Oleh : Ali Akbar bin Muhammad bin Aqil
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ اللهم صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا وَنَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ. أما بعد فَيَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Suatu hari, seorang sahabat yang baru ditinggal wafat oleh orang tuanya, datang bertanya kepada Rasulullah ﷺ, tentang cara berbakti kepadanya :
يَا رَسُولَ اللَّهِ هَلْ بَقِىَ مِنْ بِرِّ أَبَوَىَّ شَىْءٌ أَبَرُّهُمَا بِهِ بَعْدَ مَوْتِهِمَا
“Wahai Rasulullah, apakah masih ada bentuk berbakti kepada kedua orang tuaku ketika mereka telah meninggal dunia?”
Setelah mendengar pertanyaannya, Rasul ﷺ menjawab:
نَعَمْ، الصَّلاَةُ عَلَيْهِمَا وَالاِسْتِغْفَارُ لَهُمَا وَإِنْفَاذُ عَهْدِهِمَا مِنْ بَعْدِهِمَا وَصِلَةُ الرَّحِمِ الَّتِى لاَ تُوصَلُ إِلاَّ بِهِمَا وَإِكْرَامُ صَدِيقِهِمَا
“Iya, masih tetap ada bentuk berbakti pada keduanya. (Bentuknya adalah) mendoakan keduanya, meminta ampun untuk keduanya, memenuhi janji mereka setelah meninggal dunia, menjalin hubungan silaturahim (kekerabatan) dengan keluarga kedua orang tua, dan memuliakan teman dekat keduanya.” (HR: Abu Daud)
Berdasarkan hadits di atas, ada beberapa amalan yang dapat kita kerjakan untuk tetap bisa berbakti kepada orang tua kita yang telah meninggal. Pertama, mendoakannya. Setiap anak wajib mendoakan kedua orang tuanya, apalagi yang telah wafat. Mendoakannya dapat dilakukan dengan menziarahi kuburnya. Dengan mendoakannya, kita bisa menjadi anak yang tetap bakti kepada mereka meski telah wafat. Ada banyak doa yang bisa kita ulukkan, seperti :
رَبِّ اغْفِرْ لِي وَلِوَالِدَيَّ وَلِمَنْ دَخَلَ بَيْتِيَ مُؤْمِنًا وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ
“Ampunilah untukku dan untuk kedua orang tuaku, serta bagi orang yang masuk ke rumahku dalam keadaan beriman. (Begitu pula ampunilah) untuk orang-orang beriman laki-laki dan orang-orang beriman perempuan.” (QS: Nuh : 28)
Doa anak kepada orang tua merupakan salah satu amalan jariyah yang tidak akan pernah putus ketika orang tua telah tiada. Ini lebih baik daripada selalu memperingati hari ayah maupun hari ibu, tetapi lupa berbakti dan lupa mendoakannya. Dengan doa kita, orang tua yang wafat akan menjadi bahagia di alam kuburnya karena semakin tinggi derajatnya. Rasulullah ﷺ bersabda :
إنَّ اللَّهَ عزَّ وجلَّ ليرفَعُ الدَّرجةَ للعبدِ الصَّالحِ في الجنَّةِ فيقولُ : يا ربِّ ، أنَّى لي هذِهِ ؟ ! فيقولُ : باستِغفارِ ولدِكَ لَكَ
“Sesungguhnya Allah SWT benar-benar akan mengangkat derajat seorang hamba yang salih di surga. Lalu dia berkata: ‘Wahai Rabb-ku, dari mana aku mendapatkan hal ini?’ Allah menjawab: ‘Dengan sebab istighfar anakmu untukmu’.” (HR: Ahmad)
Kaum Muslimin Rahimakumullah
Kedua, menunaikan janjinya. Apabila ada janji yang pernah terucap sebelum kemangkatan orang tua, maka seorang anak berkewajiban untuk melaksanakannya agar tidak menjadi utang yang ditagih di akhirat. Begitu pula halnya jika orang tua pernah berwasiat tentang suatu perkara, maka inilah kesempatan bagi kita untuk bakti kepadanya dengan melaksanakan semua yang diwasiatkannya.
Allah SWT berfirman :
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ أَوْفُوا۟ بِٱلْعُقُودِ
“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu.” (QS: Al-Ma’idah : 01)
Janji orang tua yang harus dibayar, misalnya melunasi utang-utangnya yang belum dilunasi. Jangan sampai kita menjadi anak yang durhaka karena kita abai atau masa bodoh terhadap utang yang membelit diri orang tua. Bisa jadi ia terpaksa berutang itu untuk kehidupan dan kemapanan diri kita sendiri. Ketika kita sudah mandiri, hidup mapan, lalu kita lupakan kesulitan yang dialami orang tua.
