Dalam Madzab Syafi’i hukum melakukan tato alis, sulam alis, sulam tato, sulam bibir adalah haram. Kenapa? Begini dalilnya
Hidayatullah.com | MENCUKUR alis dan mentato sudah tidak asing lagi di masyarakat. Hal ini kerap dilakukan kaum perempuan untuk mempercantik diri. Alasan mencukur alis adalah untuk merapikan agar saat dibentuk terlihat bagus.
Selain itu, ada lagi sekarang teknologi yang berhubungan dengan alis yaitu mempertebal alis dengan sulam alis. Sulam alis ini seperti mentato alis agar terlihat lebih tebal dan berbentuk.
Kedua hal tersebut dilarang oleh Allah. Tidak cuma sulam alis, namun segala jenis tato permanen sangat dilarang dalam Islam
***
Hukum Tato Alis
Hukum tato (wasym), merenggangkan gigi (tafalluj) dan mengerok alis (namash) telah dibahas dalam Islam. Hukum membuat tato adalah haram, baik dianggap menghalangi air wudu ataupun tidak.
Hal ini karena illat keharaman tato adalah hadis yang melarang hal itu. Nabi Muhammad ﷺ bersabda:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ لَعَنَ اللَّهُ الْوَاشِمَاتِ وَالْمُسْتَوْشِمَاتِ وَالْمُتَنَمِّصَاتِ وَالْمُتَفَلِّجَاتِ لِلْحُسْنِ الْمُغَيِّرَاتِ خَلْقَ اللَّهِ . [رواه البخارى: اللباس: المشتوشمة]
Artinya: “Diriwayatkan dari Abdullah ra, Allah melaknat perempuan yang membuat tato dan orang yang minta dibuatkan tato, orang yang minta dicabutkan bulu alisnya, orang-orang yang menghias giginya untuk mempercantik dirinya, dan orang yang mengubah ciptaan Allah.” (HR: al-Bukhari).
عَنْ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَعَنَ الْوَاصِلَةَ وَالْمُسْتَوْصِلَةَ وَالْوَاشِمَةَ وَالْمُسْتَوْشِمَةَ. [رواه مسلم: اللباس والزينة: تحريم فعل الواصلة والمستوصلة والواشمة والمستوشمة]
Artinya: “Diriwayatkan dari Ibnu Umar, bahwasan Rasulullah ﷺ melaknat perempuan yang menyambung rambutnya dan perempuan yang minta disambungkan rambutnya, perempuan yang membuat tato dan perempuan yang minta dibuatkan tato.” (HR: Muslim).
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَعَنَ الْوَاشِمَاتِ وَالْمُسْتَوْشِمَاتِ وَالْمُتَنَمِّصَاتِ مُبْتَغِيَاتٍ لِلْحُسْنِ مُغَيِّرَاتٍ خَلْقَ اللَّهِ. [رواه الترمذى: الأدب عن رسول الله: ماجاء فى الواصلة والمستوصلة والواشمة والمستوشمة]
Artinya: “Diriwayatkan dari Abdullah ra., bahwa Nabi ﷺ melaknat orang yang membuat tato dan orang yang minta dibuatkan tato, orang-orang yang meminta dicabutkan bulu alisnya untuk mempercantik dirinya, dan orang yang mengubah ciptaan Allah.” (HR: at-Tirmidzi).
Dari hadis ini ada tiga hal yang diharamkan yang pertama orang yang membuat tato dan orang yang minta dibuatkan tato; yang kedua orang yang mencukur alis; yang ketiga orang yang merenggangkan giginya agar nampak indah. (Syarah Muslim: 14/106).
Sulam atau tato alis
Sulam alis adalah suatu proses pengerjaan membentuk alis dengan mengaplikasikan tinta ke lapisan kulit dalam yang berupa serat-serat bulu alis dengan bentuk yang telah disesuaikan sebelum proses menggunakan mesin khusus (embroidery machine). Tinta yang digunakan berbahan dasar herbal.
Layaknya tren kecantikan pada umumnya sulam alis ini memiliki banyak model yang ditawarkan: munculah layanan tren sulam alis dalam bentuk 2 dimensi, sulam alis bisa disebut sebagai perawatan alis yang lebih baik daripada tato alis.
Sulam alis dalam 2 dimensi yang memiliki arsiran dengan pola sejajar (teknik single line) dan gambar hanya 1 arah. Karena penggambaran bulu alis hanya dengan pola sejajar atau searah, maka hasilnya terlihat tidak natural dan kaku. Setelah itu muncul lagi berikutnya, dan seterusnya.
***
Sulam alis mengikut tren
Melukis pada alis mata, di mana rambut alis yang asli dibuang/dikerok. Sama dengan tato, namun sulam alis, tidak bertahan lama (tato semi permanen). Demikian juga, sulam bibir. Hukum sulam alis atau bibir menurut Mazhab Syafi’i: haram.
Tato alis karena mengikuti trend (tazyîn li al-ajånib) menurut Mazhab Syafi’i dan Maliki adalah haram.
Menurut Al-Adawi (ulama Malikiyah), larangan dalam hadis Nabi khusus bagi wanita yang ‘iddatul wafat (‘lddah karena suaminya wafat) dan wanita yang suaminya tidak jelas kabarnya (mafqúd). (Is’ad ar-Rafiq, 2/123, Asná al-Mathalib, 1/173; Fath al-Bårî, 10/443; Al-Maus’ah Al-Fighiyyah, 11/ 273 dan 14/81; l’anat A-Thalibîn, 4/199, Hasyiyah Al-‘Adawi, 2/599, Al-Muntaga, 4/ 368).*