Sambungan artikel PERTAMA
Zaman Ruwaibidhah yang disebutkan tadi salah satu ciri khasnya adalah ketika urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya.
Dr. Muhammad Ahmad Al-Mubayyadh dalam buku “al-Mausû’ah fî al-Fitan wa al-Malâhim” (2006: 225) ketika membicarakan fenomena penyerahan sesuatu kepada yang bukan ahlinya, beliau mengutip hadits Ruwaibidhah sebagai penekanan masalah ketidak amanahan di akhir zaman:
إِنَّ أَمَامَ الدَّجَّالِ سِنِينَ خَدَّاعَةً يُكَذَّبُ فِيهَا الصَّادِقُ وَيُصَدَّقُ فِيهَا الْكَاذِبُ وَيُخَوَّنُ فِيهَا الْأَمِينُ وَيُؤْتَمَنُ فِيهَا الْخَائِنُ وَيَتَكَلَّمُ فِيهَا الرُّوَيْبِضَةُ قِيلَ وَمَا الرُّوَيْبِضَةُ؟ قَالَ الْفُوَيْسِقُ يَتَكَلَّمُ فِي أَمْرِ الْعَامَّةِ
“Sesungguhnya sebelum datangnya Dajjal akan ada tahun-tahun penuh tipu daya, dimana orang-orang jujur didustakan dan para pendusta dibenarkan, orang-orang yang dapat dipercaya dikhianati, orang-orang yang berkhianat dipercaya, dan berbicaralah pada saat itu Ar-Ruwaibidhah. Dikatakan “apa itu Ar-Ruwaibidhah?”. Beliau menjawab “orang-orang fasiq yang berbicara tentang urusan orang banyak.” (HR: Ahmad).
Pada akhir zaman akan ada orang yang sebenarnya bodoh, tidak mengerti ilmunya, namun diberikan kesempatan untuk mengurusi urusan publik. Tanda ini disebut sebagai pendahuluan sebelum datangnya dajjal karena memang apa yang dilakukan Ruwaibidhah adalah bagian dari pendahuluan yang melapangkan kedatangan dajjal di akhir zaman.
Ada hadits lain yang semakin menjelaskan bahwa di akhir zaman fenomena ini begitu menggejala.
Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu dia berkata, “Dikatakan, ‘Wahai Rasulullah, kapan kita meninggalkan amar ma’ruf dan nahi munkar?’ beliau bersabda: “Jika telah terjadi pada kalian sebagaimana yang terjadi pada bani Israil, yaitu apabila perbuatan keji dilakukan oleh pembesar-pembesar kalian, dan kekuasaan ada pada orang-orang kecil dari kalian sedangkan ilmu berada pada orang-orang yang hina dari kalian.” (HR: Ibnu Majah)
Hadits ini menunjukkan bahwa di akhir zaman akan ada fenomena kekuasaan (urusan umum) yang dipegang oleh orang yang bukan ahlinya (bisa karena usianya yang masih kecil atau orang yang rendahan yang tidak memiliki kapasitas dan tidak mengerti urusan mengelola kekuasaan), perbuatan keji menyebar luas, dan pengambilan ilmu dari orang-orang yang hina (maksudnya adalah fasik dan tidak menguasai ilmu).
Dahulu kala, saat Islam masih di Andalusia, salah satu sebab hancurnya daulah Umawiyah -yang pernah dipimpin secara gemilang oleh Abdurrahman bin Nashir- adalah salah satunya karena menyerahkan urusan bukan kepada ahlinya. Sebelum Hakam bin Abdurrahman An-Nashir (yang dikenal suka berjihad, gemar mencari ilmu dan giat dalam menyebarkan agama Islam), beliau serahkan urusan kekuasaan kepada yang bukan ahlinya.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Saat itu, kekuasaan diserahkan kepada anaknya yang masih berusia 12 tahun. Sehingga mudah dimanfaatkan dan dikendalikan oleh orang yang berkepentingan di belakangnya. Banyak sekali terjadi tipu daya dan konspirasi akibat pemimpin yang lemah dan bukan ahlinya.
Menanggapi peristiwa ini, Dr. Raghib As-Sirjani dalam kuliah tentang “Islam di Andalusia” berkomentar, “Demikianlah kalau jabatan ditangani oleh orang yang tidak berhak (layak) menerimanya sehingga menimbulkan guncangan dan kejatuhan negeri. Lalu bagaimana jika jabatan yang diemban oleh orang yang bukan ahlinya itu sudah masuk ranah jabatan pemerintahan?
Fitnah Ruwaibidhan di zaman ini tentu semakin nyata dan menggejala. Untuk mengatasinya, masing-masing harus saling mengingatkan agar menyerahkan sesuatu kepada ahlinya, memegang teguh nilai-nilai akhlak mulia dan tidak salah pilih, utamanya ketika menentukan pemimpin. Bila tidak, maka –sebagaimana yang disabdakan nabi- kehancuranlah yang akan menjadi konsekuensinya.*/Mahmud Budi Setiawan