ORANG yang ujub melihat dirinya dengan pandangan ridha dan tidak melihatnya dengan pandangan menuduh dan hati-hati. Dan ketika seorang manusia merasa ridha terhadap dirinya, niscaya saat itu ia tunduk kepada apa yang disenangi dirinya itu dan mengajaknya kepada hal itu.
Oleh karena itu, Ibnu Atha’illah berkata, “Asal seluruh kemaksiatan, kelalaian, dan syahwat adalah keridhaan seseorang kepada dirinya. Dan asal seluruh ketaatan, keterjagaan, dan iffah adalah ketidakridhaanmu terhadap dirimu. Engkau sebagai orang jahil tapi tidak ridha terhadap diri Anda, itu lebih baik daripada engkau menjadi orang berilmu yang ridha terhadap dirinya. Karena ilmu apa yang tersisa pada seorang alim jika ia ridha kepada dirinya? Dan kejahilan yang mana yang tersisa bagi orang jahil ketika ia tidak ridha terhadap dirinya?”
Di antara bahaya ujub adalah ia (perbuatan itu) menjatuhkan seorang hamba melakukan apa yang dilarang darinya. Yusuf bin Husain al-Junaid berkata, “Semoga Allah tidak membuatmu merasakan dirimu. Karena jika engkau merasakannya, niscaya engkau tidak beruntung.” Dan dalam satu riwayat, “Karena jika engkau merasakannya, niscaya setelah itu tidak pernah merasakan kebaikan lagi.”
Dalam satu atsar dikatakan bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman kepada Dawud a.s., “Hai Dawud, Aku telah menetapkan bagi diri-Ku bahwa Aku tidak memberikan pahala kepada hamba-Ku, kecuali hamba yang Aku ketahui dari permintaannya, kehendaknya, dan penyerahan dirinya kepada-Ku bahwa ia benar-benar bergantung kepada-Ku. Sedangkan ketika ia merasa tenang dengan dirinya dengan mengandalkan kemampuannya, niscaya Aku serahkan dia kepada dirinya. Oleh karena itu, nisbahkanlah segala sesuatu kepada-Ku, niscaya akan Aku anugerahkan hal itu kepadamu.”
Rasulullah Shalallaahu ‘Alahi Wasallam bersabda,
“Tidak masuk surga orang yang suka mengungkit-ungkit pemberian, orang yang durhaka kepada kedua orang tua, dan pecandu khamar.” (HR An-Nasa’i).
Umar berkata, “Siapa saja yang berkata bahwa ia berilmu, berarti ia bodoh. Dan siapa saja yang berkata ia berada di surga, berarti ia berada di neraka.”
Qatadah berkata, “Siapa yang mendapatkan anugerah harta, kecantikan, ilmu, atau pakaian, kemudian ia tidak bertawadhu, niscaya semua itu akan menjadi bencana bagi-nya pada hari Kiamat.”*/Dr. Majdi Al-Hilali, dari bukunya Adakah Berhala pada Diri Kita? [Tulisan berikutnya]