Sherefovic Hakimov bertempur untuk pasukan Komunis Soviet melawan mujahidin Afghanistan tahun 1980-an. Tapi hidupnya berubah total setelah menjadi tawanan perang
Hidayatullah.com | Sherefovic Hakimov yang berusia 56 tahun, mantan personel militer Soviet, kita tidak lagi mengidentifikasi dirinya sebagai orang Rusia. Kini, dia tinggal di kota Herat sebagai seorang Muslim dan seorang Afghanistan.
Saudaranya, Alexandre, adalah seorang wakil Rusia di parlemen negara itu, dan saudara perempuannya, Mabuba, bekerja sebagai penasihat militer Uni Soviet.
Orang tuanya seoprang pejabat tinggi di tentara Soviet. Ayahnya, etnis Armenia, adalah seorang jenderal dan ibunya, seorang Yahudi Ukraina, bekerja untuk intelijen Soviet.
Pada tahun 1984, Hakimov dikerahkan ke Afghanistan sebagai perwira intelijen militer Soviet. Setelah tiga tahun, dia mengalami luka parah dalam baku tembak dengan mujahidin Afghanistan.
Terluka dan kehilangan semangat, ia akhirnya menjadi tawanan perang. “Ada sekitar 120 tentara Soviet yang hilang, dan Hakimov adalah salah satunya,” kata Bilal Guler, koresponden Anadolu Agency di Kabul, yang melakukan wawancara ekstensif dengan Hakimov di Herat, Afghanistan barat.
“Tidak ada informasi konkret tentang tentara Soviet yang hilang itu, dan tidak satupun dari mereka tampaknya dapat kembali ke Soviet atau Rusia saat ini. Tidak jelas apa yang terjadi pada mereka,” kata Guler kepada TRT World.
Hakimov punya cerita unik, saat menjadi tawanan, para mujahidin mengajaknya memeluk Islam. “Mereka menyuruh saya untuk menjadi seorang Muslim. Mereka juga mendorong saya untuk mengatakan ‘La ilaha illallah Muhammad Rasulullah,'” kata Hakimov, yang kini juga menggunakan barunya, Sheikh Abdullah, yang diberikan kepadanya oleh Haji Sayyid Abdulvahab Katali, salah satu dari pemimpin mujahidin.
“La ilaha illallah Muhammad Rasulullah”, yang artinya “tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah nabi-Nya”, dianggap sebagai tanda ucapan memeluk Islam. Dengan mengucapkan kata-kata ini, seorang non-Muslim dapat masuk Islam dan menjadi seorang Muslim.
“Saya pikir Muhammad akan datang dan menentukan apa yang harus dilakukan dengan saya, dan bahwa dia adalah seorang hakim atau pemimpin [Mujahidin] ini,” kata Hakimov mengatakan kepada Guler dari Anadolu Agency, mengingat perasaannya saat itu.
Anadolu Agency mewawancarai Hakimov pada tanggal 15 Februari, peringatan penarikan Soviet dari Afghanistan.
Bermimpi Islam
Hakimov belum menjadi seorang Muslim hingga suatu ketika ia bermimpi di mana seorang pria berjanggut putih menasihatinya untuk masuk Islam. Setelah itu, ia memutuskan untuk memeluk agama Islam dan budaya Afghanistan.
“Saya telah berada di Afghanistan selama hampir 40 tahun. Saya orang Afghanistan sekarang. Saya memiliki kewarganegaraan Afghanistan. Saya sekarang seorang Muslim. Saya bukan orang Rusia. Saya bukan milik orang Rusia,” kata Hakimov.
Mantan tentara Soviet itu berpakaian layaknya warga Afghanistan dan fasih berbahasa Pashto dan Persia, dua bahasa dominan di Afghanistan. Hakimov juga berteman baik dengan mantan musuhnya, Katali.
“Kita saling bermusuhan kami saat itu. Jika kami menangkapnya, kami akan mengeksekusinya. Jika kami jatuh ke tangannya, mungkin dia juga akan mengeksekusi kami,” kata Hakimov. “Kami menjadi teman setelah saya masuk Islam … Saya menjadi staf dan menjadi anaknya. Dia menikahkan saya dan memberikan sebuah rumah,” tambahnya.
Ketika dia berusia 25 tahun, Hakimov menikahi seorang wanita Afghanistan, yang meninggal saat melahirkan seorang gadis bernama Menice. Istri keduanya juga meninggal karena kanker perut tahun lalu.
