SIAPA menghendaki akhir yang baik, ia perlu menyiapkan awal yang baik. Siapa menghendaki surga, ia pun harus ikhlas dalam beramal. Siapa yang bersungguh-sungguh menuju Allah Subhanahu wa Ta’ala, pasti Allah menjauhkannya dari gangguan para musuh, melindunginya dari kejahatan, membantu kehidupannya, menunjukinya pada amal yang baik dan benar.
Allah berfirman, “Orang-orang yang mengikuti petunjuk pasti diberi Allah tambahan petunjuk dan diberi sifat takwa.” (Muhammad: 17).
Jadi janganlah sekali-kali iri hati, kecuali pada seorang hamba yang telah diberi pakaian takwa dan telah mencicipi lezatnya ikhlas.
Betapa indahnya bila seseorang tinggal bersama kekasihnya tanpa ada yang mendampingi. Jika kemudian ia ingin diketahui dan disaksikan orang, berarti cintanya tidak tulus.
Jika seseorang ingin kondisinya diketahui orang lain, berarti ia telah tertipu. Syaddad ibn Aws mendengar Rasulullah Shalallaahu ‘Alahi Wasallam bersabda, “Siapa berpuasa karena riya berarti telah berbuat syirik. Siapa melaksanakan shalat karena riya berarti telah berbuat syirik. Dan siapa bersedekah karena riya berarti telah berbuat syirik.” (HR al-Bayhaqi).
Namun, ibadah yang disertai hawa nafsu memang akan menjadi ringan dilakukan, sementara ibadah yang tidak disertai hawa nafsu menjadi sangat berat. BETAPA BERAT IBADAH YANG DIKERJAKAN TANPA DILIHAT ORANG. SEBALIKNYA, BETAPA RINGANNYA IBADAH DILAKUKAN BILA DILIHAT, DIPUJI, DAN DISANJUNG OLEH ORANG.
Contoh yang paling jelas adalah ketika kita melakukan haji sunah –sesudah yang wajib–sekian puluh kali, itu takkan memberatkan kita. Tetapi, kalau ada yang menganjurkan kita untuk bersedekah sebanyak ongkos haji tersebut kepada para fakir miskin atau untuk pembangunan masjid, kita akan menjadi bakhil dan merasa berat. Sebab, berhaji bisa disaksikan dan diketahui banyak orang.
Di sinilah hawa nafsu bermain. Lantaran sering berhaji, kita bisa menjadi orang terkenal. Sementara bersedekah adalah perbuatan rahasia dan tak diketahui banyak orang sehingga tiada yang bisa dibanggakan.
Demikian pula ketika kita menuntut ilmu tidak karena Allah, dalam kondisi tersebut kita mampu belajar semalam suntuk. Nafsu dan hasrat menjadi terpuaskan. Tapi, kalau kita disuruh untuk shalat malam dua rakaat, itu akan terasa berat sebab dalam dua rakaat yang kita lakukan itu nafsu tidak mendapat tempat. Sementara dengan membaca dan belajar, nafsu mendapat tempat karena bisa membanggakan ilmu yang kita miliki di hadapan orang. Oleh karena itu, aktivitas membaca dan belajar itu pun menjadi ringan. Hal-hal seperti itu tentu saja adalah kerugian yang nyata.
Dari Mahmud ibn Labid diriwayatkan bahwa Rasulullah pernah bersabda, “Yang paling aku takutkan atas kalian adalah syirik yang paling kecil.” Para sahabat pun bertanya, “Apa syirik terkecil itu, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Riya.”
Ketika membalas semua amal perbuatan manusia, Allah berkata, “Pergilah ke orang-orang yang kalian ingin agar amal kalian dilihat mereka di dunia. Apakah mereka mampu memberikan balasan?” (HR Ahmad).*/Syekh Ibn ‘Atha’illah (Izza Rohman Nahrowi, Ed.), dari buku Ikhlas Tanpa Batas. [Tulisan selanjutnya]