Oleh: Musthafa Luthfi
SUARA iqomah (seruan untuk mulai menunaikan shalat) untuk menjama` (menggabungkan) shalat Ashar setelah shalat Zuhur, yang dikumandangkan Sam`un, salah seorang mahasiswa Indonesia yang menimba ilmu di Yaman, di mushallah KBRI Sana`a, terasa begitu mengharukan. Sam`un bersama 30 orang mahasiswa/santri lainnya, Sabtu (18/06/2011) siang lalu, menjama` shalat karena akan berangkat menuju bandara dan selanjutnya terbang ke tanah air untuk sementara waktu.
Itulah antara lain pemandangan evakuasi WNI di Yaman yang telah berlangsung selama delapan tahap sehingga jumlah WNI yang telah dievakuasi hingga Sabtu itu sekitar 253 orang, sesuai siaran pers KBRI Sana`a. Dengan kembalinya Sam`un ke tanah air, suara merdu azan dan iqomah yang selalu dikumandangkannya tidak bisa didengar lagi karena meskipun ada pengganti yang masih ditampung di KBRI suara mahasiswa asal Pulau Nias itu nampaknya masih belum tertandingi.
Sudah menjadi kebiasaan sejak sekitar 4 tahun belakangan ini bahwa kewajiban shalat Zuhur dan Ashar di mushalla KBRI (yang masih dalam jam kerja), umumnya dilaksanakan secara berjamaah. Dengan adanya penampungan sementara waktu bagi para mahasiswa/santri sebelum dievakuasi ke tanah air maka shalat lima waktu pun dilaksanakan berjamaah mulai dari shalat Subuh hingga shalat Isya`.
Keberadaan para mahasiswa dan santri di kantor KBRI dan pelaksanaan shalat berjamaah lima waktu semakin memupuk rasa persatuan dan kesatuan sebagai satu anak bangsa yang sedang mengemban misi mulia masing-masing di negeri Yaman yang dikenal pula dengan negeri Sheba. Diperkirakan pada Rabu (22/06/2011) sisa mahasiswa/santri di penampungan KBRI sekitar 40 orang sudah dievakuasi semua ke tanah air, atau ke daerah lain yang lebih aman di dalam Yaman sesuai permintaan mereka.
Sesuai data KBRI hingga Sabtu (18/06/2011), sebanyak 111 orang mahasiswa/santri memilih dievakuasi ke kota Mukallah dan Tarim di Provinsi Hadramaut, sekitar 800 km timur ibukota Sana`a. Provinsi Hadramaut merupakan provinsi terbesar di Yaman atau sekitar 36 % dari total luas Yaman yang hingga saat ini relatif aman dan kebutuhan pokok pun relatif masih terpenuhi termasuk BBM.
Baik yang masih tinggal di Yaman maupun yang telah kembali ke tanah air berharap dan berdoa agar negeri itu dapat mengatasi krisis dengan damai dan situasi kembali normal dalam waktu yang tidak terlalu lama. Banyak pihak berharap agar negeri itu dapat mengatasi gejolak saat ini dengan penuh hikmah (bijaksana) sehingga tidak terjadi pertumpahan darah secara meluas.
Tentunya harapan banyak pihak terutama saudara-saudara sesama Muslim agar krisis tersebut dapat berakhir damai lewat penyelesaian secara bijaksana didasari sejarah masa lalu bangsa Yaman yang dikenal sebagai bangsa bijak. Bahkan Rasulullah SAW dalam salah satu sabdanya riwayat Imam Bukhari dan Muslim menyebut Yaman “Telah datang kepada kalian orang-orang Yaman. Mereka ini adalah orang-orang paling halus sanubarinya dan paling lembut hatinya. Keimanan itu ada pada orang Yaman dan hikmah itu ada pada orang Yaman.”
Sebagai sesama bangsa Muslim tentunya kita akan selalu bersama saudara-saudara seiman di Yaman dan saudara-saudara seiman di belahan bumi lainnya dalam kondisi al-sarra` wad darra` (keadaan lapang/senang dan sempit/sulit), minimal dengan cara mendoakan mereka agar segera mendapat faraj dan makhraj (kelegaan dan jalan keluar) terbaik dari Allah Yang Maha Kuasa. Rasa senang bagi saudara seiman merupakan kesenangan bagi semua, penderitaan bagi saudara seiman merupakan penderitaan bagi semua.
