JAMAK diketahui, setiap orang menginginkan kebahagiaan. Berbagai macam usaha dan cara lalu dikerahkan untuk memperolehnya.
Bedanya, ada yang mengira harta sumber kebahagiaan. Maka segala cara dilakukan mendapatkan kekayaan. Ia tak peduli lagi, apakah tindakannya mendatangkan ridha Allah atau murka-Nya.
Ada juga menyangka tahta mampu menumbuhkan benih-benih kebahagiaan. Segala upaya pun dilalui untuk mendapatkannya. Tanpa peduli lagi dengan hak-hak orang lain.
Ada yang berfikir wajah rupawan mampu menghadirkan kebahagiaan, hingga operasi plastik sudi dilakukan meski dia sadar itu melawan takdir-Nya.
Tapi, sekali waktu, tengoklah sejarah manusia di masa lampau. Ada Qarun di sana dengan congkaknya. Akhirnya Qarun hanya berujung mati ditelan bumi, lengkap bersama seluruh hartanya yang dibanggakan.
Lihatlah Fir’aun. Kepongahan dia rupanya hanya mengantar kepada ending tragis lagi memilukan. Ia tenggelam di Laut Merah. Pengikut yang dielukan, tahta yang disombongkan tak mampu menolong. Semunya hanyut dalam genggaman kuasa Allah.
Belum cukup? Lihatlah aktris Korea yang rupawannya made in surgery plastic alias operasi plastik, yang k-popersnya (sebutan untuk penggemar film drama Korea) menjamur di Indonesia tercinta. Sebagian mereka justru mengakiri hidupnya dengan cara yang memalukan. Memilih bunuh diri! Wal’iyaadzubillah!
Sampai di sini, berbahagialah kita semua yang terlahir sebagai umat Rasulullah ﷺ dan mendapat hidayah Allah.
Kaum Muslimin punya kitab suci berupa Al-Qur’an. Ia petunjuk hidup bersama tuntunan dari Rasulullah ﷺ dan para sahabatnya dalam meraih kebahagiaan hakiki. Ialah kebahagiaan yang tak bertepi, di dunia hingga akhirat.
Dalam al-Qur’an, kata kebahagiaan sendiri setidaknya disebutkan pada dua tempat.
Baca: Ridha Kepada Allah (1)
Allah berfirman:
يَوْمَ يَأْتِ لَا تَكَلَّمُ نَفْسٌ إِلا بِإِذْنِهِ فَمِنْهُمْ شَقِيٌّ وَسَعِيدٌ
“Di kala datang hari itu, tidak ada seorang pun yang berbicara, melainkan dengan izin-Nya, maka di antara mereka ada yang celaka dan ada yang berbahagia.” (QS: Hud: 105)
Firman Allah berikutnya:
وَأَمَّا الَّذِينَ سُعِدُوا فَفِي الْجَنَّةِ خَالِدِينَ فِيهَا مَا دَامَتِ السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ إِلَّا مَا شَاءَ رَبُّكَ ۖ عَطَاءً غَيْرَ مَجْذُوذٍ
“Adapun orang-orang yang berbahagia, maka tempatnya di dalam Surga, mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain); sebagai karunia yang tiada putus-putusnya.” (QS: Hud: 108)
Indahnya lagi, kebahagiaan yang diraih di akhirat berbanding lurus dengan ketaatan hamba tersebut di masa hidupnya di dunia.
Tapi bagaimana sebenarnya rupa kebahagiaan dunia? Sebab yang umum didapati adalah balasan surga di akhirat nanti, sebagai simbol bahagia tersebut.
Mari menyimak sekaligus merenungi beberapa ayat berikut.
Baca: Bahagia [1]
Firman Allah:
فَاصْبِرْ عَلَىٰ مَا يَقُولُونَ وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ وَقَبْلَ غُرُوبِهَا ۖ وَمِنْ آنَاءِ اللَّيْلِ فَسَبِّحْ وَأَطْرَافَ النَّهَارِ لَعَلَّكَ تَرْضَى
“Maka sabarlah kamu atas apa yang mereka katakan, dan bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu, sebelum terbit matahari dan sebelum terbenamnya dan bertasbih pulalah pada waktu-waktu di malam hari dan pada waktu-waktu di siang hari, supaya kamu merasa senang.” (QS: Thaha: 130)
Pada ayat ini, Allah menyuruh Rasulullah ﷺ untuk bersabar dan senantiasa bertasbih pada waktu-waktu yang telah disebutkan ayat di atas.
Selanjutnya Allah mejelaskan sebab perintah tersebut (bersabar dan bertasbih), dengan berkata “laallaka tardha” (agar kamu ridha/ puas).
Lalu apa hubungan antara ridha dengan bahagia? Ketika seorang hamba ridha dengan takdir yang Allah gariskan, sabar ketika ujian melanda dan bersyukur dengan nikmat yang dirizkikan, maka niscaya itulah sebab utama kebahagiaan tersebut.
Lebih jauh, ridha tersebut mesti diupayakan sebelumnya. Butuh latihan, kebiasaan, perjuangan dan mujahadah. Setidaknya dengan bersabar, bertasbih dan memujiNya dalam setiap desahan nafas manusia.*/Fatimah Az-Zahrah. Pegiat Komunitas Lliterasi PENA Balikpapan