WAHAI saudaraku, lakukanlah amal-amal saleh secara rahasia, sehingga hanya kita dan Allah yang mengetahuinya. Upayakan agar jangan ada yang melihatnya. Jadikan amal tersebut sebagai amal yang tulus hanya untuk Allah, sehingga kita bisa mendapatkan dalam timbangan amal kebaikan di hari kiamat kelak.
Allah berfirman, “Pada hari ketika tiap-tiap jiwa mendapati hasil segala perbuatan baiknya berada di hadapannya.” (Al `Imran: 30).
Jauhilah perasaan bangga dan ingin dilihat orang. Sebab, nafsu sangat senang bila amal disebut-sebut dan dipuji. Jangan sampai menghapus pahala amal yang dengan susah payah dilakukan. Juga, jangan pergunakan diri kita pada suatu maksiat.
Rasulullah bersabda, “Siapa memakai pakaian ketenaran, Allah akan memakaikan kepadanya pakaian kehinaan pada hari kiamat.” (HR Ahmad, Abu Dawud, dan Ibn Majah).
Abaikanlah nafsu rendahan dan hasrat yang rapuh. Sebaliknya, perhatikanlah kadar, pahala, dan imbalan yang Allah berikan atas suatu perbuatan. Jiwa merupakan permata berharga yang harus kita pergunakan untuk melakukan amal yang terbaik. Mungkinkah orang melemparkan permata berharga ke tempat sampah? Mengapa kita berjuang memperbaiki aspek lahiriah dengan mengabaikan rusaknya batin? Kita persis seperti orang berpenyakit kusta. Ia memakai baju baru dari sutera, tetapi dari dalam tetap tercium bau busuk yang tidak enak. Apabila melihat penampilan lahiriahnya kita akan terpesona. Namun, apabila menyingkap apa yang ada di baliknya, pasti kita merasa jijik.
Kita hanya sibuk membenahi apa yang terlihat oleh orang, tidak membenahi kalbu yang menjadi milik Tuhan. Allah berfirman, “Siapa yang mengharapkan pertemuan dengan Tuhannya, lakukanlah amal saleh dan jangan menyekutukan Tuhan dengan siapa pun.” (al-Kahfi: 110).
Wahai manusia yang hanya mau memakan nasi dari beras yang sudah disaring bersih, saringlah amalmu dari segala jenis ria, dan bersihkan dari perasaan ingin dikenal orang. Dengan demikian, yang tersisa dari amalmu adalah yang betul-betul ikhlas. Sedangkan lainnya mesti dibuang.
Saudaraku, kita harus memperbagus amal, bukan memperbanyaknya. Sebab, AMAL YANG BANYAK TANPA DIBARENGI KUALITAS DAN KEIKHLASAN SEPERTI BAJU YANG BANYAK TAPI MURAH HARGANYA. SEMENTARA AMAL YANG SEDIKIT JIKA BERKUALITAS DAN SEMPURNA SEPERTI SEDIKIT BAJU YANG MAHAL HARGANYA.
Amal yang ikhlas laksana mutiara. Bentuknya kecil, tetapi mahal nilainya. Orang yang kalbunya sibuk bersama Allah lalu ia bisa mengalahkan hawa nafsu dan ujian yang muncul secara tepat, maka orang tersebut lebih baik daripada mereka yang banyak melakukan shalat dan puasa sementara kalbunya sakit, terisi oleh keinginan untuk dikenal dan keinginan mendapat kesenangan.
Ada yang berpendapat bahwa yang menjadi perhatian orang zuhud adalah bagaimana memperbanyak amal, sedangkan perhatian orang arif (yang mengenal Allah) adalah bagaimana memperbaiki keadaan jiwa dan mengarahkan kalbu hanya kepada Allah semata.*/Syekh Ibn ‘Atha’illah (Izza Rohman Nahrowi, Ed.), dari buku Ikhlas Tanpa Batas.