Dengan kehilangan istri keduanya, Hakimov sempat kecewa dengan kehidupan. “Setelah istri saya meninggal, saya tidak bisa berbuat apa-apa lagi.” Dia mengunjungi makam istrinya setiap hari untuk mendoakannya.
Rusia: Negeri Asing
Hakimov, yang menderita kehilangan ingatan dan penyakit lain akibat cedera masa lalunya, telah kehilangan paspor Soviet dan barang-barang miliknya, termasuk foto-foto anggota keluarganya. Bahasa Rusianya menjadi berkarat seiring waktu, dan karena kondisi kesehatannya, dia telah melupakan banyak kata dan frasa. Namun, dia masih menguasai bahasa Armenia asalnya dengan baik.
Kedua orang tuanya sudah meninggal. Jauh dari saudara-saudaranya selama beberapa dekade telah membebani mentalnya. Ia sangat merindukan kakak dan adiknya.
“Kami adalah manusia. Mustahil untuk tidak merindukan [mereka],” katanya, mengungkapkan keinginannya untuk mengunjungi mereka. Terakhir kali dia berbicara dengan saudara perempuannya melalui telepon adalah dua tahun lalu.
Meskipun dia sadar bahwa banyak penyakitnya dapat diobati di Rusia, dia masih tidak yakin bagaimana pemerintah akan memperlakukannya jika dia kembali. Tapi Guler percaya bahwa jika salah satu saudaranya mengunjunginya di Afghanistan, dia mungkin merasa terdorong untuk pergi ke Rusia.
“Saya pikir dia merasa ditinggalkan oleh keluarga,” kata Guler. “Kebijakan Rusia berbeda. Memang benar, mereka bilang mereka memaafkan kita. Tapi salah satu dari kami pergi ke Rusia dan ditangkap. Dia melarikan diri dari sana dan kembali ke Afghanistan. Jika Rusia tidak menangkapnya, kami semua akan pergi,” kata Hakimov.

Hakimov takut jika dia kembali ke Rusia, dia mungkin akan menghadapi pembalasan juga. “Saya tidak ditahan di sini. Mereka [Rusia] mengatakan mengapa Anda menyerah. Kami mengatakan bahwa kami tidak menyerah. Kami terluka dan tetap tinggal. Kami jatuh ke tangan mujahidin,” kata Hakimov.
“Butuh waktu lama untuk menyadari bahwa kami adalah tahanan dan tidak menyerah,” tambahnya.
Delegasi yang berbeda dari PBB ke Uzbekistan dan Rusia mengunjunginya berkali-kali untuk membantunya meninggalkan Afghanistan, tetapi dia menolak untuk melakukannya. Hakimov tidak yakin apakah pemerintah Rusia dapat memahami keadaan yang menyebabkan penangkapannya.
Dalam beberapa kesempatan, Hakimov bahkan melatih para mujahidin untuk berperang melawan Soviet. “Aku harus melakukan, aku takut. Untuk bertahan hidup, aku saya mengajarkan setiap keterampilan yang aku bisa kepada para mujahidin.”
‘Afghanistan’ yang netral
Pada tahun 1989, dua tahun setelah penawanan Hakimov, Soviet meninggalkan Afghanistan dengan segudang aib. Namun setelah itu, perebutan kekuasaan internal mencengkeram Afghanistan sampai Taliban muncul sebagai pemenang pada tahun 1995.
Namun, kekuasaan Taliban juga terputus pada tahun 2001 setelah serangan 11 September di AS dengan invasi Amerika. “Sejak penarikan Soviet, Hakimov telah menarik diri dari konflik bersenjata tidak berjuang untuk kelompok Afghanistan mana pun,” kata Guler.
“Kesehatannya juga tidak memungkinkan dia untuk terlibat dalam pertempuran apa pun,” tambah Guler.

Hakimov telah bekerja untuk museum perang Herat, di mana bekas persenjataan Soviet seperti tank dan senjata lainnya dipamerkan di samping foto-foto tentara Soviet yang hilang. Selama wawancara Anadolu Agency dengannya di museum, anggota Taliban yang berkuasa di Afghanistan berbaris untuk berfoto dengan Hakimov.
Tetapi ketika datang ke Soviet, Hakimov kembali ke posisi semula. “Saya dari Afghanistan. Jika Soviet [Rusia] menyerang dan menduduki Afghanistan lagi, saya akan menyerang mereka dengan tank buatan Rusia dari Uni Soviet ini,” katanya sambil menunjuk salah satu tank era Soviet di museum.
“Aku akan menyerang mereka dengan senjata mereka sendiri,” katanya.*