MIZAN adalah haq, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tiadalah dirugikan seseorang barang sedikit pun. Dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawi pun pasti Kami mendatangkan (pahala)nya, dan cukuplah Kami sebagai pembuat perhitungan.” (Al-Anbiya’: 47)
Allah Subhanahu wa Ta’ala menjelaskan bahwa Dia meletakkan mizan-mizan dengan adil, dan cukuplah Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagai penghisab. Pendapat yang rajih (disepakati) di kalangan ahli ilmu bahwa mizan pada hari kiamat adalah satu mizan.
Penyebutan jamak dalam firman Allah tersebut, menurut pendapat di kalangan ulama, bentuk jamak pada ayat itu (terkait mizan) ditujukan untuk perkara yang ditimbang di dalam mizan tersebut. Hal ini karena satu timbangan tentu dipakai untuk menimbang banyak hal.
Raja Yang Adil menjelaskan bahwa mizan bila sisinya menjadi berat meski hanya dengan satu kebaikan, berarti pelakunya akan merasakan kebahagiaan selamanya, tidak akan diakhiri dengan kesengsaraan. Akan tetapi, bila salah satu sisinya menjadi ringan, meski hanya karena satu keburukan, pelakunya akan merasakan kesengsaraan abadi, yang tidak diakhiri dengan kebahagiaan selamanya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Apabila sangkakala ditiup maka tidaklah ada lagi pertalian nasab di antara mereka pada hari itu, dan tidak ada pula mereka saling bertanya. Barangsiapa yang berat timbangan (kebaikan)nya, maka mereka itulah orang-orang yang dapat keberuntungan. Dan barangsiapa yang ringan timbangannya, maka mereka itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri, mereka kekal di dalam neraka jahannam. Muka mereka dibakar api neraka, dan mereka di dalam neraka itu dalam keadaan cacat.” (Al-Mu’minun: 101-104)
Lihatlah kejelian keadilan Allah, barangsiapa yang mizannya menjadi berat, meski hanya karena satu kebaikan, maka ia akan merasakan kebahagiaan abadi yang tak berakhir dengan kesengsaraan selamanya. Akan tetapi, bila mizannya menjadi ringan, meski hanya karena satu keburukan, maka ia akan mengecap kesengsaraan abadi, yang tak berujung dengan kebahagiaan selamanya.
Adapun bila timbangannya seimbang, yang amal kebaikan dan keburukannya sama, menurut pendapat yang rajih, mereka itu termasuk golongan Al-A’raf, yaitu amal keburukan mereka menghalanginya untuk masuk surga dan amal kebaikan mereka mencegahnya untuk masuk neraka.
Mereka tertahan di satu jembatan antara surga dan neraka. Bila golongan Al-A’raf ini menoleh ke penduduk surga, mereka akan memberi salam, sebagaimana dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
“…Salamun ‘alaikum, mereka belum lagi memasukinya, sedang mereka ingin segera (memasukinya).” (Al-A’raf: 46)
Golongan Al-A’raf ini begitu mengharap rahmat Allah agar mereka bisa masuk ke dalam surga. Bila mereka menengok ke arah yang lain, dan melihat penghuni neraka, mereka berdoa kepada Allah Yang Maha Mengetahui, semoga mereka tidak dimasukkan ke dalam barisan orang-orang yang zalim.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Dan di antara keduanya (penghuni surga dan neraka) ada batas; dan di atas A’raf itu ada orang-orang yang mengenal tiap-tiap dari dua golongan itu dengan tanda-tanda mereka, dan mereka menyeru penduduk surga, `Salamun ‘alaikum.’ Mereka belum lagi memasukinya, sedang mereka ingin segera (memasukinya). Dan apabila pandangan mereka dialihkan ke arah penghuni neraka, mereka berkata, ‘Ya Rabb kami, janganlah Engkau tempatkan kami bersama-sama orang-orang yang zalim itu’.” (Al-A’raf: 46-47)
Dengan demikian, wahai muslim yang bertauhid, bila Anda telah memahami hakikat mizan Allah, hendaknya Anda tidak meremehkan satu pun dari amal shaleh, meski sedikit, dan tidak menggampangkan satu kemaksiatan, meski bentuknya kecil. Ketahuilah, bahwa dengan satu kebaikan, mizan bisa menjadi berat, dan dengan satu keburukan, mizan bisa menjadi ringan. Bahkan, dengan satu kata saja, kita akan meraih ridha Ar-Rahman. Begitu pun dengan satu kata, kita bisa mendapatkan murka Al-Jabbar.
Di dalam satu hadits dari Abu Hurairah r.a, bahwasanya Rasulullah Shalallaahu ‘Alahi Wasallam bersabda,
“Sesungguhnya seorang hamba mengucapkan satu kata yang membuat Allah ridha, sedang ia tidak pernah memperhitungkannya, namun dengannya Allah akan mengangkat (derajatnya) di surga. Dan seorang hamba mengucapkan satu kata yang membuat Allah murka, sedang ia tidak pernah memperhitungkannya, namun dengannya Allah akan mencampakkannya ke dalam neraka jahannam.” (HR Bukhari, Muslim, At-Tirmidzi)
Sering kali kita meremehkan kata-kata yang terucap. Berapa banyak perkataan yang menyebabkan peperangan antara beberapa bangsa dan Negara? Berapa banyak peperangan yang menjadi padam hanya karena beberapa kata?
Maka ketahuilah dengan yakin bahwa satu kata bisa memasukkan orang ke dalam agama Allah. Dengan satu kata, Anda bisa membangun rumah, atau merobohkannya. Dengan satu kata, wanita dapat menjadi halal bagi seorang pria, dan satu kata bisa menyebabkan seorang wanita haram bagi seorang lelaki.*
Dari buku Detik-detik Pengadilan Allah karya Syaikh Muhammad Hassan.