PERTAMA: hendaknya setiap hari, mulai dari pagi, manusia merenungkan bahaya dan dampak marah serta manfaat dari tidak marah. Apabila semua itu direnungkan, ia akan melihat untung ruginya. Sama seperti orang yang ingin membeli barang, pasti ia memikirkan manfaat dan bahayanya.
Kedua: hendaknya merenungkan bahwa sikap tidak marah dapat memanjangkan umur. Pasalnya, umur hakiki adalah umur bahagia, ridha, dan lapang. Ada pun waktu yang diisi dengan amarah hanya berlalu dengan sia-sia.
Ketiga: oleh karena itu hendaknya mengetahui bahwa kehidupan ini singkat. Karena itu, jangan dibuat semakin singkat dengan amarah, putus asa, dan frustasi.
Keempat: bersabar. Nabi Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam berpesan,
“Tidaklah seseorang diberi sesuatu yang lebih baik dan lebih lapang daripada kesabaran.” (Muttafaq ‘alaih)
Sabar merupakan kekayaan hidup paling besar yang diberikan kepada manusia. Hendaknya manusia selalu bersama sikap sabar dengan selalu mengingat, melatih, dan mengetahui.
Di antara obat ampuh untuk bisa sabar adalah menantikan pahala dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Sebab, Allah memberikan ganjaran kepada orang-orang yang sabar dan orang yang bisa menahan amarah.
“Yang bisa menahan amarah dan memaafkan orang. Allah menyenangi mereka yang berbuat baik.” (Ali Imran: 134).
Pahala tidak marah dalam Al-Qur’an sangat besar dan agung. Pasalnya, bahaya yang paling sering menimpa manusia disebabkan oleh amarah.
Pilar-pilar maksiat yang dilakukan oleh manusia adalah marah, syahwat, dan lalai. Marah dibawa oleh nafsu kebinatangan yang buas. Di antara buahnya adalah pembunuhan, penganiayaan, pencelaan, penahanan, talak, perceraian, serta ejekan dan penghinaan. Karena itu ada ungkapan yang berbunyi, “Yang membawa nafsu amarah berasal dari nafsu kebinatangan.” Mereka menyerupakannya dengan binatang.
Ketika manusia mampu berlepas dari nafsu kebinatangan, berarti ia memasukkan dirinya dalam barisan malaikat. Ini hanya bisa terwujud dengan latihan panjang.
Apabila ada sesuatu menyerangmu, bayangkan pelakunya hanya ingin berdebat; bukan engkau yang dituju. Asy-Syafi’i berkata, “Jika seorang bodoh bertutur jangan dijawab. Daripada menjawab lebih baik diam. Jika engkau menjawab hal itu membuatnya senang. Namun jika kau abaikan, ia akan mati karena depresi.”
Allah Yang Maha Esa berfirman, “Maka, maafkanlah (mereka) dengan cara yang baik.” (al-Hijr: 85). “Maka hanya bersabar itulah yang terbaik (bagiku).” (Yusuf: 18). “Jauhilah mereka dengan cara yang baik.” (al-Muzzammi1: 10). Menjauhi secara baik, memaafkan secara baik, dan bersabar yang baik, semuanya merupakan terapi bagi amarah.
Sabar yang baik tidak disertai keluhan. Menjauhi secara baik tidak disertai perbuatan yang menyakiti. Dan memaafkan secara baik tidak disertai kecaman.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman, “Jika disapa oleh orang-orang bodoh, mereka mengucap, ‘Salam’.” (al-Furqaan: 63). Ini adalah terapi bagi amarah. Jika ada yang merangkai bait-bait syair untukmu, katakan, “Salam!” Jika ada yang merangkai kata cacian, ucapkan, “Salam.” Jika ada yang mengutarakan kata-kata menyakitkan dan berbisa ucapkan, “Salam.”
Penulis besar, William James, seorang pakar psikologi, berkata, “Jika ada yang membuat tulisan menyerangmu di koran, janganlah dijawab. Sebab, setengah penduduk tidak membacanya. Setengah dari mereka yang membaca segera lupa. Sementara setengahnya lagi lama-kelamaan akan lupa pula. Akan tetapi, jika engkau menjawabnya, hal itu akan membuat orang-orang yang tadinya tidak membaca berusaha untuk membacanya. Sementara yang sudah membaca akan kembali membaca sehingga semakin kuat dan ingat. Akhirnya tulisan tentangmu tersebar. Karena itu, putus penyakitnya sejak dini tanpa disertai amarah.”*Dr. Aidh al-Qarni, dikutip dari bukunya Laa Taghdhab-Jangan Marah.