Hidayatullah.com | DENGAN semakin berkembangnya zaman dan kehidupan, seorang dai dituntut memiliki wawasan luas (mutsaqqaful fikri). Dan, menjadi hal yang penting bagi seorang dai mengenal lingkungan sekitar secara utuh, tentang sosial kemasyarakatan, ekonomi, budaya, dan politik.
Dai yang berwawasan luas memberikan pengaruh kepada masyarakat. Ketika diminta untuk memimpin sebuah masyarakat, masyarakat berharap agar sosok dai tersebut memiliki wawasan yang luas, baik yang sifatnya regional maupun global.
Dengan mengetahui dunia luar, memudahkan bagi dai mengetahui peluang dakwah di wilayah lain. Sehingga dapat memberikan manfaat bukan hanya bagi wilayah lokal yang ia tempati, tapi juga wilayah luar. Hal ini pernah dipraktekkan oleh Nabi Muhammad ﷺ dengan cara melihat negeri lain yang lebih maju, yang di dalamnya ditemukan kenyamanan dan kedamaian, yakni negeri Raja Najasyi di Habasyah.
Pilihan Nabi ﷺ didasari atas arahan dari Allah. Sedangkan tugas seorang dai adalah mengerahkan segala upaya untuk mengetahui perkembangan zaman dan kondisi dunia luar. Tidak diragukan lagi, setiap wilayah di atas muka bumi ini memiliki keistimewaan.
Seorang dai pada saat ini hidup di wilayah Islam yang membentang luas, tidak lepas dari permasalahan yang cukup kronis, di saat bersamaan ada penentang Islam yang melarang umat Islam menjalankan aktivitasnya. Kondisi seperti ini bisa teratasi jika umat bersatu. Untuk itu, dibutuhkan dai yang berwawasan luas dan memahami permasalahan umat Islam.
Seorang dai saat ini juga tengah hidup di dunia yang terbagi ke dalam negara-negara. Di antara negara itu ada yang menjadi negara super power, yang kemudian membidik negara-negara lemah, termasuk yang menjadi bidikannya adalah dunia Islam.
Dai dituntut memiliki pengetahuan yang luas tentang pertarungan informasi, wilayah mana saja yang memberikan dampak buruk sehingga dapat membendung pengaruhnya.
Saat ini perubahan ideologi sangat cepat terjadi. Sedangkan dunia Islam berada di antara timur dan barat. Cepat atau lambat seorang dai akan dihadapkan dengan peperangan ideologi. Tidak ada alasan lagi bagi dai di tengah canggihnya zaman untuk mengalah dengan pemahaman ideologi.
Seorang dai, saat hidup di tengah perkembangan teknologi informasi. Di antaranya ada yang membawa manfaat dan ada yang tidak. Ada yang menopang perjuangan dakwah dan ada yang sebaliknya.
Seorang dai yang sukses adalah dai yang pandai memfilter dan memilah hal yang memberi manfaat bagi perjuangan dakwah dan tidaknya. Tidak ada alasan bagi seorang dai berpangku tangan, hal ini sama saja memperolok Allah dengan tidak bekerja dan berjuang memperjuangkan syari’at-Nya.
Pertolongan tidak datang ketika kita belum mengenal alam ciptaan-Nya secara utuh. Tak mengenal darat dan laut, sungai dan gunung, tanah dan air, dan panas dan dinginnya.
Seorang dai yang hidup di tengah beragam kelompok, ada yang memiliki kedekatan pemahaman, dan ada yang antipati. Karena itu seorang dai dituntut untuk memahami latar belakang masing-masing kelompok dengan memahaminya secara ilmiah, sehingga bisa mengukur hingga batasan mana pengaruh kelompok itu masih bisa diterima dan kapan harus distop, serta mengetahui target dari kelompok itu, baik sejarah berdiri dan perkembangnya.
Semoga Allah membimbing para dai agar dapat membekali diri dengan wawasan yang luas sehingga dapat membersamai dan menyelesaikan problematika umat. Amin.*/Imam Nur Suharno, pengurus Kops Mubaligh Husnul Khotimah, Kuningan, Jawa Barat