Oleh: Khairul Hibri
SEBENTAR lagi adalah pergantian tahun. Biasanya, pada malam-malam pergantian, semua orang bergembira dengan mengucapkan “Happy New Year”.
Seperti sebelum-sebelumya, aroma kemeriahan pesta tahunan tersebut telah tercium dari jauh hari, dengan membludaknya iklan-iklan promosi perayaan tahun baru, baik itu melalui baleho-baleho di jalan-jalan, hingga tayangan-tayangan di stasiun-stasiun televisi. Yang lebih membuat tahun 2012 mendatang ini terasa lebih ‘spesial’ dan dinanti-nanti, karena sebelumnya telah tayang sebuah film Hollywood yang memprediksikan kiamat akan terjadi pada tahun depan. Benarkah akan terjadi demikian? Jawabnya, Wallau ‘alam Bish-Shawab
Namun, terlepas dari itu semua, ada pertanyaan mendasar, khususnya kaum mukminin, adakah hikmah yang mampu kita petik dari fenomena ini?
Perhitungan Untung-Rugi
Bagi seorang mukmin, pergantian tahun memiliki arti yang sangat penting. Bahkan, jauh lebih penting dari peringatan pergantian tahun itu sendiri. Hal ini tidak lain karena ketika berbicara masalah pergantian tahun, berarti kita tengah membahas masalah waktu. Sedangkan membahas masalah waktu berati kita tengah membincangkan masalah kehidupan kita di dunia ini.
Hidup dan waktu bagai dua keping mata uang yang tak terpisahkan. Keduanya saling berkaitan. Waktu semakin bertambah berarti jatah hidup semakin berkurang. Kalau pada tahun 2011 umur kita masih 24 tahun misalnya, maka tahun depan, pada 2012 akan menginjak ke 25. Kalau Allah menjatahi kita hidup hingga umur 60 tahun, misalnya, berati jatah hidup kita telah berkurang 25 tahun, sehingga tinggal 35 tahun lagi. Hal ini senada dengan apa yang digambarkan oleh Abu Nuwas dalam salah satu bait sya’irnya yang sangat terkenal: “Wa ‘umrii naaqishun fii kulli yaumin” (Dan umurku setiap hari semakin berkurang).
Oleh sebab itu, pemanfaatan waktu perlu diperhatikan dengan sangat. Bagi seorang mukmin, waktu adalah pedang. Maka tergantung kita, bagaimana kita memanfaatkan atau menggunakan waktu tersebut. Apa bila ia kita gunakan untuk kebaikkan, maka beruntung lah kita. Namun, apa bila sebaliknya, maka kerugian tengah melanda diri kita. Untuk mengoptimalkan waktu, prinsip hari ini harus lebih baik dari pada hari kemarin, benar-benar harus terpatri dalam diri kita.
Dan agar tidak salah langkah, perlu kiranya kita memperhatikan rambu-rambu Allah dalam al-Quran tentang pemaknaan hidup. Allah melalui firman-Nya menerangkan bahwa kehidupan di dunia ini tak ubah sebuah perniagaan.
Dan sudah menjadi sesuatu yang lazim, dalam setiap perniagaan itu ada untung dan ada rugi. Peluang kedua posisi ini menghampiri kita sama-sama besar. Tergantung sejauh mana kejelian kita dalam menentukan pilihan, baik itu jenis perniagaan, lebih-lebih teman bisnis kita.
Namun dalam al-Quran, Allah justru memberikan tawaran perniagaan bagi manusia, yang pasti membawa keuntungan, baik itu di dunia, lebih-lebih di akhirat kelak. Bahkan tidak hanya sebagai tawaran, Allah dengan firman-Nya secara langsung menjamin bahwa perniagaan tersebut benar-benar tidak menghasilkan kerugian sedikit pun bagi mereka yang ingin berniaga dengan-Nya.
Perniagaan macam apakah itu? Berikut bunyi tawaran Allah yang terdapat dalam surat Ash-Shaff, ayat 10-11:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا هَلْ أَدُلُّكُمْ عَلَى تِجَارَةٍ تُنجِيكُم مِّنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ
تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَتُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنفُسِكُمْ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih?. (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan rosul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan hartamu dan jiwamu. Itu lah yang lebih baik bagi dirimu jika kamu mengetahui.” (Ash-Shaff: 10-11).