Itulah hakikat kasih sayang sesama saudara seiman di belahan bumi manapun mereka berada. Sejalan dengan sabda Nabi SAW riwayat “Perumpamaan orang-orang beriman dalam kasih sayang, belas kasihan dan bertimbang rasa sesama mereka seperti satu tubuh yang apabila bagian manpun dari anggota badan merasa sakit maka seluruh tubuh yang lain turut berjaga malam dan menanggung sakit.”
Sumbangsih
Berdasarkan pesan dari baginda Nabi itu seharusnya semua pemerintahan Muslim ikut sumbangsih memberikan masukan jalan keluar bagi penyelesaian damai. Prinsip yang perlu terus ditanamkan di hati bangsa-bangsa Muslim adalah, segala kerunyaman yang melanda salah satu negeri Muslim pasti berdampak terhadap negeri Muslim lainnya dan sebaliknya segala kemajuan yang dicapai salah satu negeri Muslim seharusnya berpengaruh positif terhadap sebagian lainnya.
Dalam suasana roda perubahan dan tuntutan perubahan yang terus bergulir di dunia Arab dewasa ini, tentunya bangsa Arab khususnya dan bangsa-bangsa Muslim umumnya berharap perubahan tersebut membawa kebaikan bagi bangsa-bangsa Muslim di kawasan. Bila terpaksa harus ada campur tangan, seharusnya dari negara-negara saudara (brotherly countries), sesama Muslim yang tidak memiliki kepentingan khusus.
Selaku sesama negara Muslim, seharusnya semua pihak terlibat memberikan sumbangsih sebagai penengah, dalam membantu mencapai solusi terbaik baik dalam kapasitas secara bilateral maupun melalui payung Organisasi Konfrensi Islam (OKI). Sumbangsih negara-negara Muslim sangat penting agar intervensi asing dengan agenda tersendiri yang mengusung kepentingan mereka tidak terjadi yang biasanya justru membawa petaka berkepanjangan.
Yang patut dihargai dan syukuri, beberapa negara Muslim akhirnya memberikan sumbangsih selaku penengah, Turki misalnya aktif selaku penangah di Libya apalagi dua kubu yang bertikai di Libya menyepakati upaya penengah dari Turki lewat “peta jalan“ mengatasi krisis yang ditawarkan oleh pemerintahan PM Recep Tayyip Erdogan.
Paling tidak campur tangan Turki guna menengahi pertikaian itu, sedikit mengobati karena seolah-olah pemerintah negara-negara Muslim terkesan sebagai penonton saja, meskipun sikap pemerintahan Erdogan pada mulanya, sempat mengundang kecaman kubu revolusi, namun sekarang mereka memahami pentingnya peran negeri bekas pusat Kekhalifahan Otsman itu.
Terkait dengan usaha mengatasi situasi di negeri Yaman secara damai, upaya-upaya penengah negara-negara tetangga Yaman yang tergabung dalam Dewan Kerjasama Teluk (GCC) patut dihargai. Meskipun hingga saat ini belum berhasil, namun GCC tetap mempertahankan posisinya yang selalu bersedia mengihidupkan kembali inisiatifnya bagi tercapainya penyelesaian damai di negeri hikmah itu.
GCC selaku kawasan terdekat dari Yaman dan sebagai bagian yang terpisahkan dari Jazirah Arab, tentunya sangat berkepentingan agar negeri hikmah ini tidak mengalami krisis berlarut-larut sebab secara langsung dapat berdampak terhadap situasi kawasan secara keseluruhan. Karena itu, kita yakin betapa pun rumitnya persoalan yang dihadapi oleh negeri asal penyebaran dakwah Islam di nusantara itu, pasti tidak akan ditinggalkan saudara-saudaranya terutama bangsa-bangsa kawasan Jazirah Arab.
Lebih dari seribu orang mahasiswa/santri Indonesia umumnya menimba ilmu secara gratis di sejumlah perguruan Islam di Yaman, ikut mendoakan agar krisis segera berlalu dan situasi kembali normal. Meskipun bukan tergolong negara Arab yang kaya, namun negeri hikmah ini, ikut berjasa memberikan pendidikan Keislaman gratis kepada sebagian pelajar dan mahasiswa Indonesia yang menimba ilmu di kawasan Timur Tengah.
