Sambungan artikel PERTAMA
Kini Islam datang menghapus semua kesesatan tersebut. Perempuan dalam Islam, adalah pasangan bagi laki-laki yang memiliki hak dan tanggungjawab yang sesuai dengan fitrah penciptaannya.
Ia disetarakan dengan pria dalam hal ganjaran pahala dan dosa. Wanita bisa masuk surga sebagaimana laki-laki dijanjikan yang sama, selama mereka beriman kepada Allah dan berbuat amal shaleh, serta tidak menyekutukan Allah.
Wanita adalah ketenangan
Disebutkan di ayat di atas, tugas mulia wanita sebagai seorang istri adalah tempat kembali yang nyaman dan penuh ketenangan bagi suaminya.
Jika istri tak lagi bisa menenteramkan jiwa, niscaya sang suami memilih mencari ketenangan di luar rumah seperti yang banyak terjadi sekarang.
Pun demikian dengan amanah sebagai seorang ibu, tugas berat tersebut sebanding dengan kemuliaan yang disematkan kepadanya.
Ialah sosok pendidik generasi. Cinta dan kasih sayang dalam pengasuhan yang dia berikan akan membekas di hati anak hingga anak dewasa.
Ibarat gunung es, fenomena mother distrust (ketidakpercayaan kepada ibu) adalah keping kecil yang tampak dari kelalaian seorang ibu untuk mengasuh dan mendidik buah hati mereka di rumah.
Sesungguhnya tugas mulia wanita dalam Islam dalam menjaga suaka generasi ini tak pernah diridhai oleh musuh-musuh Islam.
Secara halus dan terang-terangan, musuh-musuh Islam datang dengan tipu rayu mereka. Atas nama “kesetaraan gender” atau “kebebasan wanita”, kaum pemuja feminisme terus mengajak wanita keluar rumah dan meninggalkan suami serta anak-anaknya terlantar tanpa didikan dan kasih sayang.
Sungguh, slogan “kebebasan wanita” yang mereka gembar-gemborkan tak lain kecuali pengaburan makna. Ia adalah ajakan kesesatan dan kebatilan. Karena tidak ada kebebasan untuk wanita setelah Islam membebaskan dan memuliakan mereka dengan syariat agama.
Apa yang diatur dan ditetapkan oleh Islam itulah kebebasan dan kemuliaan sebenarnya untuk wanita.
Kembalilah, wahai para wanita ke rumah-rumah kalian demi kelangsungan generasi dan keselamatan bangsa di masa depan.
Jadilah engkau tempat kembali yang nyaman kala suami penat seusai kerja mencari nafkah.
Jadilah sandaran yang menentramkan kala anak-anakmu mendapatkan masalah di luar rumah.
Cukuplah jaminan surga di bawah telapak kakimu, menjadikan anak-anak kian merindu dan menyayangimu.
Sungguh tidak ada yang lebih menyakitkan bagi seorang istri daripada perselingkuhan suami, dan tidak ada yang lebih menyakitkan bagi seorang ibu daripada caci maki dan kebencian anak sendiri.
Dr. Musthafa as-Siba’i mengatakan dalam bukunya “Hakadza Allamatni al-Hayah“, persoalan wanita adalah tanggung jawab setiap bapak dan anak laki-laki. Selagi ada yang bergelar bapak dan anak di dunia ini, maka penghormatan yang dalam untuk kemuliaan wanita tetap ada.
Dan orang-orang yang tidak dapat membedakan antara penghormatan dan penghinaan, mereka adalah orang-orang yang tenggelam dalam kesimbangan.*/Sarah Zakiyah, ibu rumah tangga di Depok, Jawa Barat