Sambungan artikel PERTAMA
Oleh: Ilham Kadir
IBNU Abbas berkata, “Kalau kau berkata begitu, semoga Allah memberikan balasan kebaikan bagimu. Bukankah Rasulullah pernah berdoa agar Allah memuliakan Islam denganmu dan kaum muslimin, ketika mereka dikecam ketakutan di Makkah? Ketika kau masuk Islam, keislamanmu membawa wibawa dan kesucian. Kemudian kau hijrah. Hijrahmu menjadi pembuka. Kau pun tak pernah absen dalam peperangan yang diikuti Rasulullah melawan orang-orang musyrik. Lalu Rasulullah wafat dalam keadaan ridha terhadapmu, dan digantikan oleh khalifah Abu Bakar. Lalu ia wafat dalam keadaan ridha terhadapmu. Kemudian sebagai pengganti, engkau pimpin manusia dengan baik. Denganmu, Allah membuka dan menaklukkan negeri-negeri sehingga mengeluarkan harta (pajak) dan memberangus musuh-musuh. Kemudian Ia menganugrahimu syahadah. Sungguh, keberuntungannya nyata bagimu.”
Umar menanggapi, “Demi Allah, orang tertipu adalah yang tertipu [dengan ucapanmu]. Apakah engkau bersedia menjadi saksi atas semua tadi di hadapan Allah kelak ketika bertemu dengan-Nya? “Ya”, jawab Ibnu Abbas. “Bahagialah Umar, lalu berkata, “Ya Allah, segala puji bagi-Mu”. Orang-orang lalu berdatangan dan memuji beliau.
Tiba-tiba datanglah seorang pemuda dan berkata padanya, “Berbahagilah engkau wahai Amirul Mukminin, Engkau menjadi sahabat Rasulullah, kemudian menjadi khalifah yang adil, lalu mati syahid.”
Umar menjawab, “Aku cukup merasa senang ketika keluar dari dunia dalam keadaan telah melaksanakan semua tugas. Tak perlu tambahan [pujian] bagiku.”
Ketika pemuda itu berdiri hendak pergi, kain yang dipakainya menjulur ke tanah [isbal]. Umar meminta pemuda itu didatangkan kembali dan berkata, “Hai anak saudaraku, angkatlah kainmu. Yang demikian lebih bersih bagi pakaianmu dan lebih takwa di sisi Rabbmu.”
Rasa sakit yang dialami Umar kian parah, dan kepayahan itu telah menyelimuti dirinya. Abdullah, sang putera berkata, Ayahku pingsan. Lalu kuletakkan kepalanya di atas tanganku. Ketika siuman, ia berkata, “Letakkan kepalaku di atas tanah, lalu kembali pingsan. Kupegangi kepalanya dengan tanganku.” Ketika siuman lagi, ia mengulangi permintaannya, “Letakkan kepalaku di atas tanah”. Aku berkata, Wahai ayah, apakah tidak sama saja, antara tanganku dan tanah? Ia menjawab, Temukan wajahku dengan tanah. Semoga Allah mengasihani aku. Kalau aku sudah mati, segeralah kubur aku. Yang demikian adalah kebaikan yang kau segerakan bagiku, atau sebuah kejelekan yang kau lepaskan dari pundak kalian.
“Celakalah Umar, celakalah ibunya, jika Allah tidak mengampuninya.” Lalu tubuh Umar melemah, ia menghadapi sakratul maut dan… meninggal. Umar dikubur di samping Rasulullah dan Abu Bakar.
Umar memang telah terkubur, tetapi warisan keberanian dan semangat perjuangannya tak pernah pudar dalam sanubari umat Islam. Ia telah bersusah payah sekejap di dunia untuk beristirahat kekal abadi di akhirat. Ia telah disebut Nabi sebagai salah satu dari sepuluh manusia mendapat jaminan surga.
Imam Bukhari meriwayatkan bahwa Rasulullah pernah bersabda, “Ketika aku tidur, aku bermimpi berada di surga. Aku melihat seorang perempuan berwuhdu di samping sebuah istana, aku bertanya,” Milik siapa istana ini? Dijawab, Milik Umar. Lalu disebutkan kecemburuannya dan aku lari daripadanya. Umar lalu menangis dan berkata, Apakah engkau aku cemburu, wahai Rasulullah?”
Karena itu, Syiah Rafidhah yang menjadikan celaan, hinaan, dan makian kepada Umar al-Khattab seolah menantang Rasulullah yang sangat memuliakan Umar dan mengabarinya sebagai penghuni surga.
Tidak hanya itu, cara sebagian kelompok Syiah menista Umar bin Al-Khattab dan memuliakan Abu Lu’lu’ah al-Majusi, sang penyembah api dengan menjadikan kuburan Lu’lu’ah al Majusi sebagai tempat tabarruk (mengais berkah), bahkan didirikan bangunan mewah di atas kuburannya adalah hinaan dan menyakiti perasaan semua umat Islam.
Sebagaimana Umar al-Khattab, teladan orang shaleh sepanjang masa yang menghadapi ajal setiap saat, momen tahun baru 2015 ini selayaknya menjadi wadah muhasabah agar kita semua selalu siap menghadapi kematian yang datang tak terduga. Lihatlah kebakaran, tanah longsor, banjir, kapal tenggelam, pesawat hilang datang silih berganti agar menjadi penegur dan pelajaran bagi segenap umat manusia. Wallahu’ A’lam!
Penulis adalah peserta Kaderisasi Seribu Ulama Baznas-DDII dan Mahasiswa S3 UIKA Bogor