SETIAP manusia ingin mendapatkan kebahagiaan. Berbagai cara pun mereka tempuh dan kerjakan. Semuanya atas dasar ingin mencapai rasa bahagia itu.
Berikut ini beberapa konsep kebahagiaan yang ditawarkan dalam Surah al-Nasyr atau biasa disebut Alam Nasyrah. Hal itu dijelaskan secara rinci oleh Abdul Muhsin al-Muthairi, seorang dosen Tafsir di Jurusan Syariah, Kuwait.
Pertama: Kebahagiaan itu pemberian Allah semata
Allah berfirman
أَلَمْ نَشْرَحْ لَكَ صَدْرَكَ
“Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu?” [QS: Alam Nasyrah [94]: 1]
Ayat tersebut menjelaskan, Allah adalah Zat Yang Melapangkan dada manusia bukan selain-Nya. Bagi Allah, kebahagiaan itu termasuk makhluk Allah seperti ciptaan-ciptaan lainnya. Allah menciptakan makhluk-Nya dalam bentuk yang nyata ataupun maya. Seperti, penciptaan kematian dan kehidupan dalam kehidupan manusia. Selanjutnya, Allah meletakkan kebahagiaan tersebut dalam hati seseorang yang Dia kehendaki. Dengannya orang itu mungkin akan bahagia atau tertawa. Sebaliknya orang bisa merasakan kegundahan dan tangis yang menyesakkan sekiranya Allah berkehendak mencabut kebahagiaan tersebut.
Kedua: Kebahagiaan itu terletak di hati manusia dan bukan di nalar fikiran
Allah berfirman:
أَلَمْ نَشْرَحْ لَكَ صَدْرَكَ
“Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu?” [QS: Alam Nasyrah [94]: 1]
Seperti diketahui, penyebutan kata “dada” juga bisa dimaknai sebagai hati.
Allah berfirman:
وَلَكِن تَعْمَى الْقُلُوبُ الَّتِي فِي الصُّدُورِ
“Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada.” (Surah al-Hajj [22]: 46).
Sedang hati tidaklah dimiliki kecuali dalam genggaman Allah sebagai Zat Yang Membolak-balik hati manusia.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya seorang mukmin apabila ia berbuat dosa akan tergores sebuah titik hitam di hatinya, apabila ia bertaubat, meninggalkan dosa dan memohon ampun kepada Allah, niscaya hatinya akan bersih kembali. Tapi bila ia berbuat dosa lagi maka akan tertitik bintik hitam lagi. Itulah noda yang Allah sebutkan di dalam firman-Nya: “Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka.” [QS: al-Muthaffifin: 14] (HR. Ahmad, at-Tirmidzi, Ibnu Majah]
Ketiga: Pengampunan dosa
Allah berfirman:
وَوَضَعْنَا عَنكَ وِزْرَكَ
“Dan Kami telah menghilangkan daripadamu bebanmu.” [QS: [QS: Alam Nasyrah [94]: 2]
Semakin ringan beban yang dipikul oleh seorang hamba menandakan ia kian dekat dengan kebahagiaan. Dalam al-Qur’an Allah lalu menyamakan dosa-dosa itu dengan sebuah beban yang berat untuk dipikul manusia.
Patut diingat, dosa itu bisa terampuni dengan taubat, meminta ampun (istighfar), dan melakukan amalan-amalan kebaikan yang bisa menggugurkan dosa dan kesalahan.
Keempat: Sebutan yang baik
Allah berfirman:
وَرَفَعْنَا لَكَ ذِكْرَكَ
“Dan Kami tinggikan bagimu sebutan (nama)mu.” [QS: Alam Nasyrah [94]: 3]
Sebutan yang baik niscaya mengundang doa kebaikan dan menjadikan lisan senantiasa memujinya.
Redaksi ayat “wa rafa’na” (dan Kami tinggikan) juga menyiratkan pesan, sebutan yang baik adalah suatu pemberian bukan perkara yang diminta-minta. Oleh karenanya pujian yang bersifat dibuat-buat itu tak ada manfaatnya sebab ia tak didasari keikhlasan kepada Allah Ta’ala.*/Masykur Abu Jaulah (BERSAMBUNG)