Oleh: Muh. Istiqamah, S.Sy
AKSI militer Rusia dengan dukungan Iran menyerang Negeri Suriah mengingatkan kita akan peristiwa Perang Khandaq (Parit) atau al-Qur’an menyebutnya sebagai Perang Ahzab (berbagai golongan).
Kala itu, di saat cahaya Islam itu baru bersinar di Madinah, semua musuh bersatu ingin memadamkannya. Berawal dari makar Yahudi Bani Nadhir di madinah merayu Quraisy agar memulai misi penghapusan Islam sampai ke akar-akarnya. Setelah itu, Bani Ghathafan dengan seluruh kabilahnya; Bani Fazarah, Bani Murrah, Bani Asyja’, Bani Asad dan seluruh kabilah lainnya.
Sementara dari selatan, Kaum Quraisy dibantu Bani Kinanah dan penduduk Tihamah. Semuanya mencapai 10.000 pasukan. Jumlah tentara yang mengalahkan jumlah semua penduduk Madinah saat itu, termasuk anak-anak, wanita, anak muda dan orangtua.
Kalau pasukan militer itu tiba-tiba menghantam Madinah, bisa saja kota itu dibumi-hanguskan.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassallam langsung membuat musyawarah tingkat tinggi, berbicara strategi perang. Hingga muncul penggalian parit atas ide Salman al-Farisi. Sebuah strategi perang ala Persia yang belum dikenal Bangsa Arab. Menggali parit yang dalam, lebar dan panjang, sebagai benteng alami.
Setelah selesai, Sang Panglima, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassallam membawa 3000 pasukan menghadapi konvoi militer 10.000 personil bersenjata lengkap.
Benteng parit itu ternyata taktik yang sangat jitu. Mereka kaget, ternyata dua pasukan ini terhalang dari battle head to head karena parit besar menganga di tengahnya.
Singkat kisah, Kota Madinah dikepung selama sekitar 50 hari.
Dari depan berhadapan dengan pasukan koalisi. Dari dalam berhadapan dengan Yahudi Bani Quraizhah. Sampai wanita yang diungsikan akhirnya memberanikan diri melawan pengkhianatan Yahudi ini.
Begitu gentingnya keadaan pasukan kaum Muslimin menghadapi kepungan dari berbagai arah hingga digambarkan bahwa untuk buang air besar saja takut. Digambarkan dalam Al-Quran, jantung mereka hampir copot terlepas ke tenggorokan, bahkan berbagai perasangkaan muncul jangan-jangan Allah Subhanahu Wata’ala tidak menolong mereka.
Ketika gelapnya bayang-bayang kekalahan semakin terpampang jelas di hadapan mereka, fajar kemenangan dan pertolongan Allah akhirnya turun.
Allah Subhanahu Wata’ala kirim angin topan, merusak barisan pertahanan konvoi militer itu. Sampai tenda dan belanga mereka beterbangan. Lalu mereka pulang dengan kenyataan pahit tidak mendapatkan apa-apa.
Dalam perang ini, 700 orang pria Bani Kuraizah dihukum mati oleh tentara Muslim atas penghianatan mereka. Maka berakhirlah riwayat bangsa Yahudi di Madinah dan mereka banyak berpindah ke Suriah dan Khaibar.
Dua tahun berikutnya, tahun 7 Hijriyah, berlangsunglah Perang Khaibar, membebaskan sarang Yahudi, Khaibar. Tahun 8 Hijriyah membebaskan sarang kaum musyrikin Quraisy, di Makkah (Fathu Makkah). Tahun 9 H umat Islam unjuk kekuatan di batas kekuasaan imperium Kristen Romawi (dikenal dengan Perang Tabuk). Pasukan kristen, ketar-ketir. Tidak berani maju menghadapi pasukan Muslimin.* (BERSAMBUNG)
Penulis mahasiswa yang sedang mengambil studi di Madinah