah.Dan kita tau bagaimana perasaan Azerbaijan sekarang,” kata Pak Dubes.
“Karenanya kita mendukung Azerbaijan merebut kembali teroterial itu. Tapi dukungan kita bukam dukungan dalam konteks perang, tapi dalam konteks perdamaian. Dalam 4 resolusi PBB kita terlibat,” tambahnya.
Azerbaijan, kata Pak Dubes merupakan tanah kelahiran Rasul pertama, Bumi Tauhid, Nabi Nuh. “Nakhishevan, atau Naksivan. Nakh dari kata Nuh. Sivan adalah kelahiran,” kata Pak Dubes.
“Bahkan, Islam masuk ke sini lebih dulu dari ke negeri kita. Islam masuk melalui wasilah sahabat senior Saad bin Abi Waqash. Saya ingin kita tahu bahwa rupanya ada peran besar Azerbaijan kepada kita, Nusantara,” kata Pak Dubes.
“Syeikh Maulana Malik Ibrahim Asmorokandi, Sunan Gresik, Sunan yang paling tua berasal dari sini!” katanya bersemangat.
Kisah Pak Dubes ini sangat menarik, karena Sunan Gresik merupakan Wali Songo paling sepuh dan bisa dibilang Islam menyebar di Nusantara lewat sentuhan tangannya.
Dalam lawatan saya ke Champa di Vietnam dan Patani beberapa waktu lalu, ada cerita bahwa ada wali yang tinggal di Champa yang kelak dikenal dengan sebutan Sunan Gresik.
Putri Champa kelak menikahi Prabu Brawijaya V, makamnya bisa kita temukan di Mojokerto
“Sunan Maulana Malik Ibrahim dilahirkan di lembah Kaukasus di sini, dia belajar di Samarkand Uzbek.Menyeberang Laut Kaspia hingga sampai ke Asia jauh di kepulauan Nusantara,” kata Pak Dubes.
“Dikenal di Indonesia Sunan Gresik Asmorokandi, maksudnya adalah ‘As Shamarkand’, karena beliau belajar di Samarkhand,” tambahnya.
Pertanyaan yang selalu mengusik kita, untuk apa mereka berlelah- lelah berjalan, menyusur terik, tak gontai langkahnya, hingga tiba di negeri ini.
Baca: Gali Khazanah Keilmuan Islam, Ekspedisi Jejak Wali Songo Digelar
Berpeluh keringat, ribuan kilometer tanpa mobil, kereta, tanpa pesawat? Pertanyaan yang sulit dijawab oleh nalar.Hanya bisa diresapi, boleh jadi kedatangan mereka ke sini menjadi wasilah kita berislam. Sebuah nikmat tiada tara, mereguk manisnya iman.
Para ulama itu, mewarnai negeri ini berabad silam.
***
Di pusat kota tua Baku, berdiri Istana Shirvanshah. Seorang ulama, saintis, qadhi kesohor asal Baku Syaikh Yahya menulis kitab Kitab Asroruddin. Kabarnya, kita ini digunakan di pesantren-pesantren di Indonesia.
“Negeri ini dulu begitu banyak kaitannya dengan Nusantara! Negeri ini lebih tua daripada Saudi, Yordan, dan negeri kaum muslimin lainnya!” kata Dr. Husnan bersemangat.
“Karenanya lihatlah nanti di lokasi-lokasi bersejarah, lihat bukti-buktinya, ini benar –benar luar biasa!” pungkas Pak Dubes.Perbincangan hangat pun terus berlanjut, hingga kami pamit karena harus mengikuti saran Pak Dubes, menikmati peninggalan sejarah Azerbaijan.
Ia memberikan kami hadiah buku ‘Ranahku Kasihku’, kumpulan sajak yang ditulisnya selama titimangsa 1993 – 2005. Saya pun memberi hadiah buku ‘Perjuangan yang Dilupakan.’ Kami sama-sama penikmat sastra, dan juga wartawan.
Selama perjalanan, kami bersua dengan kawan-kawan dari negeri-negeri muslim lain seperti Arab Saudi, Turki, Mesir, Maroko, Mesir, Uzbekistan, Albania, Tajikistan, Kirigistan, Pakistan, Kuwait, Malaysia, dan masih banyak lainnya.
Dalam perbincangan saya dengan Husain, kepala delegasi Uzbekistan, saat saya bilang saya dari Indonesia, pikirannya langsung melompat ke sebuah tayangan televisi di negaranya.
Katanya, Presiden Soekarno sempat datang ziarah ke makam Imam Bukhari.
Kisah ini memang sangat menarik untuk ditelusuri.Dalam beberapa buku biografi Soekarno, memang disebutkan bahwa Soekarno berkunjung ke Uzbekistan yang saat itu masih dibawah Uni Soviet.
“Uni Soviet tentu menolaknya.Tapi Soekarno memaksa, dan meminta agar pemimpin wilayah Uzbekistan memberikan akses.Akhirnya Presiden pertama negeri kamu bisa tiba di makam Imam Bukhari dan juga memberikan bantuan untuk perawatannya,” katanya.
Itu baru Uzbekistan.Bagaimana dengan Mesir, Maroko, Turki? Tentu saja hubungan erat sudah terjalan lama antara Nusantara dan negeri di timur sana. Lalu, bagaimana dengan negeri lainnya?
Tentunya kita harus banyak ‘pelesiran’. Bisa jadi jejak-jejak Islam untuk bangsa ini bertaburan mulai dari Arab Saudi, Maroko, Champa, Irlandia, Spanyol, Prancis, Amerika, hingga penjuru negeri lainnya.
Dan yang terpenting dalam muhibah ini, adalah nasib akidah saudara-saudara kita di Azerbaijan, yang rupanya telah lama terputus dari ikatan Islam.>>> .*>>>>> klik (Bersambung)..