oleh: Rofi Munawwar
Hidayatullah.com |PADA 28 januari 2020, Donald Trump berdiri di ruang timur Gedung Putih, Washington. Berdiri juga di sisinya penjahat perang, Benjamin Netanyahu, seorang pemimpin sebuah organisasi teroris dan penjajah yang melakukan pembunuhan, penghancuran dan perampasan tanah sejak Mei 1948.
Dengan percaya diri dan arogan –khas karakter Trump- mereka memploklamirkan rencana tentang Palestina yang dikenal luas sebagai “Deal of the Century” atau “Kesepakatan Abad Ini”. Isi dari kesepakatan ini mereka sebut; “peace plan” atau “rencana perdamaian”.
Inilah “kesepakatan” paling absurd yang pernah dibuat, karena tidak pernah membuat pemiliknya (Palestina) pernah sepakat. Trump dan Netanyahu tanpa malu memberi judul dokumen rencana setebal 181 halaman ini “Peace to Prosperity” atau “Damai menuju kemakmuran” setelah merampas tanah, kebebasan dan martabat orang Palestina.
Alih-alih mengakhiri sistem penjajahan ‘Israel’ di Palestina, Trump ingin melihat ‘Israel’ melanjutkan dan memperbesar penjajahan dengan nama yang berbeda. Judulnya sangat menipu: “Suatu Visi untuk Memperbaiki Kehidupan Rakyat Palestina dan ‘Israel’”. Mereka harap, dengan tipu daya ini penjajahan ‘Israel’ menjadi legal di mata dunia.
Inilah lelucon abad ini.
Lelucon pertama, rencana ini dibuat tanpa melibatkan sedikitpun partisipasi Palestina, sekaligus menginjak-injak resolusi PBB sebelumnya sebagai salah satu landasan hukum internasional. Dibuat sepihak oleh pemimpin negara yang katanya kampiun demokrasi; yang menjunjung tinggi proses elektoral dan pluralisme, menjunjung partisipasi dan kultur politik serta menjunjung hak asasi manusia dan kebebasan sipil. Namun, itu hanya omong kosong.
Lelucon kedua, ini semakin lucu. Ketika rencana sepihak ini –tapi disebut ‘kesepakatan’- mereka ploklamirkan sendiri, kemudian mereka memberi syarat kepada Palestina harus menyetujui dan menandatangani rencana tersebut. Apabila tidak bersedia, mereka sendiri mengancam akan membatalkan rencana “kesepakatan Abad Ini”. Lah!?
Lelucon ketiga, bagaimana mungkin, sebuah ‘Negara Palestina Baru’ bentukan AS-’Israel’. Kolaborasi penjahat dan penjajah merancang sebuah negara di tanah yang ia jajah disebut sebagai ‘sebuah perdamaian’?
Lelucon keempat, penyusun rencana ini adalah orang yang tidak layak, anak kemarin sore bernama Jared Kushner. Seorang bocah Yahudi pendukung fanatik penjajah Zionis dan penjahat Netanyahu yang kebetulan jadi menantu dan panasihat Trump. Latar belakangnya pengembang real estate dan tidak punya pengalaman politik sama sekali.
Tetapi ajaib. Justru pendukung ambisi ‘Israel’ ini adalah negara-negara Arab. Duta besar Uni Emirat Arab, Bahrain dan Oman hadir di Gedung Putih dalam seromonial pengumuman rencana ini sebagai dukungan resmi. Sedangkan Arab Saudi, Mesir dan UEA menyambut rencana ini lewat saluran resmi kementerian luar negeri masing-masing. Itu lelucon keempatnya.
Sementara miliaran dollar pendanaan ini tidak keluar sepeserpun dari AS dan ‘Israel’. Tapi disponsori oleh Arab Saudi dan UEA serta sejumlah negara teluk. Bahkan Arab Saudi sejak awal telah bertindak sebagai petugas humas Trump di kawasan dalam semua tahap pembukaan “Kesepakatan Abad ini”.
Hanya karena takut kehilangan Afiliasi dengan AS dan ‘Israel’, para pemimpin negara-negara Muslim ini terus mencampakkan nurani kemanusiaan dan naluri persaudaraannya. Sikap ini juga yang diambil ketika menghadapi penganiyaan terhadap minoritas Muslim Kashmir dan Assam di India, serta genosida Muslim Uighur di China.
Nilai investasi China jauh lebih bernilai dibanding kehidupan 13 juta Muslim Uighur. Kalkulasi ini juga dipakai untuk memuji India dan mencampakkan Muslim Kashmir, dengan pujian:“meninggkatkan kemamanan dan stabilitas” untuk mengamankan lebih dari 100 miliar dollar perdagangan tahunan India-Negara Teluk. Saat semua mata dunia terbuka kepada genosida Rohingya, para pemimpin ini juga tidak bertindak dan melakukan hal yang serius.