Kelegaan
Sambil menunggu kedatangan “al-hikmah yamaniyah“ itu, kabar kemenangan partai Keadilan dan Pembangunan di Turki, Adalet ve Kalkınma Partisi (AKP) paling tidak memberikan kelegaan tersendiri bagi bangsa-bangsa Muslim di kawasan. Dengan perolehan sekitar 21,4 juta suara (49,85% dari total suara sah), AKP berhasil meraih kursi mayoritas di parlemen yakni 326 kursi atau sekitar 59,3 % dari 550 total kursi parlemen.
Kemenangan parpol Islamis pimpinan PM Recep Tayyip Erdogan ini merupakan kali ketiga berturut-turut sejak 2002 di negeri yang masih mengusung prinsip sekuler sejak 1924. Dengan hasil pemilu tersebut, Erdogan kembali dapat membentuk pemerintahan satu partai tanpa harus berkoalisi dengan partai lain terutama dengan partai sekuler, Partai Rakyat Republik (CHP) yang meraih 25,88 % suara.
Kemenangan itu penting artinya bagi negara-negara Muslim kawasan karena akan semakin meningkatkan hubungan dan persekutuan yang mulai terjalin erat sejak AKP muncul sebagai pemegang pemerintahan di negeri itu. Sebelumnya, ketika partai-partai sekuler berkuasa, sebagaimana diketahui, hubungan Turki dengan negeri-negeri Muslim kawasan baik Arab maupun Iran kurang mesra karena lebih mengedepankan persekutuan erat dengan zionis Israel.
Banyak pengamat menilai kemenangan AKP sebagai keberhasilan pimpinan partai ini dalam memajukan Turki di bidang ekonomi. Indikasinya, saat AKP berkuasa, Turki selaku salah satu anggota kelompok 20 negara ekonomi terbesar di dunia (G-20), berhasil mencapai pertumbuhan ekonomi menggembirakan yang berbuah kebijakan luar negeri yang lebih tegas. Selain itu saat berada dibawah kekuasaan AKP, Turki juga berhasil menurunkan angka penggangguran hingga lebih dari 3% dalam setahun.
Alasan sebagian pengamat itu sah-sah saja, namun alasan yang lebih utama dan sebagai dasar kebangkitan Turki ke depan sehingga kembali menjadi negeri yang diperhitungkan (terutama oleh dunia Barat) adalah alasan budaya (baca: Islam). Yakni kubu Islamis telah memunculkan para pemimpin yang serius dan tidak korup setelah sebelumnya dipimpin oleh kelompok sekuler yang korup.
Dari sekitar 85 % pemilih yang ikut mencoblos dari total pemilih yang terdaftar menunjukkan bahwa rakyat Turki yang mayoritas Muslim lebih condong kepada acuan-acuan Islamis yang diusung AKP ketimbang konsep sekularisme Attaturk. Sebagaimana diketahui, tradisi politik tidak resmi yang berlaku selama ini menunjukkan sulitnya satu partai memenangkan pemilu dua kali berturut-turut, namun AKP membuktikannya tiga kali berturut-turut.
Banyak juga yang secara berlebihan menilai bahwa kemenangan AKP tiga kali berturut-turut sebagai pertanda berakhirnya sekularisme di negeri itu. Penilaian itu, juga sah-sah saja sebagaimana juga banyak yang menilai AKP adalah partai pragmatis yang mengenyampingkan banyak nilai-nilai Islami demi mengambil hati lembaga militer, bersekutu dengan AS dan berusaha bergabung dalam Uni Eropa.
Namun yang perlu diyakini bahwa sisi budaya jauh lebih menentukan sebab akar Islam yang diusung AKP adalah sebab utama kemenangannya tanpa mengenyampingkan, tentunya faktor-faktor lainnya. Nah alasan budaya ini pula yang menyebabkan Turki masih seret masuk ke rumah Uni Eropa.
Dibandingkan dengan anggota lama Uni Eropa yang ekonominya payah seminal Portugal, apalagi anggota baru asal Eropa Timur, juga Siprus dan Yunani, bergabungnya Turki sejatinya menambah kekuatan ekonomi blok ini. Namun ya itu tadi, Eropa yang Kristen masih sulit berdampingkan dalam satu klub dengan negeri berlatar belakang pusaka/tradisi Islam.
Terlepas dari seretnya Turki bergabung dalam Uni Eropa, yang jelas kemenangan AKP kali ini yang bertepatan dengan sedang berlangsung proses perubahan di sejumlah negara Arab, sedikit melegakan sambil menunggu munculnya “al-hikmah yamaniyah“ (sekedar tulisan curhat). */Sana`a, 20 Rajab 1432 H
Penulis kolumnis hidayatullah.com, tinggal di Yaman