Maka dari itu, sangat bagus tradisi yang berlaku di tengah-tengah kita selama ini, dimana saat ada yang meninggal, diumumkan kepada para peziarah atau petakziyah soal utang piutang dengan orang lain sehingga yang mendengar dan mengetahui dapat menagih maupun mengembalikan kepada ahli waris. Dengan begitu orang tua yang wafat tidak mempunyai tanggungan di alam kuburnya.
Jika orang tua yang wafat memiliki harta waris, wajib dibayarkan dengan harta warisnya. Namun, jika ia tidak memiliki harta waris, seyogyanya anak-anaknya yang melunasi dengan uang mereka sendiri. Sikap ini termasuk sikap bakti anak kepada orang tua, sebab utang merupakan batu sandungan yang mencegah kebaikan yang seharusnya bisa ia dapatkan sejak ia dikuburkan.
Ketiga, memperkuat silaturahmi. Dari sekian cara bakti kepada orang tua yang wafat adalah bersilaturahmi dan menyambung tali kekerabatan. Betapa senangnya orang tua kita di alam kuburnya, saat mengetahui bahwa anak-anak mereka tetap menjalin hubungan baik dengan keluarga. Hubungan dengan sesama harus selalu kita jalin dengan baik, utamanya hubungan dengan sesama anggota keluarga kita sendiri yang disebut hubungan nasab. Rasulullah ﷺ bersabda :
يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَفْشُوا السَّلامَ، وَأَطْعِمُوا الطَّعَامَ، وَصِلُوا الأَرْحَامَ، وَصَلُّوا بِاللَّيْلِ وَالنَّاسُ نِيَامٌ، تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ بِسَلامٍ
“Wahai sekalian manusia, sebarkanlah salam, berikan makan, sambunglah silaturrahim, salatlah di waktu malam ketika orang-orang tertidur, niscaya kalian akan masuk Surga dengan selamat.’” (HR: at-Tirmidzi).
Karena itu, ketika Rasulullah ﷺ bertanya kepada pada sahabat tentang, “Maukah aku beritahukan kepada kalian tentang orang yang akan menjadi penghuni Surga?” Diantaranya beliau menjawab:
اَلرَّجُلُ يَزُوْرُ أَخَاهُ فِى نَاحِيَةِ الْمِصْرِ لاَ يَزُوْرُهُ إلاَّ لِلَّهِ عَزَّ وَجَلَّ
“Seorang laki-laki yang mengunjungi saudaranya di penjuru kota dengan ikhlas karena Allah (HR: Nasa’i). Jangan sampai kita menjadi pemicu putusnya hubungan silaturahmi yang dulu sudah diikat oleh ayah dan ibu kita sendiri. Ancamannya tidak main-main: tidak akan masuk Surga.
Keempat, menghormati temannya. Teman yang baik dari orang tua kita, harus kita hormati dan muliakan. Hubungan yang sudah terjalin dengan baik dengan mereka tidak boleh kendor apalagi sampai putus karena ketidakmampuan diri kita dalam menjaga sikap dan perasaan. Dari pergaulan dengan teman-teman yang baik, dimana orang tua kita menjadi sahabat mereka, sedikit atau banyak, kita berbaik sangka bahwa ada manfaat kebaikan yang kita peroleh. Entah itu berupa nasihat, motivasi, materi yang memberi pengaruh positif dalam mendidik dan membesarkan kita. Jika kita betul-betul mengetahui, tentu lebih wajib lagi untuk menghormatinya.
Demikian sejumlah cara berbakti kepada orang tua yang wafat. Kita tetap wajib bakti di saat mereka masih hidup maupun telah meninggal dunia. Kewajiban ini tidak pernah selesai dan berhenti selama kita masih menghembuskan nafas di dunia. Dengan berbakti kepada orang tua, akan sempurna iman dan Islam kita, kita telah melaksanakan sebaik-baik amal, dan kita telah mendapatkan ridhanya.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِتِلَاوَتِهِ إِنَّهُ تَعَالَى هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ
Khutbah II
اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ اِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَامْتِنَانِهِ. اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى اِلىَ رِضْوَانِهِ، اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا. اَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا اَمَر، وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى عَنْهُ وَزَجَر.
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآء مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ، اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيْن، وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَأَعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ.
اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَسُوْءَ اْلفِتَن وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا إِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ.
عِبَادَاللهِ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ
Penulis, pengajar di Pesantren Daruttauhid Malang dan Anggota Bidang Dakwah Rabithah Alawiyah Jawa Timur