“Ibu gua Bang**t, gua gak percaya sama dia, ke laut ajah”
SAAT ini, ungkapan tersebut mudah ditemui di Facebook, twitter para remaja, dan akun-akun media sosial lainnya.
Selain luapan kemarahan, kalimat di atas juga memendam kebencian, ketidakpercayaan, dendam, bahkan permusuhan.
Fenomena ini disebut mother distrust atau ketidakpercayaan kepada ibu. Sebuah potret kebobrokan akhlak yang melanda negeri ini. Gejala yang menunjukkan buruknya generasi yang sejatinya diharapkan menjadi penerus dan pemimpin bangsa.
Bagaimana tidak, seorang ibu yang harusnya disayang dan dihormati melebihi seorang ayah, malah mendapat cacian dan makian yang sungguh menyakitkan.
Bagi seorang Muslim, hal ini tentu saja termasuk perbuatan dosa besar yang harus dijauhi. Yaitu durhaka kepada orangtua, terlebih kepada ibu yang telah melahirkan dan merawat anaknya dengan susah payah sejak masa kecil.
Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam bersabda:
أَلاَ أُنَبِّئُكُمْ بِأَكْبَرِ الْكَبَائِرِ ؟) ثَلاَثًا، قَالُوْا : بَلىَ يَا رَسُوْلَ اللهِ قَالَ : ( الإِشْرَاكُ بِاللهِ وَعُقُوْقُ الْوَالِدَيْنِ ) وَجَلَسَ وَكَانَ مُتَّكِئًا ( أَلاَ وَقَوْلُ الزُّوْرُ ) مَا زَالَ يُكَرِّرُهَا حَتىَّ قُلْتُ لَيْتَهُ سَكَتَ
“Apakah kalian hendak kuberitahu mengenai dosa yang paling besar? Para sahabat menjawab: Mau, wahai Rasulullah. Nabi bersabda, (Dosa terbesar adalah) mempersekutukan Allah dan durhaka kepada kedua orang tua. Beliau mengucapkan hal itu sambil duduk bertelekan (pada tangannya). (Tiba-tiba Nabi menegakkan duduknya dan berkata) dan juga ucapan (sumpah) palsu. Rasulullah mengulang-ulang perkataan itu sampai saya berkata (dalam hati), duhai, seandainya Nabi diam.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Selain dosa di atas, fenomena remaja yang benci kepada ibunya mestinya mengusik hati dan pikiran kita semua.
Kekhawatiran akan terjadinya bahaya besar di masa datang kian jelas terpampang. Bayang-bayang akan hilangnya generasi pelanjut terus bergelayut.
Hendak kemana generasi remaja saat ini jika kepada orangtuanya saja mereka tak menaruh sayang dan hormat.
Hukum alam terjadi
Sudah sunnatullah di alam ini adanya hukum sebab dan akibat. Menilik fenomena mother distrust yang mencuat, berarti juga ada sebab yang melatarinya.
Dikatakan, seorang pembantu pernah bercerita tentang sebuah keluarga, tempat dimana ia dulu mengabdi.
Ia mengaku pernah bekerja di rumah sepasang suami istri beranak dua. Keduanya adalah dosen di sebuah universitas ternama di kota Depok, Jawa Barat.
Bersama pembantu tersebut, juga ada beberapa pembantu lainnya yang bekerja di rumah itu dengan tugas yang berbeda. Ada yang mengasuh anak, mengurus rumah tangga, dan ada juga bertugas menjaga toko yang dipunyai sang majikan.
Menurut pembantu, kedua anak majikan ini diasuh oleh seorang mbok (pembantu lain) sejak kelahiran anak pertama mereka.
Ibu mereka sering pulang malam, bahkan sering ke luar kota hingga berhari-hari untuk menghadiri seminar dan kegiatan lainnya. Bapak pun juga demikian.
Ibarat sudah terjadwal, waktu mereka di rumah hanya untuk dihabiskan bertengkar. Mulai dari urusan kecil hingga masalah besar ketika suami ibu tersebut ketahuan berbuat serong dengan perempuan lain.
Tanpa sadar, kedua anak itu kini tdak lagi peduli dengan keberadaan ibu dan bapak mereka. Sebaliknya, mereka bertanya mencari jika si Mbok meninggalkan mereka.
Mendidik adalah tugas mulia
Wanita memiliki tugas mulia sejak ia memasuki gerbang perkawinan. Di sana terpampang tanggung jawab besar yang hanya bisa dipikul oleh seorang wanita.
Sebagai seorang istri, ia diharapkan bisa melayani kebutuhan suaminya. Sebagaimana di saat yang sama ia juga menyandang predikat seorang ibu untuk mengasuh dan mendidik anak-anaknya.
Tugas mulia sekaligus amanah berat ini menjadikan wanita begitu dihormati dalam ajaran Islam.
Allah berfirman:
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجاً لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
“Dan dari tanda-tanda kekuasaan Allah adalah Dia menjadikan bagi kalian dari jenis kalian, pasangan agar kalian merasa tenang bersamanya, dan Dia menjadikan di antara kalian cinta dan kasih sayang, sesungguhnya pada yang demikian itu ada tanda-tanda kekuasaanNya bagi orang-orang yang berfikir.“ (QS. Ar-Rum [30]: 21 )
Di ayat lain, Allah berfirman;
وَوَصَّيْنَا الْإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ إِحْسَاناً حَمَلَتْهُ أُمُّهُ كُرْهاً وَوَضَعَتْهُ كُرْهاً وَحَمْلُهُ وَفِصَالُهُ ثَلَاثُونَ شَهْراً
“Dan kami amanatkan kepada manusia untuk berlaku baik terhadap kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dengan susah payah dan melahirkannya dengan susah payah. Masa hamil dan penyapihannya tiga puluh bulan..” (QS. Al-Ahqaf [46]: 15).
Sebagai pemuncak peradaban terbaik, Islam datang menawarkan kehormatan dan kemuliaan bagi setiap manusia beriman.
Termasuk kepada wanita-wanita Muslimah. Dengan Islam, mereka mendapatkan martabat kehormatan kembali, bahkan terkadang lebih dimuliakan dibanding kaum lelaki.
Padahal sebelumnya, wanita bagi masyarakat Yunani Kuno adalah dianggap najis atau sempalan dari setan. Atau dianggap setan yang masuk ke dalam tubuh manusia oleh agama Kristiani Kuno.
Sebagaimana bangsa Arab dahulu menghina perempuan sebagai orang yang tak memiliki hak atas dirinya sekalipun. Perempuan bebas diapakan saja termasuk disandingkan bersama puluhan lainnya oleh satu orang laki-laki.*/Sarah Zakiyah, ibu rumah tangga di Depok, Jawa Barat (BERSAMBUNG)