Hidayatullah.com–Semua penduduk Muslim dilaporkan telah meninggalkan desa Rasana, setelah mendapat perhatian global atas kasus pemerkosaan dan pembunuhan gadis Muslim berusia delapan tahun, Asifa Bano.
Kedelapan tersangka beragama Hindu termasuk seorang anak kecil ditangkap dan polisi dibawa ke pengadilan pada hari Senin.
Menurut polisi, kejahatan itu dilakukan sebagai bagian dari upaya kelompok Hindu untuk mengusir masyarakat Bakarwal Muslim.
Lebih dari 100 keluarga Muslim lainnya telah keluar dari desa secara bertahap sejak kasus pembunuhan itu menyebar di komunitas Bakarwal pada bulan Januari 2018.
Asifa Bano (gadis berusia 8 tahun), menjadi korban kekejaman sekelompok orang anti-Muslim dan praktek suap polisi India menjadi kisah pilu yang menjadi perhatian dunia.
Asifa yang tidak bersekolah kehilangan jejak beberapa kudanya. Seorang pria datang menawarkan bantuan. Pria itu kemudian membawa Asifa ke pinggir hutan. Pria itu memanggil temannya yang ada di dalam hutan.
Pria-pria itu kemudian menangkapnya dan mencekiknya Bano, membawanya ke kuil di dekat Devistan dan selanjutnya mengunci hingga tiga.
Seperti dilansir The New York Times, 11 April 2018, selama dalam sekapan di kuil, pria-pria bengis itu memperkosa Asifa berulang kali, bahkan disebut-sebut memutilasi alat kelaminnya, hingga perempuan malang ini tewas.
Orangtuanya menemukan jasad Asifa Bano seminggu kemudian di dalam hutan di antara distrik Jammu dan Kathua, Kashmir, mengenakan pakaian ungunya dengan berlumuran darah.
Polisi menemukan bukti, kasus ini tidak hanya soal pembunuhan anak semata, namun penyekapan, pemerkosaan, penyiksaan yang bermotifkan kebencian pada komunitas Bano, pengembara Bakarwal.
Penyelidikan juga mengungkapkan kasus pemerkosaan dan pembunuhan ini sangat sistematis, terencana dan berakar dalam kebencian agama yang dipendam oleh Sanji Ram, seorang Hindu, seorang penjaga kuil, melawan komunitas nomaden Muslim Bakarwal.
“Bibirnya menjadi hitam dan matanya melotot keluar. Pemandangan itu menakutkan bagi seorang ibu untuk dilihat,” katanya. “Dia adalah anak bungsu saya. Itu mengerikan. Dia menghadapi banyak kebiadaban.”
Rafeeza sekarang takut akan kedua putrinya yang masih hidup, salah satunya berusia 13 tahun. “Mereka melakukan ini dengan seorang gadis berusia delapan tahun, bayangkan apa yang dapat mereka lakukan dengan seorang anak berusia 13 tahun,” katanya kepada Aljazeera.
Sengketa antara komunitas Hindu dan komunitas pengembara beragama Muslim di perbatasan Jammu dan Kashmir sudah berlangsung sekitar tiga hingga empat tahun, mengutip Asia Times.
Delapan tersangka mengakui perbuatannya. Bahkan dua tersangka berprofesi sebagai polisi karena menerima suap ribuan dolar untuk menutup kasus kekejaman yang dialami Bano.
Belakangan kasus kekejaman yang diderita gadis cilik ini membangkitkan amarah kelompok nasionalis Hindu dengan melakukan unjuk rasa membela para tersangka, bukan menuntut keadilan pada Asifa Bano.
Pasalnya, semua tersangka yang ditangkap aparat kepolisian penganut Hindu. Asifa si pengembala kuda ini penganut Muslim. Adapun polisi yang memeriksa kasus ini penganut Muslim.