Jadi ini lah jenis perniagaan yang Allah tawarkan ke pada kita, yang dijanjikan dengan keuntungan yang nyata. Bagi mereka yang enggan berterangsaksi dengan-Nya, maka secara sepontanitas dia telah menetapkan dirinya sebagai orang yang merugi dalam perniagaan.
Merugi karena dia tidak bisa merengguh keuntungan hakiki, yaitu keridhaan Allah dan Rosul-Nya.
Dari Abu Malik Al Harits bin ‘Ashim Al Asy’ari radhiyallahu’anhu, dia berkata, Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda, “Kesucian adalah separuh keimanan, Alhamdulillah memenuhi timbangan, Subhanallah dan Alhamdulillah memenuhi ruang antara langit dan bumi, shalat adalah cahaya, sedekah adalah bukti nyata, kesabaran merupakan sinar. Al Qur’an bisa sebagai pembela bagimu, bisa pula sebagai bumerang bagimu. Setiap pagi manusia dapat menjual dirinya, apakah ia akan memerdekakan dirinya atau akan membinasakannya.” (HR. Muslim. Shahih dikeluarkan oleh Muslim di dalam [Ath Thaharah/223/Abdul Baqi])
Dari hadits di atas, secara jelas kita bisa menangkap pesan-pesannya, bahwa memang di dalam mengarungi samudra kehidupan ini, manusia bak tengah berniaga. Ada yang membawa ke pada keuntungan, namun ada pula yang menjerumuskan ke pada kebinasaan. Nah, pertanyaan selanjutnya ada di pihak manakah kita saat ini?
Di sini lah kita perlu bermuhasabah. Layaknya seorang saudagar, ketika telah mendekati akhir tahun, itu berarti dia akan melakukan tutup buku untuk tahun tersebut, dan membuka pembukuan baru untuk tahun yang akan datang. Makanya, dia kudu menghitung dengan teliti proses perniagaan selama satu tahun yang telah berlalu, antara pendapatan dan pengeluara. Semuanya harus jelas dan terinci, sehingga hasil yang diperoleh tidak salah, antara untung dan ruginya.
Begitu pula kaitannya dengan kita. Agar tahun depan, 2012 dan seterusnya, menjadi lebih baik dari tahun yang telah dilalui, maka kita harus mengevaluasi akan kinerja kita selama ini. Jangan sampai ‘jual-beli’ yang kita lakukan selama ini (peribadatan) belum mampu mendatangkan laba yang besar bagi kita. Bukan karena Allah ingkar janji, namun karena kualitas pelayanan yang kurang dari kita.
Terlebih lagi kalau perniagaan kita bersimpangan jalan dengan apa yang telah ditawarkan Allah, dalam arti hanya berdimensi materi, maka seharusnya kita cepat menyadarinya, dan berusaha membuka lembaran baru, dengan membuka relasi perniagaan dengan Allah, dengan sebaik-baik perniagaan.
Dengan ini, semoga waktu-waktu kita di masa mendatang, benar-benar kita gunakan untuk sesuatu yang bermanfaat. Sering-sering lah ‘menghitung’dan mengevaluasi proses perniagaan kita dengan Allah, sebelum tiba hari di mana tidak berguna lagi kegiatan ‘tijarah’, kecuali hanya tinggal penghitungan hasil atau rugi dari perniagaan di dunia. Dan semoga kita tidak termasuk orang yang merugi, dikarena kelalaian kita dalam memanfaatkan peluang yang telah Allah berikan ke pada kita. Ingat, dunia adalah tempat kita beramal tanpa dihisab, dan akhirat adalah tempat kita dihisab tanpa beramal. Jadi, “Haasibuu Anfusakum Qabla An Tuhaasabuu.” (Hisablah diri kalian masing-masing sebelum kalian disisab).*
Penulis adalah Anggota Asosiasi Penulis Islam (API)