“SAYA sungguh bahagia!” Ada rasa yang bergemuruh dalam dada Aji Wira, pengungsi asal Dusun Jorong, Desa Sembalun Bumbung, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Apa gerangan yang membuat pengungsi korban gempa NTB ini begitu bahagia?
“Saya bahagia karena bisa berbagi,” kata pria paruh baya itu. Matanya berkaca-kaca ketika membopong sekarung wortel hasil panennya untuk dibagikan kepada para pengungsi -juga- di daerah Gangga, Kabupaten Lombok Utara.
Sudah beberapa hari ini -seminggu pasca gempa 7 SR melanda Lombok, 5 Agustus 2018- para pengungsi di Desa Sembalun Bumbung justru tergerak hatinya turut membantu para pengungsi korban gempa lainnya di Lombok Utara.
“Rumah saya rata dengan tanah, Pak,” Aji Wira mengenangkan. Para pengungsi di hadapan Pak Aji, sapaan karibnya, tak kuasa mengucapkan apa pun.
Baca: Kesaksian Kakek Selamat dari Reruntuhan Masjid Saat Gempa
Mereka berdecak kagum, bagaimana mungkin seorang yang rumahnya luluh lantak malah turut membantu para korban lainnya?
Para pengungsi ini saling berpelukan dan saling berbisik untuk saling mendoakan. “Terima kasih, kami terharu,” kata pria bersarung datang memeluk Aji Wira.
Setelah menempuh perjalanan lebih dari empat jam, seakan ‘penderitaan’ Pak Aji sirna setelah melihat wajah saudaranya yang juga senasib.
Senyum sumringah tak hanya merekah dari wajah Pak Aji. Masih ada ribuan pengungsi di Desa Sembalun, yang justru kini merasakan kebahagiaan yang dirasakan Pak Aji.
Baca: Kisah Ibu Selamatkan Bayi Berusia Sehari dari Reruntuhan Gempa
Padahal, seluruh penduduk Sembalun Bumbung kini mengungsi. Pak Oza, tokoh masyarakat Sembalun mengatakan, gerakan berbagi ini berawal dari masjid. Masjid sederhana yang dibangun seminggu usai gempa besar kedua melanda Lombok.
“Kami sempat shalat Jumat di sawah,” katanya. Tepatnya di tengah sawah yang dibabat menjadi lapangan. Warga Jorong, Sembalun Bumbung, tidak berani kembali ke masjid-masjid mereka yang retak dan separuh doyong.
Waktu itu, hanya langit yang menaungi mereka.
Jangan tanya panasnya terik yang langsung menyengat kulit. Lebih dari cukup bagi mereka shalat berjamaah dengan nyaman.
“Alhamdulillah, berkisar dua minggu setelah mereka mengungsi karena gempa (pertama), datang kawan-kawan lembaga Sinergi Foundation bersama warga mendirikan masjid,” kata Oza.
Baca: Kisah Heroik Nenek Selamatkan Cucu dari Reruntuhan Saat Gempa
Masjid Darurat Jorong Sembalun, warga menyebutnya. Bangunan sederhana beratap terpal berwarna jingga itu sekilas tampak seperti tenda – tenda pengungsian lainnya. Tiang penyangganya berbahan bambu, diikat dengan bambu pula.
Siapa sangka, di bawah terpal itu, kalam suci mengalun merdu. Di kaki Gunung Rinjani, suara adzan itu mengalun merdu. Di bangunan sederhana itu, para pengungsi berdiri, rukuk, dan sujud. Bangunan sederhana ini lebih dari cukup bagi mereka untuk shalat berjamaah dengan nyaman.
Masjid ini berdiri tegak; tanpa menara; tanpa pelantang; tanpa beton bertulang yang justru luluh lantak menantang gempa. Dari bawah bungkusan terpal ini, warga memupuk harapan.
Adalah relawan yayasan Sinergi saat itu, Maftuh Supriadi, yang disebut Oza menginspirasi warga agar optimistis dan bangkit.
“Gerakan berbagi ini diinisiasi bersama dari masjid sederhana ramah gempa ini,” kata Oza.
Ia mengatakan, masjid ini dibuat bersama-sama dan ‘dikebut’ hanya setengah hari, sehingga shalat Jumat kini bisa digelar di masjid.
Pada shalat Jumat pertama -setelah ada masjid alias Jumat kedua pasca gempa 7 SR- ini pula, Maftuh didaulat warga menjadi khatib. Kesempatan ini dimanfaatkan sang ustadz untuk terus menguatkan tauhid, bahwa semua yang terjadi merupakan rencana Allah, Sang Maha Pengasih.
Baca: Tanda Cinta Keluarga Palestina, Bangun Masjid Darurat untuk Korban Gempa NTB
“Saya ingin warga Sembalun Lombok Timur, bangkit dan tidak terus menerus berkabung dengan musibah gempa,” kenang Maftuh.
“Makanya saat ceramah, beberapa kali saya sampaikan kisah Abdurrahman bin Auf yang saat hijrah dalam keadaan miskin dan kelaparan. Kendati demikian, ia tetap bersemangat kerja dan bersedekah meski dalam kondisi sulit,” tambahnya.
Ceramah Maftuh ini, kata Oza, justru tak disangka membuat warga begitu terharu. Esok harinya, warga berdatangan ke masjid darurat membawa hasil bumi; sayur, bawang, tomat, selada, strawberi, dan sebagainya.
“Mereka semangat memberikan bantuan untuk saudara kita di Lombok Utara, yang terdampak gempa lebih parah. Mereka mendermakan 45 ton sayuran hasil tani mereka,” kenang Oza.
Baca: Jumatan Pertama Pengungsi Korban Gempa di Masjid Darurat
Tak ada yang menyangka, dari bawah masjid sederhana berlapis terpal ini, ruang solidaritas terus mengalir. Satu per satu warga kembali tersenyum ceria. “Bahwa memang kami sedang susah, tapi masih banyak warga yang rupanya masih membutuhkan bantuan kita,” kata Aji Wira.
Di Sembalun Bumbung, hingga Sabtu (18/08/2018), lebih dari 50 ton sayuran hasil bumi dari desa Sembalun disumbangkan untuk korban gempa di Lombok Utara, termasuk oleh Pak Aji Wira.
Koordinator Lapangan relawan yayasan tersebut, Eggie Ginanjar mengatakan, ia bersama warga Sembalun kini akan membangun masjid yang lebih layak sebagai pusat aktivitas warga: belajar, musyawarah, trauma healing, tausiyah, dan lain sebagianya.
“Insya Allah dari masjid, Lombok bangkit, Sembalun telah mengajarkan kita,” pungkas Eggie.* Rizki Lesus/INA