Pahlawan, berdasarkan ta’rif Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah figur yang menonjol dalam melakukan kebaikan atau kebenaran. Pahlawan adalah sosok mahal yang tidak setiap makhluk dapat mencapai gelar mulia ini.
Pahlawan adalah orang yang mencintai kebaikan dan kebenaran dengan sepenuh hati. Tak heran bila pengorbanan demi pengorbanan tak henti dia persembahkan demi tegaknya kebenaran tersebut. Karena memperingati jasa sosok inilah yang membuat bulan November tak layak untuk berlalu begitu saja.
Keberadaan sang pahlawan selalu dinanti dalam setiap dimensi ruang dan waktu. Dalam skala lingkungan yang besar dan kecil. Tak hanya negara, sosok ini juga dirindukan dalam skala mikro, di lingkungan keluarga. Kemunculannya tak harus dengan pancingan para penjajah secara konvensional, sebab musuh adalah nama untuk semua kejahatan yang lihai bermetamorfosa –bahkan- melebihi lincahnya angin yang bertiup.
Namun, ada pihak yang lebih rindu akan kehadiran pahlawannya. Bahkan, dia jauh lebih berhak untuk memiliki sang pahlawan melebihi keluarga dan negara. Sebab, bila sang pahlawan telah hadir bersamanya, maka negara akan tercukupi kebutuhannya. Pihak tersebut adalah hati dan pahlawannya disebut ‘pahlawan hati’.
Dari Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَلاَ وَإِنَّ فِى الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ . أَلاَ وَهِىَ الْقَلْبُ
“Di dalam jasad itu terdapat segumpal daging. Jika ia baik, maka baik pula seluruh jasadnya. Jika ia rusak, maka rusak pula seluruh jasadnya. Ketahuilah bahwa ia adalah hati. ” (HR. Bukhari dan Muslim).
Pahlawan hati adalah barometer perilaku dan sikap. Siapa yang berhasil menjadi pahlawan bagi hatinya, maka ‘pasti’ akan menjadi pahlawan keluarga dan negaranya. Tak mutlak untuk dikenal atau diakui. Kepahlawanannya pasti akan terasa oleh lingkungan yang melingkupinya.
Patut disayangkan, karena banyak pihak yang terpeleset saat menawarkan kepahlawanannya. Sebatas dengan kebaikan materi atau popularitas, menyangka gelar pahlawan otomatis didapatkan. Dielu-elukan saat hadir, diteriakkan namanya, sambutan yang meriah, seakan menjadi indikasi legal kepahlawanan semunya. Meski dia paham, semua itu hanyalah rekayasa. Walau dia sadar, hatinya tak nyaman dengan segala ‘kepura-puraan’ tersebut.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan
البرُّ حُسن الخلق، والإثم ما حاك في نفسك، وكرِهت أن يطَّلع عليه الناس ) رواه مسلم.(
“Kebaikan adalah akhlak yang baik, dan dosa adalah apa yang terasa mengganggu jiwamu dan engkau tidak suka jika diketahui manusia.” (HR. Muslim)
Pahlawan hati selalu mempertimbangkan kenyamanan hatinya. Bila perbuatannya telah bersepakat dengan hatinya, maka pasti akan dilakukan karena dia yakin bahwa itulah kebaikan atau kebenaran.
Tak harus dikenang oleh penduduk bumi, tak mengapa bila nama dilupakan manusia, tak mutlak orang-orang mengakui jasanya, karena bukan ini yang menjadi obsesi seorang pahlawan hati. Karena bagi seorang pahlawan hati, dikenang oleh penduduk langit, disebut-sebut oleh para malaikat, diakui oleh Allah Ta’ala, adalah pengukuhan kepahlawanan yang hakiki, pentasbihan yang mewariskan balasan yang nyata yaitu Surga Allah Subhana wa ta’ala. Allahu A’lam bish-shawab.*/Naspi Arsyad, Guru Ma’had Tahfidz Al Humaira Sukabumi