5. ABUL Hasan bin Ali ibnul Husein bin Ali bin Abi’Thalib -radhiallahu’anhu-, dan beliaulah yang diberi nama Zainul Abidin, dan beliau termasuk pemimpin kalangan tabi’in yang sangat berbakti dengan ibunya, sehingga ada yang berkata kepadanya, “Sesungguhnya engkau termasuk orang yang paling berbakti dengan ibumu, namun kami tidak pernah melihatmu makan bersama ibumu.” Maka beliau berkata, “Aku takut menjulurkan tanganku kepada apa yang telah didahului oleh pandangan mata ibuku, maka aku jadi mendurhakainya.”
6. Hisyam bin Hassaan berkata, “Hafshah binti Siriin pernah bercerita kepadaku, dengan mengatakan, “Ibu Muhammad bin Siriin adalah wanita Hijaz, dan beliau menyukai kain yang dicelup. Adalah Muhammad, apabila membelikan untuknya sehelai kain, ia akan membelikan yang paling lembut yang ia temukan. Maka apabila tiba hari raya, ia akan mencelupkan sehelai kain untuknya. Dan aku tidak pernah melihatnya meninggikan suara terhadapnya. Apabila ia mencakapinya, adalah ia seperti orang yang mendengarkan.”
Dan dari sebagian anggota keluarga Siriin, katanya, “Aku sama sekali tidak pernah melihat Muhammad bin Siriin mencakapi ibunya melainkan dia akan merendah diri.”
Dan dari Ibnu’Aun meriwayatkan, apabila Muhammad bin Siriin sedang berada di sisi ibunya, seandainya ada orang yang melihatnya, ia akan menyangka bahwa ia (Muhammad bin Siriin) sedang berpenyakit karena kerendahan suaranya di sisi ibunya.
Dari Ibnu ‘Aun, katanya. “Seorang laki-laki masuk menemui Muhammad bin Siriin ketika ia sedang berada di samping ibunya. Lalu orang itu berkata, “Apa kabar Muhammad? Apakah ia sedang mengeluhkan sesuatu?” Lalu mereka berkata, “Tidak, akan tetapi memang begitulah ia jika sedang berada di samping ibunya.”
7. Ja’far bin Sulaiman meriwayatkan dari Muhammad bin al-Mukandar, bahwa ia pernah meletakkan pipinya ke atas tanah, kemudian berkata kepada ibunya, “Berdirilah ibu, kemudian letakkanlah kakimu ke atas pipiku.”
8. Dari Ibnu ‘Aun al-Mazni diriwayatkan, bahwa ibunya pernah memanggilnya. Lalu ia menjawabnya, dan ternyata suaranya sama tinggi dengan suara ibunya. Maka ia pun memerdekakan dua orang sahaya.
9. Dikatakan kepada Umar bin Dzar, “Bagaimana bakti anakmu denganmu?” Lalu ia berkata, “Aku sama sekali tidak pernah berjalan di siang hari melainkan ia berjalan di belakangku, dan tidak pernah berjalan di malam hari melainkan ia berjalan di depanku, dan ia tidak pernah menaiki atap sementara aku ada di bawahnya.”
10. Shalih al-Abbasy pemah menghadiri majelis al-Mashur dan ia berbicara dengannya, dan ia selalu mengatakan, ayahku rahimahullah. Lalu berkatalah ar-Rabi’ kepadanya, “Jangan sering mengucapkan rahimahullah untuk ayahmu di hadapan Amirul Mukminin”. Maka ia pun berkata kepadanya, “Aku tidak menyalahkanmu; sebab engkau belum pernah merasakan kemanisan para ayah.”
Maka tersenyumlah al-Manshur sambil berkata, “Inilah balasan orang yang menentang Bani Hasyim.”* [Tulisan berikutnya]
Dari buku Wahai Keluargaku, Jadilah Mutiara yang Indah karya Dr. Ahmad Umar Hasyim dkk.