TERDAPAT lembaran-lembaran gemilang para salafus shalih yang menunjukkan perhatian luar biasa terhadap bakti kepada kedua orangtua, di antaranya sebagai berikut:
1. Dari Abi Murrah, hamba Ummu Hani’ puteri Abi Thalib diriwayatkan bahwa ia pernah menunggang binatang bersama Abi Hurairah menuju kampungnya di Al-‘Aqiiq. Begitu ia telah masuk ke kampungnya, ia pun berseru dengan sekuat-kuat suaranya: “Alaikas salaam wa rahmatullahi wa barakaatuh wahai ibu.” Ibunya berkata, “Wa ‘alaikas salaam wa rahmatullahi wa barakaatuh.”
Ia berkata, “Semoga Allah merahmatimu sebagaimana engkau telah mengasuhku di waktu kecil”. Maka ibunya pun berkata, “Wahai anakku, engkau juga, semoga Allah membalasmu dengan kebaikan dan meridhaimu sebagaimana engkau telah berbakti kepadaku setelah besar.”
2. Abdullah Ibnu Umar -radhiallahu ‘anhuma- yang pernah bertemu seorang laki-laki Badui di jalanan Mekkah. Lalu Abdullah ibnu Umar mengucapkan salam kepadanya dan menaikkannya ke atas punggung seekor himar yang telah ditungganginya, serta memberikannya sebuah serban yang berada di atas kepalanya. Kata Ibnu Dinar, “Lalu kami berkata kepadanya: ‘Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala membimbingmu, sesungguhnya mereka adalah orang Badui, dan mereka sudah merasa senang dengan pemberian yang sedikit.”
Maka Abdullah ibnu Umar pun berkata, “Sesungguhnya ayah orang ini menyayangi Umar ibnu al-Khatthab -radhiallahu ‘anhu-, dan sesungguhnya aku telah mendengar Rasulullah Shalallaahu ‘Alahi Wasallam, ‘Sesungguhnya bakti yang paling mulia adalah menyambungkan hubungan dengan orang-orang yang menyayangi ayahnya oleh si anak.”
3. Dari Ummul Mukminin, ‘Aisyah -radhiallahu ‘anha-, beliau berkata, “Rasulullah Shalallaahu ‘Alahi Wasallam telah bersabda: ‘Aku telah masuk ke dalam surga. Lalu aku mendengar di dalamnya suara bacaan. Lalu aku berkata, ‘Siapa ini?’ Mereka berkata, ‘Haritsah ibnu an-Nu’man, seperti itulah orang yang berbakti, seperti itulah orang yang berbakti, dan ia adalah orang yang paling berbakti kepada ibunya.”
4. Dari Abdur Rahman al-Hanafi, beliau berkata, “Kahmas ibnu al-Hasan pernah melihat seekor kalajengking di rumahnya. Lalu ia bermaksud membunuhnya atau menangkapnya. Namun kalajengking itu lari mendahuluinya, lalu masuk ke dalam sebuah lubang. Maka ia pun memasukkan tangannya ke dalam lubang itu untuk menangkapnya. Lalu kalajengking itu menyakitinya. Lantas ada yang bertanya kepadanya, ‘Apa yang engkau maksudkan kepada ini? Ia pun berkata, ‘Aku takut ia keluar dari lubang itu lalu datang kepada ibuku dan menyengatnya.’”* [Tulisan berikutnya]
Dari buku Wahai Keluargaku, Jadilah Mutiara yang Indah karya Dr. Ahmad Umar Hasyim dkk.