Baca: Muslim India Cemas, Umat Hindu Gembira Kemenangan Modi
Polisi memastikan bekerja berdasarkan bukti, baik itu bukti fisik, tes DNA, hingga memeriksa lebih dari 130 orang saksi. Polisi pun menegaskan bahwa penjaga kuil, Sanji Ram, sebagai dalang dari pembunuhan Asifa. Dia merancang cara untuk melakukan teror ke komunitas Bakarwals dan memiliki daftar nama orang-orang yang menculik dan membunuh Asifa.
“Racunnya telah meluas,” kata Talib Hussain, pemimpin komunitas Bakarwal yang mengenal lama Sanji Ram.
Kematian anak perempuannya tidak membuat Mohammad Yusuf Pujwala menyerah kepada tuntutan kelompok Hindu untuk meninggalkan wilayah yang dipersengketakan selama bertahun-tahun.
“Kami pemilik tanah ini dan hidup di sini. Ini rumah kami,” kata ayah Asifa Bano ini.
Seolah mendukung kelompok nasionalis Hindu, partai berkuasa Bharatiya Janata juga menolak kasus ini ditangani polisi setempat. Partai ini mendorong agar kasus penculikan, penyekapan, pemerkosaan, dan penyiksaan yang menewaskan Asifa Bano diambil alih oleh Biro Investigasi Pusat agar lebih netral. Biro ini diketahui di bawah kendali partai tersebut.
Baca: Kebencian terhadap Muslim Meningkat, Pria Muslim India Dibakar
Migrasi
Bakarwals adalah etnis dalam komunitas Gujjar, suku nomaden Muslim yang sumber pendapatan dan mata pencaharian utamanya adalah perdagangan ternak.
Gujjar Bakarwals di India, menyebar ke seluruh bagian utara pegunungan Himalaya. Termasuk Uttarakhand, Himachal Pradesh, dan Punjab. Di Pakistan, Bakarwals dapat ditemukan di bagian utara bukit Punjab serta bagian-bagian di Provinsi Perbatasan Barat Laut. Di Jammu dan Kashmir di India, Bakarwals juga ditemukan di tiga daerah termasuk Jammu (terdiri dari distrik Jammnu, Kathua, Udhampur, Poonch, Rajouri Kabupaten), lembah Kashmir (terdiri dari distrik Srinagar, Dal Gate Srinagar, Kupwara, Pulwama, Budgam dan Anantnag) dan Ladakh (terdiri dari Kargil).
Bakarwals dianggap sebagai terbelakang dan kurang berpendidikan. Bakarwal masyarakat memiliki bahasa mereka sendiri Gujri
Kedua komunitas ini —Gujjar dan Bakarwal adalah kelompok Muslim terbesar di Jammu dan Kashmir. Baru-baru ini, kedua komunitas mengkhawatirkan pemerintah Partai Bharatiya Janata (BJP) karena penggusuran baru-baru ini sebagai akibat dari tuduhan palsu bahwa mereka merambah lahan hutan.
“Masyarakat Gujjar dan Bakarwal selalu tidak aman di Jammu dan Kashmir, tetapi kali ini masalahnya adalah mereka diancam bukan hanya oleh beberapa preman lokal tetapi oleh beberapa menteri dan senior yang kuat di pemerintahan, ” kutip News 18.
Tagar #JusticeForAsifa dan semacamnya bertebaran di dunia maya. Para artis dan tokoh kenamaan memajang foto Asifa dan meminta keadilan untuknya.
’’Keadilan harus ditegakkan, seberat-beratnya dan secepatnya,’’ cuit aktor Bollywood Akshay Kumar.
Biasanya, pertimbangan utama pepindahan komunitas Bakarwal yang dikenal nomaden ini adalah kondisi cuaca. Namun kali ini, mereka ramai-ramai melakukan migrasi dari desa Rasana di distrik Kathua karena terancam dan aksi kekerasan dalam kejahatan terbaru.*