Hamas Kecam Negara Arab Hadiri Peluncuran ‘Kesepakatan Abad Ini’
Draft Kesepakatan yang Aneh
Dalam daftar rencana konsep “Kesepakatan Abad Ini”, ‘Israel’ akan mencaplok lebih luas Tepi Barat. Lembah Jordan yang subur dan strategis akan jadi milik ‘Israel’. Posisi Palestina makin terjepit, hanya mendapatkan 15% wilayah yang diduki ‘Israel’ sejak 1948, tidak terhubung satu sama lain pula. Tanpa Baitul Maqdis dan Masjidil Aqsha.
Yerussalem atau Baitul Maqdis akan menjadi ibu kota ‘Israel’ dan Palestina harus mengakuinya. Rencana tersebut juga menyerukan demiliterisasi semua Palestina, melucuti sepenuhnya dan menghilangkan Hamas dari Gaza sebagai bentuk setuju untuk pengawasan ‘Israel’.
‘Israel’ akan mengontrol keamanan di semua penyeberangan internasional ke Palestina. Itu juga akan terus melakukan pengawasan terhadap warga Palestina di wilayah mereka sendiri. ‘Israel’ akan mengandalkan balon udara, pesawat tak berawak dan peralatan udara serupa “untuk mengurangi jejak keamanan ‘Israel’” di dalam Negara Palestina.
Tidak akan ada hak untuk mengembalikan pengungsi Palestina atau keturunan mereka ke ‘Israel’. Dengan arogan, rencana “Kesepakatan Abad ini” mengatakan: “Saudara-saudara Arab mereka memiliki tanggung jawab moral untuk mengintegrasikan mereka ke negara-negara mereka ketika orang-orang Yahudi diintegrasikan ke dalam Negara ‘Israel’.”
Setelah penandatanganan perjanjian seperti yang diusulkan dalam rencana ini, status pengungsi Palestina akan tidak ada lagi dan badan PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA) akan diberhentikan.
Rencana itu bahkan mengatur lebih jauh, termasuk kurikulum sekolah Palestina sebagai prasyarat untuk pembentukan negara Palestina.
“Palestina harus mengakhiri semua program, termasuk kurikulum sekolah dan buku teks, yang berfungsi untuk menghasut atau mempromosikan kebencian atau pertentangan terhadap tetangga-tetangganya, atau yang memberi kompensasi atau insentif kegiatan kriminal atau kekerasan,” kata rencana itu.
Dikecam Rakyat Palestina
Rakyat Palestina sepakat menolak rencana kesepakatan Trump ini. Mereka berduyun-duyun keluar memprotes. Seperti yang terjadi di Baitul Maqdis atau Yerusalem, Tepi Barat dan wilayah Palestina lainnya. Di Gaza, Hamas mengecam keikutsertaan duta besar dari tiga negara Arab pada peluncuran “Kesepakatan Abad ini”. Bahkan pemimpin Otoritas Palestina, yang dianggap “moderat” oleh AS dan ‘Israel’, Presiden Mahmoud Abbas dengan tegas mengatakan “seribu tidak”.
Hari ini rakyat Palestina sepakat bahwa ini adalah perjanjian kotor, seperti deklarasi Balfour 1917, ketika Inggris membagi wilayah Palestina kepada Zionis dan menutup partisipasi dan hak orang Palestina pemilik sah tanah itu.
Hari ini mungkin adalah Netanyahu dan Trump, sedangkan pada tahun 1917 adalah Balfour dan Rothschild. Waktu dan kondisi 1917 dan hari ini mungkin berbeda. Tapi motifnya sama; perampokan! Lewat ambisi pengikut Zionisme memberi diri mereka hak supremasi dan mengusir orang-orang Palestina dari tanah air mereka melalui teror dan membuat jalan bagi negara Yahudi untuk diciptakan di tanah Palestina.
Mungkin Palestina hari ini benar-benar sendirian dalam posisi negosiasi. Mereka dikhianati oleh para pemimpin Arab. Mereka hanya memiliki satu pilihan dan pilihan itu sudah mereka pegang selama 103 tahun: untuk tetap bertahan dan melawan, mempertahankan izzah kaum Muslim; Masjidil Aqsha dan tanah suci Baitul Maqdis.
Hari ini, “Kesepakatan Abad ini” tidak berhak mengatur Palestina, yang paling mengerti urusan Palestina adalah orang Palestina sendiri. Yang diperlukan saat ini adalah merdeka, berdaulat, bukan deal deal-an difasilitasi siapapun, apalagi penjahat. Selama masih dijajah, angkat senjata itu jauh lebih mulia.*
Penulis peminat masalah Timur Tengah