MENJADI Muslim itu anugerah tiada tara, dari bacaan Al-Qur’an saja sudah bisa mengambil manfaat dan mendorong diri lebih giat dalam amal dan ibadah.
Satu contoh misalnya kala ingin menjadi pribadi yang produktif, dari jenis-jenis ayat Al-Qur’an kita bisa mengambil hikmah dan pelajaran.
Katakanlah soal taqwa. Di dalam ayat tertentu Allah menyebutnya dengan “Agar kalian menjadi orang yang bertaqwa.” Tetapi pada ayat yang lain, Allah Ta’ala merinci apa saja yang dilakukan oleh orang bertaqwa.
ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ فِى ٱلسَّرَّآءِ وَٱلضَّرَّآءِ وَٱلۡڪَـٰظِمِينَ ٱلۡغَيۡظَ وَٱلۡعَافِينَ عَنِ ٱلنَّاسِۗ وَٱللَّهُ يُحِبُّ ٱلۡمُحۡسِنِينَ (١٣٤)
“(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema’afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS. Ali Imran [3]: 134).
Baca: Imam Masjid Istiqlal: Syeikh Wahbah Ulama Produktif, Menulis 16 Jam Sehari
Kadangkala dalam diri muncul kesadaran untuk menjadi lebih baik dengan bisa melakukan banyak hal, seperti membaca, membersihkan rumah, menulis, dan bersilaturrahim. Tetapi, yang menghambat kadang bukan tipisnya niat, melainkan tidak konkret dan tidak spesifiknya yang ingin dikerjakan.
Kalau misalnya dalam daftar yang dibuat ditulis, bahwa ingin menyeterika, merapikan kamar tidur, membaca sekian buku sebelum menulis, maka boleh jadi akan lebih mudah diri melakukannya. Sebab konkret dan spesifik aktivitas yang akan dilakukan.
Sama halnya dengan ungkapan, “Semoga ke depan bisa lebih baik lagi.” Ungkapan tersebut sudah baik, namun belum ada rinciannya, sehingga kata-kata yang baik itu tidak mendatangkan kondisi lebih baik dikemudian hari.
Menariknya, dalam Islam, amal atau ibadah yang Allah cintai dari seorang Muslim adalah yang konsisten, meski sedikit.
”Amalan yang paling dicintai oleh Allah Ta’ala adalah amalan yang kontinu walaupun itu sedikit.” (HR. Muslim).
Jadi, mulailah hari-hari kita dengan amalan yang konkret, spesifik dengan segera. Dalam membaca Al-Qur’an misalnya, jika diri termasuk orang yang waktu membacanya sangat terbatas, maka tetaplah membaca meski satu ayat lengkap dengan maknanya.
Jika amalan kecil itu dilakukan sejak umur 20 tahun, kemudian konsisten selama 20 tahun kemudian, tentu akan melekat makna-makna ayat yang pernah dibaca. Inilah manfaat dari produktif, dimana yang kecil tak terhitung menjadi sangat berfaedah di masa selanjutnya.
Langkah selanjutnya jangan kalah dengan orang yang memburu dunia, terutama mereka yang profesional di sebuah pekerjaan.
Dalam konteks produktivitas sebagai Muslim tidak salah jika melakukan apa yang orang lakukan untuk pekerjaannya dalam urusan dunia.
Misalnya, memulai membangun rutinitas hidup selain daripada ibadah wajib (mahdhah) yang telah Allah tentukan. Kemudian terus berlatih lebih disiplin, tertib dan terorganisir dalam seluruh aktivitas hidup. Membuat deadline, terus meningkatkan pemahaman ke-Islaman dan tidak pernah lelah untuk beramal sholeh dengan peduli terhadap sesama.
Hasan Al Bashri berpesan, ”Wahai kaum Muslimin, rutinlah dalam beramal, rutinlah dalam beramal. Ingatlah! Allah tidaklah menjadikan akhir dari seseorang beramal selain kematiannya.”
Bahkan lebih dari itu, kalau seorang Muslim produktif melakukan suatu amalan dalam hidupnya, maka disaat tertentu, dimana amalan itu dengan sangat terpaksa tidak bisa dilakukan, Allah tetap mencatat dirinya tetap mengamalkannya.
“Jika seseorang sakit atau melakukan safar, maka dia akan dicatat melakukan amalan sebagaimana amalan rutin yang dia lakukan ketika mukim (tidak bepergian) dan dalam keadaan sehat.” (HR. Bukhari).
Jadi, mulai sekarang, jangan semata urusan pekerjaan yang dirutinkan, amalan ibadah pun harus dimulai, agar Allah mencintai kita dan terus mencatat kita mengamalkannya, meski dalam keadaan sakit atau dalam perjalanan yang karena itu tidak bisa mengamalkannya seperti biasa. Bukankah ini suatu balasan yang sangat indah dari-Nya?
Jangan sampai kita sibuk melakukan banyak hal namun terlepas dari produktivitas dua sisi, dunia dan akhirat. Dimana diri merasa telah berbuat dan karena itu sangat lelah, namun sejatinya tidak ada kebaikan yang kita dapat dari sisi-Nya, termasuk cinta dan keridhoan-Nya.
Oleh karena itu ada perintah tafakkur (merenung) dan muhasabah (evaluasi diri) di dalam Islam.
Kata bijak mengatakan, “Duduk diam berpikir untuk sebuah rencana dan kreatifitas, jauh lebih produktif daripada sibuk beraktifitas tidak jelas, yang biasanya akan sulit mendapatkan hasil yang berkelas.
Selagi Allah berikan kesempatan hidup, mari benahi dan jadilah Muslim yang produktif dunia-akhirat. Insya Allah.*