Sambungan artikel PERTAMA
Kelima: Tidaklah Allah menghadirkan kesusahan kecuali dibarengi dengan kemudahan
Allah berfirman:
فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْراً
“Sesungguhnya bersama kesusahan itu ada kemudahan.” [QS: Alam Nasyrah [94]: 4]
Ketika seorang Muslim menyadari bahwa tidak ada persoalan kecuali dibersamai dengan jalan keluar, tidak ada kegundahan kecuali di sana terdapat solusi, tidak ada kesempitan melainkan ada kelapangan, maka hal itu sudah cukup untuk mengusir kesedihan. Sebab orang itu meyakini bahwa di sana ada jalan keluar, tinggal bagaimana berusaha mencari solusi yang solutif tersebut.
Keenam: Kemudahan itu diturunkan tepat bersamaan dengan kesulitan
Allah berfirman:
إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْراً
“Sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan.” [QS: Alam Nasyrah [94]: 5]
Dan tidak mengatakan “setelah kesulitan itu akan datang kemudahan”. Contoh, musibah yang menimpa seseorang. Ia disebut musibah namun di saat yang sama sekaligus sebagai penggugur dosa-dosanya. Terkadang musibah itu disangka mendatangkan kesedihan dan kegalauan semata. Padahal di saat yang sama Allah berkenan memberi kebaikan dan pahala yang banyak.
Ketujuh: Setiap satu kesulitan diiringi dengan dua kemudahan sekaligus
Hal itu dipahami dari adanya redaksi yang berulang tentang “yusran” yang bermakna jumlah lebih dari satu. Sebagian salaf berkata, demi Allah tidak mungkin satu kesempitan mengalahkan dua kelapangan sekaligus.
Kedelapan: memanfaatkan waktu kosong
Allah berfirman:
فَإِذَا فَرَغْتَ فَانصَبْ
“Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan).” [QS: Alam Nasyrah [94]: 6]
Ayat ini mengisyaratkan, tak sepantasnya seorang Muslim terlena dengan kekosongan waktu. Nabi juga bersabda: “Ada dua nikmat yang kebanyakan manusia terlena dengannya, yaitu kesehatan dan waktu kosong”.
Kesembilan: Ibadah
فَإِذَا فَرَغْتَ فَانصَبْ
Allah berfirman “… Kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain.” [QS: Alam Nasyrah [94]: 7]
Yaitu sambutlah ketaatan dan ibadah selanjutnya. Ibadah adalah pintu utama dalam mencapai kebahagiaan sejati. Setiap perkara yang mengantarkan kalian kepada suatu ibadah berarti juga mengantar kepada kebahagiaan.
Ibn Taimiyah berkata, “Barangsiapa yang menghendaki kebahagiaan yang sejati maka perbanyaklah ibadah.”
Kesepuluh: Ikhlas dalam mencari ridha Allah
Allah berfirman:
وَإِلَى رَبِّكَ فَارْغَبْ
“Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.” [QS: Alam Nasyrah [94]: 8]
Inilah puncak kebahagiaan tersebut ketika seorang hamba benar-benar hanya mengikhlaskan seluruh amal perbuatannya kepada Allah semata.*/Masykur Abu Jaulah